Search This Blog

Wednesday, September 27, 2023

More Weird Things Customers Say in Bookshops

 More Weird Things Customers Say in Bookshops
Penulis: Jen Campbell
Illustrator: Brothers McLeod
Tebal: 128 halaman
Terbit: April 18, 2013
Penerbit: Constable

 


CUSTOMER: I’m looking for a book for my son. He’s one of these weird people who still like the paper ones.

Masih seperti buku pertama, banyak cerita dan kejadian lucu, unik, aneh, hingga menyebalkan di toko buku. Mirip seperti buku kumpulan curcolan admin dengan berbagai komentar warganet yang dibukukan, hanya saja ini di toko buku. Entah kenapa, masih lucu buku pertama meskipun kejadian dan cerita di buku ini lebih banyak dan lebih bervariasi. Cuma rasanya ada beberapa cerita yang sengaja ditambahin agar jadi lucu seperti itu padahal aslinya mungkin tidak seperti itu. Kayak hobi banyak dari kita: suka menambah-nambahi. Tetapi walau begitu, buku ini cukup menghibur generasi yang pernah muda di toko buku, pernah dan masih menyisihkan waktu setiap minggu ke toko buku, atau menjadikan toko buku sebagai tempat tujuan ketika gabut dan tidak tahu harus ke mana. Toko buku bagi banyak orang memang senyaman itu. Tapi mungkin tidak selalu begitu buat kasir atau pemilik toko buku sebagaimana ditulis di buku ini.

CUSTOMER: If I had a bookstore, I’d make the mystery section really

hard to find. (Anonymous)

Seperti kebanyakan toko, kita akan menemukan beragam orang dan pelanggan yang berkunjung ke toko buku. Permintaannya pun aneh-aneh, mengingatkan saya pada betapa randomnya warganet dan follower beberapa tahun lalu. Seorang pelanggan hendak meminjam buku ke toko buku, pelanggan lain pengen meet and greet dengan JRR Tolkien, ada juga yang masuk ke toko buku tapi berikrar kalau dirinya bukan pembaca buku. Kisah tentang buku Fifty Shades of Gray banyak muncul (kejutan!). Salah satunya, alasan kenapa orang tidak mau membeli buku bekas atau secondhand untuk buku ini. Kenapa hayo? Banyak juga celetukan-celetukan yang sepertinya konyol tetapi kalau dipikir, iya juga ya. Tapi, ya memang seperti buku-buku yang beragam, begitu juga orang yang berkunjung ke toko buku.

"CUSTOMER (holding up a book): What’s this? The Secret Garden? Well, it’s not so secret now, is it, since they bloody well wrote a book about it!

Mungkin tidak semua cerita lucu, tetapi kisah-kisah ini saya yakin punya kaitan dengan kita yang pernah dan masih dekat dengan kunjungan ke toko buku di era gempuran toko buku daring yang semangat live tiap jam delapan malam. Salah satu yang lumayan, ketika seorang pelanggan menyerobot antrean di kasir hanya untuk bertanya: "Di sini ada buku tentang etika nggak ya?"

"CUSTOMER: Do you have Harry Potter and the Prisoner of

Abracadabra?"

 

"CUSTOMER: Do you have the new Lady Gaga book by Terry Pratchett?

BOOKSELLER: ..."

NB: The author of this book would probably be shocked if I told her there are some bookstores in Yogyakarta that provided groceries and fresh vegetables at their counter.

I Will Judge You by Your Bookshelf

Judul:  I Will Judge You by Your Bookshelf

Penyusun: Grant Snider

Tebal: 128 halaman

Terbit:  April 14, 2020

Penerbit: Abrams ComicArts

ISBN 9781419737114 (ISBN10: 1419737112)

 





Apa itu karya "canon" sastra, dan siapa yang berhak menentukan suatu karya masuk sebagai karya sastra atau bukan karya sastra? Bagaimana puisi dibikin? Apa yang membentuk seorang penulis? Apa saja komposisi sebuah karya sastra yang sangat Amerika? Bagaimana seorang penulis menulis?

 

Semula saya kira buku ini ringan, semcam buku-buku berilustrasi lain tentang buku dan buku. Isinya ternyata lumayan "berat" dan memang full tentang buku. Untuk pembaca dan penyuka buku, buku ini akan terasa "bagus tetapi agak di luar pengharapan" karena banyak materi yang nggak santai. Materi tentang puisi, apa itu penyair, bagaimana puisi ditulis, mengapa penyair sering dipandang "aneh dan sinting", dan apa itu puisi (yang saya sendiri kadang masih mumet menikmatinya) lumayan banyak diangkat di buku ini.

