Search This Blog

Tuesday, July 9, 2024

Kasus Pembunuhan Alvin Benson

Judul: Kasus Pembunuhan Alvin Benson

Pengarang: S.S. Van Dine

Penerjemah: Diyan Yulianto

Tebal: 448 hlm

Cetakan: Pertama 2024

Penerbit: Laksana



Dapatkah sebuah kasus pembunuhan dipecahkan dan pelakunya bisa dihukum tanpa ada bukti material selain kesaksian-kesaksian tidak langsung? Alvin Benson terbunuh di apartemennya pada jam 00.30 dini hari. Korban ditemukan pagi harinya. Tidak ada barang yang hilang, tak ada saksi yang melihat langsung penembakan, juga senjata yang digunakan pun tidak ditemukan. Satu satunya jalan, adalah dengan menyelidiki orang-orang terdekat korban, mencari motif yang sekiranya ada, dan dari situ baru mencari alibi dan mencari barang bukti. Tetapi kasusnya amat sulit karena semua saksi seolah bungkam untuk melindungi pelakunya. Philo Vance, seorang anak muda agak sombong lulusan Oxford membantu memecahkan kasus ini lewat penelusuran karakter psikologis terhadap orang-orang terdekat korban. Setelah itu, baru dicari barang bukti untuk mendukung dakwaan terhadap tersangka yang bersalah. Teknik penyelidikan terbalik yang unik.

Saat menerjemahkan novel ini, lumayan senewen juga dengan kelakukan si Philo Vance. Kesa sombong dan tinggi hati entah kenapa marak digunakan untuk karakter-karakter detektif berotak brilian daalam fiksi di era awal abad 20. Mirip sama Sherlock dan Poirot, Vance ini cenderung arogan, semaunya sendiri, dan sinisnya kebangetan. Tapi, itu diimbangi dengan otaknya yang luar biasa cerdas dan karakter dirinya yang pada dasarnya dia orang yang baik, hanya agak tinggi hati saja tetapi bukan tinggi hati yang bikin jengkel. Lagian, dia kaya raya dan pandai banget sih. Lama-lama jadi kagum juga setelah membaca novel ini. Vance ini lebih ke pandai dalam ilmu-ilmu akademik (entah itu psikologi, kriminologi, arkeologi, biologi, sastra, bahasa kuno, dan banyak lagi) yang digunakannya untuk memecahkan kasus.

Pembunuhan Alvin Benson dilaporkan pertama kalinya oleh saudaranya sendiri, Mayor Benson. Kasus yang besar karena melibatkan tokoh masyarakat terkenal di New York. Tipe pembunuhan bertipe ruang tertutup. Korban ditemukan tertembak di rumahnya sendiri. Tidak ada pistol kecuali pistol milik korban, dan pembantu rumah tangga menyatakan tidak ada tamu yang masuk ke rumah pada malam itu. Inspektur Markham yang ditugasi menangani kasus ini awalnya hanya mengajak Vance untuk melihat TKP. Tapi dari situ, malah Vance diam-diam menyelidiki sendiri dengan caranya sendiri. Markham awalnya kesal dengan Vance yang suka ikut campur ini, apalagi ini urusan kepolisian. 

Tapi Vance tetap kukuh ingin merecoki, eh ingin membantu. Markham tentu kesal dengan sosok non polisi yang terus mengganggunya itu--walau dia temannya. Keduanya bahkan sering sekali bertengkar walau niatnya sekadar bercanda. Tapi segera terbukti, Vance mampu menyodorkan gagasan-gagasan brilian terkait kasus itu. Dia bisa melihat apa yang luput dari perhatian Markham. Vance mampu melihat kasus secara leih jernih, tenang, logis, urut, dan berdasarkan dasar ilmiah. Lewat novel inilah kita bisa menyaksikan teknik baru pemecahan masalah lewat deduksi ilmiah dengan menggunakan teori-teori ilmu pengetahuan. Tidak heran jika banyak kutipan ilmuwan, ahli psikologi, dan juga sastrawan betebaran dalam novel lumayan tebal ini. 


