Judul: Berhala, Kumpulan Cerpen
Pengarang: Danarto
Penyunting: Tia Setiadi
Korektor: Muhajjah Saratini, RN
Tebal: 226 hlm
Cetakan: Pertama, Maret 2017
Penerbit: DIVA Press
Tahu novel ini dari teman yang lulusan Sastra Indonesia,
katanya Berhala adalah salah satu karya Danarto yang wajib banget dibaca.
Sayangnya, waktu itu kumcer ini sempat langka di pasaran sehingga saya hanya
bisa penasaran. Kemudian, ciduk pun bersambut, Berhala kembali diterbitkan
dalam proyek #SastraPerjuangan sehingga saya bisa turut membaca gratis novel ini di kantor.
Seperti pengalaman saat membaca Gergasi dulu (yang menghasilkan ulasan yang tak pernah tuntas), banyak hal yang bikin
kaget saat membaca Berhala. Ciri khas Danarto yang surealis-relijius masih
terasa kental di banyak cerpen, tetapi tampaknya tidak sekental di Gergasi atau
di Setangkai Melati di Sayap Jibril. Beberapa cerita agak 'longgar untuk ukuran
Danarto, tetapi di cerita-cerita akhir di buku ini, elemen religius-surealis
itu terasa kembali.
Kisah-kisah di buku ini diawali dengan ide yang sederhana,
tapi sangat mengalir dan bikin penasaran. Danarto dengan mulus menuliskan
kisah-kisah keseharian yang banyak terkait dengan setting orde baru, seperti
tentang korupsi, pembunuh misterius (petrus), dan pembakaran pasar. Beberapa
settingnya mungkin terasa kekunoan atau ketinggalan zaman, tapi mohon diingat
ulang bahwa Berhala pertama kali terbit tahun 1987. Yang lebih hebat lagi,
banyak hal yang disindir Danarto lewat cerpen-cerpen di buku ini adalah
tema-tema yang sensitif untuk ukuran rezim Orde Baru. Tetapi, gigitan-gigitan
itu selalu tersembunyi secara apik lewat kisah-kisah sederhana yang unik.
"Kita selalu
takut untuk mengatakan yang sebenarnya." (hlm. 34)