 

Tapi ada juga kok hal-hal ringan seputar membaca: alasan-alasan mengapa membaca buku itu tidak hanya butuh buku, tapi juga waktu untuk membaca. Niatnya mau rampungin baca novel. eh lima belas menit kemudian sudah terdistraksi oleh live shopee (T_T). Sering terjadi! Salah satu bab paling ngakak sekaligus bikin tersentak adalah "Ode of unfinished book" yang "emang boleh se-bener itu!" Ada juga kisah "reader block" alias reading slump (ternyata bukan hanya writer block saja yang eksis ya). Juga, kisah ketika semua orang akhirnya kembali ke buku cetak karena ... kalo jatuh ga rusak-rusak banget wkwkwk.

 

Kisah tentang penulis dan menulis mengambil banyak porsi. Sepertinya, buku ini memang ditujukan untuk pembaca yang juga menulis. Apa itu writer block dijelaskan dalam ilustrasi ringan tapi sejatinya penuh perlambang. Penulis keren sekali, cerdas banget bisa menangkap ide-ide imajiner dan kemudian menuangkannya dalam ilustrasi berwarna. Membacanya jadi terhibur sekaligus agak mikir. Pokoknya bakal banyak momen "AHA" saat menikmati dan memikirkan ilustrasi-ilustrasi di buku ini.

 

Alkisah huruf V dan W (in English alphabet) saling berbincang.

 

W : I am double you.

V: No, you are double me.

 

Nah, cerdas kan.

 


Berburu Buaya di Hindia Timur

 Judul: Berburu Buaya di Hindia Timur
Pengarang: Risda Nur Widia
Tebal: 154 halaman, Paperback
Terbit: February 1, 2020
Penerbit: Pojok Cerpen



Menuliskan Babakan sejarah lewat media fiksi selalu menarik. Bukan hanya menjadikan sejarah sebagai sesuatu yang tidak kaku, tetapi juga ada banyak fakta dan pengetahuan sesuai catatan sejarah yang bisa disajikan dan dimanusiawikan. Sejarah kemudian tidak menjadi sesuatu yang hafalan atau hitam putih.

Kumpulan cerpen bertema sejarah kolonial ini turut dalam upaya menghadirkan sejarah atau data sejarah sebagai cerita naratif. Enam cerita di dalamnya menyuguhkan kepada pembaca enam data atau peristiwa sejarah berbeda yang sama sama berlangsung di Hindia Timur. Mirip karya Iksaka Banu? Mungkin, tetapi Risda tetap memiliki khasnya sendiri.

"Para Bandit dan Hantu Ophaalbrug" membawa pembaca ke pelosok Madura. Tambang garam ini ternyata sudah dinilai berharga di era penjajahan Belanda. Tetapi seperti yg sudah-sudah, rakyat hanya mendapat luka dan siksa, tidak kebagian tingginya harga emas putih era kolonial ini. Pemberontakan dalam bentuk pembegalan menjadi salah satu cara ketika tekanan semakin berat sementara diri tak kuasa melawan. Kisah ini menarik karena membawa "hantu" dalam upaya mencari keadilan, yang sayangnya tetap tumbang.

Berburu Buaya di Hindia Timur menjadi kisah kedua, menggambarkan secara naratif Charles Leuseur dari Prancis mengadakan lawatan ke kepulauan Hindia Timur tahun 1803. Sebuah eskplorasi ala National Geographic dengan tujuan memburu seekor buaya yang konon raksasa di pedalaman Kupang. Ceritanya sangat naratiff karena mungkin bersumber dari jurnal atau catatan penjelajah. Selain menghibur dengan cerita petualangannya, pembaca juga diajak mengamati kondisi sosial masyarakat Kupang di tahun 1800an awal.

