Search This Blog

Showing posts with label menulis. Show all posts
Showing posts with label menulis. Show all posts

Friday, August 4, 2017

Menguak Proses Kreatif 14 Pengarang Indonesia




Selalu menyenangkan menyimak pengalaman hidup para pengarang yang turut menjadikan mereka seperti sekarang. Dari pengalaman-pengalaman mereka, kita sebagai pembaca bisa belajar banyak tentang menulis, tentang proses kreatif mereka dalam berkarya, dan sesekali juga tentang kehidupan. Dari sekian cerita, kita jadi tahu bahwa para pengarang yang kini masyur namanya dulunya pernah manusia biasa juga. Bahkan, sejatinya pun saat ini mereka adalah manusia biasa seperti semua kita. Hanya pengalaman dan perjuangan mereka dalam menulis itulah yang kemudian mengangkat nama mereka. Para pengarang tersebut menuliskan karya-karya yang lalu menjadikan kehidupan mereka bermakna karena telah turut menyumbangkan ragam tulisan istimewa dalam khasanah sastra bangsa.

Mungkin, karena terdorong oleh keinginan untuk memperkenalkan sekaligus mengabadikan proses kreatif para pengarang inilah, Pamusuk Erneste (yang buku editing karyanya masih menjadi kitab pegangan saya dalam bekerja) berinisiatif untuk mengundang para pengarang Indonesia menuliskan pengalaman mengarangnya. Melalui email, beliau menyurati satu per satu pengarang yang terkenal atau mulai melejit namanya pada era 80-an. Email balasan ternyata berdatangan. Para pengarang lokal seolah menyambut hangat inisiatif istimewa ini sehingga terkumpul belasan artikel, esai, dan narasi tentang proses mengarang para pengarang ini. Kumpulan tulisan inilah yang kemudian diterbitkan dalam empat buku berseri oleh Kepustakaan Populer Gramedia dalam seri #Proses Kreatif #4: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang. Sayang sekali di Scoop hanya ada seri #4, saya masih berusaha mencari versi cetak dari seri #1 hingga seri #3.

Dalam pengantarnya untuk seri #4 ini, Pamusuk Erneste menyebut bahwa “menulis karya fksi tidak bisa diajarkan, tapi bisa dipelajari. Karena itulah tiap sastrawan memiliki kekhasan dalam proses kreatifnya.” Sebagai pembaca yang ingin juga menulis, kita perlu mengetahui bagaimana setiap pengarang memproses kreativitasnya sehingga menghasilkan tulisan yang dibaca jutaan pembaca. Ada pengarang yang menulis berdasarkan peristiwa yang dilihatnya, seperti Seno Gumira Ajidarma. Ada yang kekhasan tulisannya muncul karena kondisi di mana dia tinggal, seperti Ahmad Tohari. Ada pengarang yang begitu terkagum-kagum pada bahasa sebagai alat komunikasi sehingga dia menggunakan bahasa sebagai ‘senjata’ dalam menulis karya, seperti Montinggo Busye. Ada lagi pengarang yang sedemikian takluk pada  pesona benda-benda di sekitarnya sehingga benda-benda itu menjadi ruh dalam karyanya, seperti kita lihat pada puisi-puisi Afrizal Malna.

Ada 14 penulis yang berbagi proses keratif mereka di buku ini. Mereka adalah Ayu Utami, D. Zawawi Imron, Akhudiat, Motinggo Busye, Piek Ardijanto Soeprijadi, Aoh K. Hadimadja, Herlino Soleman , Acep Zamzam Noor, Seno Gumira Ajidarma, Afrizal Malna, Darman Moenir, Ahmad Tohari, Upita Agustine, dan Ngurah Parsu. Beberapa pengarang sudah sata baca karyanya  (Ayu Utami, Ahmad Tohari, dan Seno Gumira Ajidarma), ada yang saya belum pernah baca karyanya tapi pernah mendengar namanya (Afrizal Malna dan Zawawi Imron), dan banyak yang baru saya dengar namanya #duhmaaf. Masing-masing bercerita tentang bagaimana mereka berproses dalam menulis lewat caranya masing-masing. Saya terutama suka sekali dengan gaya Motinggo Busye dalam berkisah. Bahkan sejak judulnya, pengarang ini sudah menunjukkan kenyentrikkannya “Motinggi Disayang Tuhan, Sekaligus Disayang Setan? Milik Seno menurut saya yang paling sedikit “datar” karena beliau lebih seperti menulis cerpen ketimbang berbagi pengalaman, tapi tetap bisa diambil ilmunya. 