Thursday, June 27, 2024

Sapiens; A Graphic History #2 (Sapiens Grafis vol. 2: Pilar-pilar Peradaban)

Judul: Sapiens: A Graphic History #2 (Sapiens Grafis vol. 2: Pilar-pilar Peradaban)
Penyusun: David Vandermeulen, Yuval Noah Harari, Daniel Casanave, 
Penerjemah: Tyas Palar
Tebal: 256 hlm
Published: January 12, 2022 
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia
ISBN: 9786024817558




Terkaget-kaget baca buku ini, karena banyak anggapan, teori, gagasan besar, bahkan ajaran agama yang selama ini telah menjadi landasan peradaban selama ribuan tahun kayak dijungkirbalikkan habis-habisan. Peradaan dideskonstruksi, dipecah-pecah sesuai pemahaman seorang ahli biologi, ahli antropologi, ahli sejarah, dan entah ahli apa lagi. Tidak hanya karakter di buku ini yang kaget, saya pun kaget disodori gagasan betapa selama ini peradaban manusia dipertahankan oleh sesuatu yang FIKSI. Penulis memang berani banget menyebut banyak gagasan besar di dunia (mulai dari Deklarasi Kemerdekaan Amerika, Hukum Hammurabi, bahkan sejumlah kitab suci) sebagai fiksi.


Tetapi, fiksi ini pula yang menjadikan segala sesuatu tetap teratur di tempatnya. Fiksi inilah yang berhasil menjalin sebuah tatanan dan dapat mempersatukan miliaran orang dalam satu kesatuan solid, entah itu berupa ajaran agama atau kepercayaan, sistem politik, atau HAM. Termasuk kepercayaan fiksi bahwa selembar kertas yang kita sebut dengan uang (dengan nilai intrinsik tak seberapa) dapat ditukar dengan semangkuk bakso atau seuntai kalung berlian! Bayangkan jika orang-orang sudah tidak lagi mau mempercayai konsep uang sebagai alat pembayaran yang sah, hasilnya adalah kekacauan.

Memang agak berat tema buku ini. Dibutuhkan pemikiran yang sanggaaaaatttt terbuka untuk membacanya. Ketika segala sesuatu dinilai secara empiris, berdasarkan bukti ilmiah dan terukur, nilai-nilai baik dan salah menjadi tidak berlaku. Kita bisa meneliti gen dan kromosom dalam DNA manusia, tapi mustahil untuk menilai sesuatu itu baik atau kurang baik atau bahkan keliru secara empiris. Jadi tidak heran kalau homoseksualitas dianggap wajar di buku ini (kaget juga pas baca ending buku ini dan Harari menulis "Kepada suami tersayang ...") dan sejumlah ajaran agama dibilang fiksi. Untuk ukuran sebuah buku bestseller, Sapiens memang buku yang berani! 

Salah satu tema yang dideskontruksi habis-habisan adalah dominasi gandum. Bersama nasi dan jagung, sumber pangan utama manusia sedunia ini dianggap telah "menipu" manusia sehingga mereka menjadi lebih "lemah". Sebelum gandum dibudidayakan, manusia awal lebih kuat, lebih menikmati hidup, dan cenderung lebih damai karena mereka hidup berpindah dan mengandalkan alam. Penanaman gandum menjadikan manusia menetap, bercocoktanam, punya waktu luang sambil menunggu panen, dan akhirnya menciptakan desa. Desa berkembang jadi kota, banyak kota timbul penguasa, dan penguasa-penguasa saling ingin berkuasa sehingga timbullah ....er perang. Semuanya karena gandum!

Di akhir buku, lewat Doctor Fiction, Harari menuliskan bahwa FIKSI itu tetap dibutuhkan agar dunia eh peradaban tetap bisa berjalan sebagaimana adanya. Hanya saja, kita dan generasi saat ini punya tanggung jawab untuk membuat Fiksi yang lebih baik di masa depan.

Recehan Bahasa

Judul: Recehan Bahasa
Penyusun: Ivan Lanin
Tebal: 152 halaman
Cetakan: 1, 2020 
Penerbit:  Qanita
ISBN :9786024021795 (ISBN10: 6024021798)


Kepintaran tenggelam tanpa keterampilan bahasa.

Kedunguan gemerlap berkat kepiawaian bahasa.

Bahasa tidak muncul dari ketiadaan. Kata muncul dari interaksi sehari-hari antarmanusia yang membentuk sebuah sistem komunikasi yang disepakati bersama yang disebut bahasa.

"Keterampilan tenggelam tanpa keterampilan berbahasa," menurut Ivan Lanin., karena orang jadi tidak bisa menyampaikan keterampilan dirinya dengan baik dan tepat.