Kisah "Nasib Seorang Pelaut" menjadi kisah terpanjang di buku ini. Disusun menyerupai makalah dengan abstrak dan pendahuluan, cerpan ini mengisahkan perjalanan panjang seorang pelaut Prancis bernama Laval pada tahun 1601 dalam upaya mencari kepulauan rempah-rempah. Sumber cerpen sendiri sebuah artikel dalam bahasa Prancis yang lalu dikembangkan jadi kisah nitip Treasure Island digabung Perjalanan Gulliver yang agak banyak sialnya. Dimulai dari dihantam ombak badai, kapal karam, ditangkap suku pribumi, hingga menjadi budak di kapal musuh. Perjalanan Laval ke Hindia Timur menjadi gambaran betapa berbahaya sekaligus eksotisnya pelayaran samudra pada era penjelajahan.

Kisah "Babad Goa Njlamplong" menjadi kisah favorit saya. Mengisahkan sepenggal dusun kecil di Gunung Kidul yang konon menjadi pelarian Pangeran Diponegoro saat dikejar-kejar pasukan Kompeni. Penulis tidak hanya memadukan sejarah dengan cerita tetapi juga folklore lokal yang menjadikan kisah ini bikin trenyuh sekaligus bernuansa mistis. Kisah-kisahnya mengingatkan kita pada beratnya perjuangan dan penderitaan rakyat di masa penjajahan.

Cerpen 1913 mengisahkan perjuangan Tiga Serangkai (Ki Hadjar Dewantara, Tjiptomangoenkoesoemo, dan Edward Douwes Dekker) dalam perjuangan melawan kolonialisme lewat jalur tulisan. Perjuangan mereka membuktikan betapa perjuangan bersenjata dan perjuangan diplomasi sama sama punya peran dalam kemerdekaan Indonesia. Kisah ini serasa membawa dan mengingatkan kembali perjuangan Tiga Serangkai dalam kisah yang jarang diungkap.


Cerpen terkahir berkisah ttg perjuangan melawan penindasan kompeni di Indonesia Timur. Banyak yg mungkin tidak atau belum tau banyak bahwa di bumi Amboina juga bergolak perlawanan melawan penjajahan yang dipimpin oleh Thomas Matulessy dan kawan-kawannya. Cerpen ini seolah mengingatkan kembali betapa kemerdekaan adalah sesuatu yang diperjuangkan dengan darah dan pengorbanan. Tidak selayaknya kita kini menyia-nyiakannya setelah membaca kisah Thomas Matulessy ini.

***

Membaca sejarah bagi sementara orang adalah hiburan dan kesenangan. Bagi banyak yang lain mungkin membosankan dan membikin kantuk datang. Tetapi, sejarah adalah pelajaran dari masa lampau yang penting untuk direnungkan agar apa yang keliru tidak lagi berulang ke depannya. Menuliskan Babakan sejarah dengan metode cerpen seperti ditempuh Risda di buku ini adalah salah satu jalan kreatif yang selayaknya dirayakan. Mungkin belum sempurna benar: ada beberapa yang naratifnya kadang terlalu panjang, atau sejumlah bagian yang terasa agak dipaksakan agar terasa lebih bercerita. Tetapi saya yakin menuliskan sejarah dalam cerpen tidak selalu mudah dilakukan. Apa yang dicapai oleh penulis dengan cerpen-cerpen ini adalah keistimewaan yang didukung oleh bakat mendalam, ketekunan yang begitu besar, dan ketertarikan yang terus dihidupkan.

Friday, March 17, 2023

Misteri Listerdale, Romantisme dalam Kisah Misteri

Judul: Misteri Listerdale

Pengarang: Agatha Christie

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Agatha Christie memang menulis banyak kumpulan cerita, tetapi The Listerdale Mystery termasuk yang paling romantis. Sejenak kita diajak menyingkir dulu dari sel-sel kelabu Poirot atau kekepoan Mrs. Marple . Tetapi, kita masih ditemani suasana pedesaan Inggris yang khas, gejolak politik Eropa yang tegang di pertengahan abad 20, narasi khas Agatha C yg tidak bisa jauh dari pengamatan terhadap psikologi dan sifat manusia, dan tentu saja misteri. 

Meskipun misteri di kumcer ini tidak sekental buku buku seri Agatha Christie yg lain, kita masih bisa merasakan perasaan penasaran yg sama. Perasaan tipikal yang muncul saat kita membaca karya-karyanya. Hanya saja, ada suasana dan karakter lain yang digunakan pengarang, menjadikan kisah kisah di buku ini lebih manis ketimbang kisahnya yang biasa, meskipun misteri ya tetap ada. Bagaimanapun, itu khasnya Agatha. 

Kisah pembuka yang menjadi judul kumcer ini bisa dibilang adalah kisah romantis, walau misterinya ada. Tentang sebuah rumah yang sangat disukai Mrs Vincent setelah mereka kehilangan segalanya. Hanya saja, pemilik rumah itu sama misteriusnya dengan rumah indah tersebut. Adakah misteri di balik rumah bagus tapi harga sewanya murah sebagaimana sering kita jumpai di Indonesia? Ternyata, manis sekali kisah di balik misteri rumah ini. 

Kisah Gadis di Kereta Api juga sangat khas pertengahan abad 20. Petualangan spionase yang dialami warga biasa. Di sini karakter diuji keberanian dan keteguhannya, akankah budi baiknya berbalas kebaikan atau dia hanya kan menjadi korban ke sekian dari dunia mata mata yang tak kenal cinta dan iba. Ini kisah yang aromanya James Bond sekali, tetapi dengan sudut pandang lebih populer dan tokoh yang lebih membumi. Sekali lagi, masih misteri bagaimana Agatha Christie bisa membawa pembacanya masuk dan larut dalam cerita. 

Kita mendapatkan kisah-kisah yang beragam tetapi esensinya masih terasa. Esensi dari Agatha yang dalam narasinya masih menyelipkan satu dua kalimat khas Poirot atau Miss Marple, bahwa manusia itu mengikuti rutinitas, bahwa manusia selalu tertarik dan penasaran pada tragedi yang menimpa orang lain sekaligus merasa takut kepadanya, juga bahwa kejahatan bisa terjadi di tempat - tempat yang tidak diduga 



Wednesday, March 15, 2023

Kepulauan Nusantara

Judul: Kepulauan Nusantara

Penulis: Alfred Russel Wallace

Penerjemah: Tim Komunitas Bambu

Tebal: 498 hlm

Penerbit: Komunitas Bambu



Salah satu pencapaian bulan Februari lalu (dan selayaknya ini dicatat sebagai pencapaian) adalah menyelesaikan membaca The Malay Archipelago karya Alfred Russel Wallace. Buku setebal 500 halaman itu akhirnya tuntas terbaca lewat konsistensi membaca selama hampir sebulan. Harus dipaksa, harus disempatkan. Ini mungkin yg dibutuhkan untuk membabat timbunan di era tiktok dan Twitter yg begitu menyita perhatian dan waktu. Bagaimana lagi, membaca teks apalagi non-fiksi juga lama lama melelahkan, sementara internet terus memacu kita dengan tontonan yg memanjakan sekaligus dinamis.

Salah satu yg membantu adalah teknik menulis Wallace yang seperti bercerita. Perjalanannya ke Kepulauan Nusantaraemang benar benar dia lakukan tahun 1800an, dan dia menuliskannya sebagai sebuah jurnal meskipun itu adalah bagian dari pekerjaannya sebagai naturalis. Tidak hanya mencatat jenis serangga, binatang besar, dan bunga bunga yang dia temukan, Wallace juga mencatat interaksinya dengan penduduk lokal. Lebih dari sekali dia bahkan membuat semacam tafsiran etnografis dari penduduk yang tinggal di kepulauan terbesar di dunia ini. Sayangnya, dia sering melabeli ras manusia hanya karena melihat sekilas antau dari interaksi yg tidak lama. Yah, gimana lagi, fokus Wallace memang flora dan fauna Nusantara, bukan manusianya. 

Wallace melakukan perjalanan ke Nusantara setelah sebelumnya dia bepergian dan menjelajah Amazon. Maka beberapa kali kita akan menjumpai perbandingan antara kedua wilayah hutan hujan tropis ini. Tetapi secara keseluruhan, beberapa kali dia mengutarakan kalau penjelajahannya di Nusantara jauh lebih "menghasilkan". Selain mengumpulkan spesimen (dia mengumpulkan spesimen serangga dan burung, juga kumbang, dan orang hutan) dia juga mencatat berbagai jenis batuan,.mengamati bentuk geomorfologis pulau-pulau, juga makanan. Agak bercampur baur tapi untuk ukuran tahun 1800, apa yang dilakukan Wallace sudah sangat rapi, tertata, dan ilmiah. 