***

Awalnya mengira buku ini bakal berupa kumpulan esai bertema bahasa seperti kumpulan artikel bahasa Kompas, ternyata lebih berupa kumpulan tweet yang diberi ilustrasi. Materi kebahasaan disajikan dalam poin-poin ringkas (mematuhi aturan Twitter) dengan ilustrasi ngejreng dan celetukan kekinian (pada eranya) yang kebanyakan bernuansa warganet. Jadi, wajar jika pembahasan di buku ini tampak sepotong-potong, sangat ringkas, dan tidak berbentuk seperti paragraf tebal sebagaimana umumnya buku esai bahasa. Judulnya saja "Recehan Bahasa" jadi tidak salah jika teknik penulisannya memang cenderung receh dan sambil lalu.

Walau ringan, isinya lumayan padat ilmu. Padat yang praktis. Beberapa pembahasan tentang EYD dan pengertian tentang sejumlah aspek kebahasaan bisa di skip untuk pembaca yang sudah paham secara umum. Hal yang unik, Ivan banyak memunculkan padanan baku untuk kata-kata yang sudah populer, misalnya saja slide (salindia), CP (narahubung), sederhana (ugahari) dan online (daring). 

Satu yang terus terlupa, bahwa kata yang benar adalah "panau" (bukan panu) dan "satai" bukan sate. Jadi, lain kali bilangnya: "Aku mau beli obat panau ke apotek sekalian beli satai di dekat sana." Satu ungkapan yang dulu sepertinya pernah saya baca tapi ternyata terlupa lagi: ungkapan yang benar adalah WAWAS DIRI (bukan mawas diri).

Monday, June 24, 2024

The Last Seance

Judul: The Last Séance - Yang Terakhir
Pengarang: Agatha Christie
Penerjemah: Tanti Lesmana, Suwarni A.S., Julanda Tantani, Lanny Murtiharjana, Widya Kirana, Ratih Susanty
Tebal: 331 hlm
Terbit: 2019
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama



The Last Seance (Yang Terakhir) adalah kumpulan cerita bertema misteri yang sebelumnya sudah pernah diterbitkan oleh GPU dalam buku-buku karangan Agatha Christie. Kebanyakan cerpen dalam buku ini diambil dari buku The Hound of Death (Anjing Kematian). Kebetulan saya belum membaca yang ini sehingga saya bisa menikmati kisah-kisahnya. Lalu ada yg diambil dari The Listerdale Mystery (Misteri Listerdale), Miss Marple's Final Cases and Two Other Stories (Kasus-kasus Terakhir Miss Marple), Poirot's Early Cases (Kasus2 Perdana Poirot), The Thirteen Problems (Tiga Belas Kasus), The Adventure of the Christmas Pudding (Skandal Perjamuan Natal) dan The Labour of Hercules (Tugas-Tugas Hercules). Pantas saya merasa pernah membaca sebagian kisah di buku ini, untungnya sekitar 70% belum pernah saya baca sebelumnya.

Sunday, June 16, 2024

Solilokui: Kumpulan Esei Sastra

Judul: Solilokui: Kumpulan Esei Sastra
Penulis: Budi Darma
Tebal: 100 halaman Paperback
Terbit: Mei 1984 
Penerbit: Gramedia


Solilokui, sebagaimana judulnya, lebih mirip kumpulan ungkapan hati dan pikiran Budi Darma seorang diri. Pandangan kritisnya akan beragam fenomena yang menjamur di dunia kesusastreaan Indonesia antara tahun 1960an sampai 1980an. Kumpulan tulisan ini sendiri adalah hasil dari beberapa esai dan tulisan beliau pada kurun masa itu, sehingga bisa dimaklumi kalau temanya beragam, agak melompat-lompat, tumpang tindih, dan dalam beberapa bagian terasa berbeda. Namun, semua tulisannya masih dalam ranah sastra sehingga masih saling terkait. Terasa juga perjalanan kekritisan beliau, dari yang keras di peruiode mula dan lebih merangkul di era 80-an.

Ada banyak hal menarik yang jadi sorotan beliau, dan uniknya lagi hal-hal itu masih berlaku dan jamak dijumpai saat ini. Salah satunya topik tentang bagaimana seorang pengarang menulis? Tidak tahu, seperti mengalir begitu saja. Jawaban BD ini mirip dengan sastrawan seangkatan. Rata-rata menatakan mereka hanya harus menulis ketika dorongan untuk menulis itu muncul. Bukan pengarang yang menerakkan kata-kata, tapi kata-kata itu yang menggerakkan pengarang utnuk menulis. Dan BD menyebut ini beban, kutukan sebagai seorang pengarang.