Wallace memulai bukunya dari penjelajahan di Semenanjung Malaya dan Singapura. Tempat yg tepat karena di sana lah gerbang masuk dari Kepulauan Rempah-Rempah. Tidak banyak hal baru di kedua tempat ini. Nusantara belum menyingkapkan diri yang sesungguhnya. Baru di Borneo, sang naturalis mendapati dunia tropis yang dicarinya. Sebagai warga Inggris, dia menjelajahi bagian Borneo yang diduduki Kerajaan Inggris yakni Sabah dan Sarawak. Di pulau besar ini dia mencatat banyak hal tentang suu Dayak, berburu dan mengamati orang utan (agak nyesek baca bagian dia pas menembak orabg utan meskipun tujuannya sebagai spesimen ilmiah), juga jatuh cinta pada buah durian. Wallace termasuk sedikit dari bule yang sangat menyukai semangka. Dalam tulisannya yang lain, dia juga berkata sangat jatuh cinta pada buah sukun. Naturalis emang beda ya. 

Jawa tentu mendapat perhatian Wallace, walau di pulau ini sepertinya dia hanya sekadar singgah. Banyak buku tentang Jawa telah ditulis (Raflles, Junghun, dan banyak lagi) jadi mungkin dia tidak menulis banyak ttg pulau ini. Satu yang dikaguminya dari Jawa adalah candi candi kuno dengan nilai seni yang tinggi. Jawa saat Wallace berkunjung ke sana pun sudah padat, tetapi fauna dan flora ya ternyata juga tidak kalah padat. Jawa saatbitu begitu didominasi Belanda, mungkin itu sebabnya dia tidak banyak menulis atau bertualang di sana. Di pulau Bali, sepertinya Wallace hanya mampir di bagian utara yang cenderung kering. Seandainya dia ke selatan sedikit, peson pulau ini mungkin akan melenakannya. Tapi Wallace pun memuji kebudayaan di pulau ini. 

Nusantara bagian barat ternyata tidak terlalu menyibukkan Wallace. Kemiripan tempat ini dengan wilayah Asia menjadikannya "mudah ditebak". Sebagaimana saat dia singgah di Sumatra, dengan catatan yang banyak tapi tidak melimpah. Tetapi beda kasusnya adegan Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Di kedua wilayah luas ini dia benar-benar terpukau dan mencatat begitu banyak hal. Bisa dibilang, kawasan ini menjadi fokus perhatian dan tulisannya. Dan ini yang saya suka karena kita berasa diajak jalan jalan ke wilayah Indonesia Timur yang baru akhir-akhir ini terkuak keindahannya. Wallace pernah ke Labuna Bajo, Flores, Kupang, hingga Timor. Dia lalu ke Kepulauan Aru dan Banda, sebelum menclok juga di Celebes atau Sulawesi. Menyimak penjelajahannya, serasa menonton jejak petualang yang sangat menyenangkan. 

Sulawesi menjadi pulau yang sangat berkesan. Selain sempat merasakan gempa besar, pulau ini juga menyajikan ragam flora yang berbeda antara barat dan timur Nusantara. Inilah yang memunculkan gagasan besarnya tentang celah geologis yang tidak hanya memisahkan daratan Asia dan Australia, melainkan juga fauna di kedua wilayah tersebut. Kita kini mengenalnya sebagai "Garis Wallacea". Dia menjelaskan dengan panjang lebar, kadang berulang ulang mengenai fakta ini. Bahwa proses geologis dan pembentukan permukaan bumi memiliki andil besar terhadap mahkluk hidup dan lingkungan. 

Penjelajahan paling menarik adalah ketika Wallace mengunjungi kepulauan Maluku, Aru, dan Banda, juga sedikit mampir di Papua. Bagian ini menyuguhkan petualangan samudra yang tak ada bandingannya. Wallace tidak hanya seorang naturalis, dia juga menunjukan dirinya sebagai penjelajah, perintis, sekaligus ilmuwan. Dia pandai memperbaiki kapal, jago berkelahi jika perlu, pandai berburu, pintar bernegosiasi dengan penduduk lokal, juga tidak sungkan blusukan keluar masuk hutan. Dalam sebuah perjalanan, kapal mereka sempat terdampar di sebuah pulau terpencil. Harus bertahan dengan minum air di tanah berlumpur dan memakan serangga. Benar-benar kayak Indiana Jones bertualang di kepulauan tropis. Tidak lupa dia juga menulis data data etnografis dari penduduk yang tinggal di pulau-pulau Indonesia Timur yang terpencil dan sepertinya jauh dari jangkauan pengaruh kolonialisme Belanda. 

Banyak yang membuat penasaran, seperti berapa banyak uang yang dibawa Wallace dan bagaimana dia bepergian dari satu pulau ke pulau lain dengan membaca serta semua awetan spesimennya itu. Hal lain adalah Wallace jarang atau sepertinya tidak banyak membahas hantu atau siluman penghuni hutan meskipun dia berulang kali masuk ke wilayah hutan liar sendirian. Ini yg sering jadi bahan pertanyaan, kenapa bule jarang kesurupan atau dilihatin penampakan saat mereka naik gunung atau masuk hutan. Mungkin karena pikiran logisnya, atau mungkin apa yang misteri bagi mereka adalah untuk dicari tahu, bukan malah ditakuti. Hal paling mengerikan menurut Wallace adalah binatang buas, juga serangga yang sempat membuatnya bengkak, demam hingga tidak bisa beraktivitas selama berbulan-bulan. 

Apa yang dilakukan Wallace adalah sebuah usaha perintisan dari penelitian paling awal tentang kepulauan Nusantara. Untuk ukuran tahun 1800an, apa yg dilakukannya adalah sesuatu yang luar biasa. Sebuah pengamatan dan pencatatan data data biologis, morfologis, geologis, bahkan etnografis dan sosiologis dari salah satu wilayah terindah di muka bumi: Kepulauan Nusantara. 


Tuesday, March 7, 2023

Ada Jawa dalam Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa

Judul: Perjalanan Mustahil Samiam

Penulis: Zaky Yamani

Editor: Karina Anjani

ISBN: 9786020648613

Halaman:361

Cetakan: Pertama-2021 

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Novel ini menarik karena ada (1) perjalanan, (2) sejarah, dan (3) Peta Orang Jawa. Perpaduan yang untuk sebuah kisah yang terjadi di Portugal pada sekitar tahun 1500-an.

Kisah dibuka dengan narasi Prof. Barend Hendrik van Laar, seorang pecinta buku kuno di Batavia tahun 1900. Dia tengah berburu buku-buku langka berisi  perjalanan seorang  pria bernama  Samiam Nogueira (dibaca Sang'iang yang lahir di Lisboa, Portugal) sekitar tahun 1513. Nama Samiam ini unik, sangat tidak lazim untuk nama seorang Eropa. Kisah kemudian berlanjut pada buku harian pertama (jilid 1--rencananya novel ini akan ada 3 jilid alias trilogi) yang ditulis Samiam. 

Samiam mengisahkah masa kecilnya yang dibesarkan sebagai anak dari pasangan nelayan di Lisboa, Portugal, sebelum kemudian menjadi pembantu seorang bangsawan. Ciri khas penulis ini, fakta dan narasi sejarah dibikin menarik dengan menambahkan plot yang dramatis dan mengaduk-aduk emosi pembaca. Si Samiam muda difitnah, dijebloskan ke penjara, sebelum akhirnya dia mengalami petualangan lintas samudra di dekat Pilar Herkules.

Selesai satu petualangan, datang lagi petualangan lain. Begitu hidupnya terasa mapan dan menetap, Samiam menemukan sebuah peta aneh yang konon adalah Peta Orang Jawa. Peta kuno itu mengusik rasa ingin tahunya, berbarengan dengan misteri bayangan hitam yang terus mengacaukan ketentraman hidupnya. Tidak hanya bayangan misterius, hidupnya yang tenang semakin kacau dengan hilangnya Bianca--calon istrinya. 

Masalah seolah tidak berhenti sampai di situ. Samiam diincar oleh pihak Kerajaan Portugal karena diduga terlibat intrik untuk mengulingkan Raja. Dari sini, Samiam menemukan fakta mengejutkan bahwa keluarga besarnya tidak hanya menyembunyikan asal-usul dirinya, tetapi juga terlibat dalam sebuah organisasi terlarang pecahan dari Ordo Ksatria Kuil. 

Dari sini, kita bisa menikmati perjalanan perdana Samiam ke arah timur, yang akan menjadi rentang perjalanan pertamanya. Dari Lisboa, Samiam menempuh perjalanan yang nyaris mustahil menuju Venesia yang saat itu menjadi pemasik rempah-rempah dari Timur Jauh menuju Eropa. Dalam perjalanan ini Samiam menyaksikan sendiri kebesaran kota-kota yang makmur karena perdagangan rempah-rempah, aneka intrik politik dan kekuasaan, hingga perbudakan yang mengerikan.