“Seorang seniman yang baik mempunyai sikap hidup intelektual, yaitu selalu mencari, selalu mengkaji, dan hidup dengan baik. Sikap hidtip yang demikian inilah yang menunjang kreativitas.” (hlm  20)

Ia bahkan menganalogikan peran tanggung jawab seorang pengarang versus tukang becak. Yang pertama terbebani memikirkan kenyataan dan memberikan refleksi, sementara yang kedua hanyalah beban yang sifatnya duniawi semata. Saya jadi teringat judul skripsi yang diambil oleh salah satu rekan KKN saya di jurusan Sastra Indonesia bertahun silam. Ini memilih tema “menguak proses kreatif di balik penulisan novel sastra berawalan D”. Saat mewawancarai pengarang, teman saya kesulitan karena pengarang hanya menyebut: “Tidak tahu, pokoknya saya menulis yang menulis saja, tau-tau jadi cerita seperti itu.” Persis seperti yang digambarkan Budi Darma. Entah dengan teori analisis apa teman saya akhirnya membedah objek skripsinya itu.

“Yang lebih penting dari segi teknis sebetulnya adalah segi lain, yaitu keinginan untuk belajar.”

Tuesday, June 4, 2024

The Cartoon History of the Universe: The Evolution of Everything

Judul: The Cartoon History of the Universe: The Evolution of Everything
Penyusun: Larry Gonnick
Tebal: 52 pages
Terbit: March 28, 1987
Penerbit: Rip Off Press
ISBN 9780896200050 (ISBN10: 0896200051)
Language English



Sumber: Goodreads.com

Jutaan tahun sejarah dunia dan alam semesta dirangkum dalam 52 halaman. Dimulai dari ledakan Big Bang, terbentuknya galaksi dan bintang, lalu Tata Surya, dan dilanjurkan dengan proses terbentuknya Bumi. Komik ini pendek tapi bikin paham alur besar sejarah atau proses pembentukan planet kita. Berawal dari tercampurnya sejumlah unsur hingga membentuk "sup organik" sebagai bakal kehidupan di planet ini. 

Friday, May 31, 2024

Dari Toko Buku ke Toko Buku

Judul: Toko Buku ke Toko Buku
Penyusun: Muthia Esfand
Tebal: 518 hlm
Cetakan: -
Penerbit: Bukuditeras
ISBN 9786239608774 (ISBN10: 6239608777)

Ternyata memang harus fokus untuk bisa menikmati buku ini. Setelah mogok di halaman 150 dan terhenti baca selama dua bulan, saya memutuskan membaca lagi lembar-lembar hangat ini. Fokus menemani perjalanan pengarang menjelajahi tidak hanya toko buku-toko buku di Eropa, tetapi juga perjalanan pribadinya menemui jiwa-jiwa pecinta aksara dan lembaran cetak di seantero benua Biru. Sungguh luar biasa betapa kesamaan minat bisa menghilangkan sekat perbedaan bahasa, etnis, agama, pandangan, politik, dan ras. Perjalanan Muthia Esfand di buku ini semakin menunjukkan betapa jauh di dalam kita, semua manusia sejatinya satu.

Eropa selalu dikaitkan dengan bangunan - bangunan kuno terjaga, pemandangan pegunungan Alpen yang memesona, menara dan bangunan peninggalan Romawi, serta tingginya intelektual warganya. Berwisata ke Eropa tentu tidak jauh jauh dari Menara Eiffel, pegunungan Swiss, Coloseum Roma, jam Big Ben, atau stadion - stadion megah sepak bola. Tetapi beda dengan pecinta buku, pilihannya tidak lain tidak bukan tentunya mengunjungi toko buku.

Dengan tujuan inilah perjalanan panjang dilakukan, sepenggal kisah dari tahun 2017 lalu dilanjutkan pada masa awal pandemi tahun 2020. Beberapa negara Eropa terkenal seperti Inggris , Prancis, Jerman, juga Belanda tentu masuk hitungan. Tetapi yang lebih istimewa, Muthia juga membawa kita ke sudut sudut Eropa yang mungkin masih terdengar asing seperti Slovenia, Ceko, hingga pojok kecil di pinggiran tebing Italia. Tempat - tempat yang jarang terbayang tetapi ada, dan mbak Muthia membawanya ke depan kita dengan gaya personal khas orang buku slash traveler slash fandoms members.