Dalam semua kebimbangan akibat apa yang dilihat dan dirasakannya, Samiam selalu berpegang pada arahan dari sosok bayangan hitam yang terus menghantuinya. Penuhi takdirmu, Nak! Penuhi takdirmu! Baca peta itu; Teruslah ke timur. Jangan ikuti petunjuk orang-orang, kau akan tersesat terlalu jauh. Ikuti hata hatimu, teruslah ke timur! Inilah yang menguatkan Samiam untuk terus meneruskan perjalannya yang sepertinya mustahil demi mencari tanah leluhurnya.

Hal paling mencuri perhatian dari novel ini tentu saja adalah keberadaan peta orang Jawa dalam sebuah kisah yang berlangsung di jantung Eropa tahun 1500. Sepotong info tentang nusantara kuno dalam buku ini membuat pembaca Indonesia terus menyimak kisahnya, hingga tanpa sadar telah larut dalam kehidupan Samiam yang penuh drama. Sosok Samiam sendiri sebenarnya bukan tokoh yang karakternya loveable. Karakternya cenderung lemah hati, tidak terhitung berapa kali dia ditolong orang lain. Tetapi ada satu kualitas positif dalam dirinya: mau menulis.

Dengan menuliskan jurnal hidupnya, Samiam telah memunculkan sebuah kisah dari abad ke-16 untuk dinikmati pembaca. Tulisan yang tidak hanya menjadi pengingat dan penenang bagi jiwanya saat sedang riuh dan rapuh, tetapi juga menjadi gambaran historis bagi pembaca modern tentang hiruk pikuk pusat-pusat perniagaan dunia di tahun 1500-an. Ini memang perjalanan yang mustahil kelihatannya, tetapi para pembaca sudah siap untuk menemani Samiam menemukan tanah leluhurnya lewat kisah-kisah yang akan dikisahkannya di buku kedua dan ketiga. 

"Kita manusia, Samiam, jangan sampai berlaku bodoh dan biadab terhadap manusia lain." (Hlm. 243)


Thursday, March 2, 2023

Tunas Ibu, Kumpulan Cerpen "Sastra Fantasi"

Judul: Tunas Ibu

Pengarang: Yudhi Herwibowo

Tebal: 178 hlm

Terbit: Maret 2023

Penerbit: Indonesia Tera



 “Di Tunas Ibu, ada semacam kebebasan, keliaran, ketidakpedulian.” (Yudhi Herwibowo)

Jika sering atau sudah cukup banyak membaca karya-karya mas Yudhi, cerpen-cerpen di Tunas Ibu memang bisa dibilang agak "terlalu bebas". Kisah-kisahnya sedikt meluas dari pola yang selama ini digunakan mas Yudhi, tapi tetap ajaib. Imajinasinya menabrak logika tetapi entah bagaimana tetap bisa diterima. Gagasan dan idenya sederhana tetapi mampu memunculkan apa yang sebelumnya ada menjadi tidak ada. Dan, meskipun berbeda-beda dan ditulis dalam waktu yang berlainan tetapi rasanya kisah-kisah di buku ini terasa serupa (tapi tidak membosankan saat dibaca).

Kumcer "Tunas Ibu" diterbitkan oleh Indonesia tera dan berisi 9 cerpen karya Mas Yudhi yg pernah diterbitkan di berbagai media massa dan 4 cerpen yang belum pernah diterbitkan. Ini adalah kisah-kisah sederhana tetapi menjadi tidak sederhana ketika imajinasi membubuhkan banyak keajaiban di dalamnya. Khasnya mas Yudhi, memakai banyak elemen alam dan tumbuhan dlm judulnya.



1. Pohon Emas

Sebuah pohon berwarna keemasan tumbuh di sebuah hutan dan menjadi keajaiban bagi banyak orang. Tetapi sebagaimana banyak hal lain, keajaiban pun kadang masih kalah oleh kekuatan pemilik modal dan uang dan kuasa. Namun, kita harus terus yakin bahwa keajaiban akan selalu ada, lagi dan lagi


2. Si Penebar Pasir si Pemanggil Hujan

Kita tidak pernah bisa mengelak dari garis takdir, dan mungkin kita memang paling baik ada di garis takdir yg saat ini. Semua orang berjuang dengan takdirnya masing-masing. Apa yg kita pikir luar biasa, siapa tahu adalah luka bagi yg lain. Pengarang mengisahkan dengan pahit kebenaran ini.


3. Seribu Peri

Masih sama magisnya dengan dua cerpen pertama. Apa yang kita kira hanya kisah khayalan selalu bisa jadi cerita yang menghanyutkan di tangan pengarang yang satu ini. Pesan penulis: Hati-hati dengan apa yang kita inginkan, siapa yang tahu itu bakal menjelma nyata.


4. Bocah Gerimis

Mirip cerpen kedua, tapi yang dipanggil gerimis (bisa hujan juga kadang). Suasana yang dibangun masih serupa: melankonis seperti hari mendung dan gerimis.

"tak pernah ada berkah diberikan secara terus-menerus bukan?" (hlm. 42)


5. Resensi Minggu Ini: Sebuah Buku yang Seharusnya Tidak Ditulis

Ketika ulasan buku pun bisa menjadi sebuah cerita tentang buku yang mengajarkan betapa kebaikan seringkali tak berbalas kebaikan juga. Mungkin maksud cerpen ini: berbuat baiklah kpd orang lain tapi sewajarnya saja


6. Tunas Ibu

Sebuah tunas ajaib di hutan menjadi incaran anak-anak yg butuh kasih sayang. Pohon itu memang memeluk dan melindungi, tp juga menekan. Mungkin, musnah adalah lebih baik ketimbang terus ditindas. Sebuah gambaran sendu ttg nasib mereka yg telantar. Gelap cerpen ini, ampun deh.


7. Pohon Api di Padang Brassa

Ritual agama memang berbeda-beda, tetapi kebaikan seharusnya sama hakikatnya di hadapan Tuhan dan juga kemanusiaan. Jangan sampai akibat dari ekspresi beragama yg berlebih-lebihan, kita jadi melupakan kemanusiaan, menindas yg liyan, juga lupa pd fakta bahwa manusia diciptakan beragam dan berbeda beda keyakinan. Cerpen ini dengan bagus sekali menggambarkannya.


8. Juru Masak Air Mata

Apa rahasia masakan paling enak? Menjadi bahagia dan membahagiakan orang lain.


9. Dewi Duri

Salah satu penceritaan terbaik dan paling indah tentang asal usul bunga mawar. Cerpen ini menjadi salah satu pemenang lomba cerpen mitologi Ivet


10. Kursus Menggunakan Gunting

Bagaimana perihal menggunakan gunting saja perlu ada kursusnya? Hal remeh dan tak terpikirkan gini mampu diolah jadi cerita yang menghanyutkan. Keren sih, hal-hal simpel ternyata bisa jadi panjang dan bercerita. Ini mas Yudhi dapat ide dari mana ya kok bisa nemu aja.


11. 30 Cerita tentang Jendela di Bukit Tidur

Sebuah jendela berdiri di Bukit Tidur, sisa dari rumah besar yg roboh kena badai bertahun lalu. Menggunakan tekni penceritaan unik. Tapi hati-hati, ada jebakan kecil di dalamnya. Bukti betapa pikiran pun bisa terlena oleh cerita


12. Hal-Hal Kecil yang Terjadi Saat Aku Memutuskan B*n*h D*R*

Pernah nggak sih membayangkan, segala sesuatu mendadak bergerak lambat dan terlihat begitu jelas menjelang penghujung usia. Ini asli temanya muram dan dark semua cerpen-cerpennya hiks, tp muram yang estetik gitu


13. Pohon Tuhan

Kisah pamungkas yang berdarah-darah, tapi banyak keajaiban di dalamnya--sebagaimana cerpen-cerpen lain di buku ini. Sebuah pohon ajaib tumbuh melayang beberapa cm di atas permukaan tanah. Pohon yang lalu dianggap mukjizat ini justru menyebabkan terjadinya pertumpahan darah. Apakah itu keajaiban dan mukjizat jika darah jadi tertumpah karenanya?

Dalam tiga kata untuk kumcer ini: ALAM, AJAIB, dan DARK . Kisah-kisah di buku ini walau muram tapi terasa menyegarkan. Jenis buku yg menggambarkan dgn tepat bahwa memang ada keajaiban di ujung-ujung jari para cerpenis. Inilah salah satu "mukjizat" yang mungkin diturunkan Tuhan di dunia modern.