Secara khusus, Ayu Utami menyoroti tentang nasib sebuah karya setelah tulisan itu dilempar ke ranah pembaca.  Barangkali, penulis tidak akan bisa berbuat banyak ketika karya  itu lalu dipuja atau malah dihujat para pembacanya. Saat itulah berlaku ungkapan Barthez bahwa pengarang sudah mati. Namun, saat proses penciptaan sebuah karya, penulis mau tidak mau harus tunduk pada karyanya setidaknya hingga karya itu selesai dituliskan. Ada juga Herlino Soleman yang menyebut menulis sebagai bekerja keras yang mengasyikkan. Afrizal Malna menegaskan vitalnya peran benda dan lingkungan sekitar dalam berkarya. “Setiap hal yang hadir dalam puisi, entah benda atau seseorang, ikut menentukan jalannya puisi. Artinya, mereka sebenarnya telah ikut menulis puisi bersama saya. Puisi ditulis bersama mereka. Bersama orang lain. Mustahil menulis puisi seorang diri.” (hlm. 75)

Seperti banyak hal lain, para pengarang di buku ini menunjukkan betapa mengarang adalah proses yang tidak bisa berdiri sendiri. Setiap pengalaman, peristiwa, hingga benda-benda akan turut mempengaruhi para pengarang dalam berkarya. Selain itu, di buku ini saya juga menemukan pembuktian dari ucapan Motinggo Busye, bahwa ‘Tak ada pengarang yang bisa jadi pengarang tanpa membaca buku.’ Seluruh pengarang di buku ini (dan juga di banyak buku lain yang saya baca) adalah para pembaca yang rakus di masa kecilnya. Dari proses membaca inilah kemudian bibit-bibit menulis itu tumbuh dan kemudian berkembang. Bahkan para penyair yang pengalamannya begitu mendominasi buku ini juga menunjukkan gelagat kecintaan yang luar biasa kepada buku dan membaca di masa kecil mereka. Sekali lagi, memang benar sebuah ungkapan yang berbunyi bahwa para penulis yang baik adalah juga para pembaca buku yang baik. 


Judul: Mengapa dan Bagaimana Saya Mengarang
 (Proses Kreatif, #4)
Penyusun: Pamusuk Eneste (Editor), Ayu Utami, D. Zawawi Imron, Akhudiat, Motinggo Busye, Piek Ardijanto Soeprijadi, Aoh K. Hadimadja, Herlino Soleman , Acep Zamzam Noor, Seno Gumira Ajidarma, Afrizal Malna, Darman Moenir, Ahmad Tohari, Upita Agustine, dan Ngurah Parsua

Penerbit: KPG, 2009, 270 hlm




Thursday, August 18, 2016

Mengenalkan Dunia Menulis Sejak Dini

Judul: Nulis itu Gampang
Penulis: Rien DJ
Penyunting: Ayu Wulan
Sampul: Andhi Rasydan
Cetakan: 1, November 2015
Tebal: 144 hlm
Penerbit: Indiva Media Kreasi


27870167

Buku ini untuk kalian yang mencintai kata
Kalian yang ingin mengikuti tradisi para ulama
Kalian yang ingin berbagi kebaikan dengan tulisan
Kalian yang ingin menginspirasi pembaca
Kalian yang ingin mengubah dunia dengan kata-kata. (hlm. 3)

Saat ini, kita bisa dengan mudah menemukan berbagai buku panduan menulis di pasaran. Mulai dari panduan menulis untuk pemula hingga buku mudah menulis fiksi, semua ada. Pembaca Indonesia saat ini benar-benar memiliki beragam pilihan judul buku dalam hampir semua tema, termasuk dalam menulis. Sayangnya, buku menulis yang khusus ditulis bagi anak-anak masih sangat jarang. Setahu saya, baru ada satu buku dengan tema ini yang digarap dengan cukup bagus, yakni Teknik Menilis Cerita Anak karya Titik W.S dkk (2003) yang diterbitkan Pink Books bekerja sama dengan Pusbuk. Karena itu, ketika Mbak Rien DJ
menerbitkan buku terbarunya ini, saya langsung pesan. Walau kenyataannya, saya baru benar-benar mendapatkan buku bagus ini hampir setahun kemudian. Saya membeli buku ini  langsung ke penulisnya setelah berbulan-bulan lupa terus setiap kali mau beli ini buku di TM. 


Wednesday, August 3, 2016

Haruki Murakami tentang Menulis dan Berlari

Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Ellnovianty Nine Sjarif dan A. Fitriyanti
Editor: A. Fitriyanti
Cetakan: Kedua, April 2016
Tebal: 198 hlm
Penerbit: Bentang Pustaka 

29918612

“Rasa sakit itu tak terelakkan. Tapi penderitaan adalah pilihan.”

Penulis dan atlet, dua profesi yang sangat berbeda jauh ini dapat kita temukan dalam seorang Haruki Murakami, seorang penulis kontemporer dari Jepang yang paling populer saat ini. Tidak hanya berlari, Murakami bahkan memilih lari marathon sebagai olah raga pilihannya. Dia mengaku, hampir setiap hari dia menyempatkan untuk berlari. Penulis ini hanya mengambil jeda satu hari libur lari setiap pekannya. Saat hendak mengikuti perlombaan marathon, Murakami bahkan latihan lari hingga sejauh minimal 60 km setiap harinya. Lari sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari penulis seri IQ84 dan Norwegian Wood ini. Apa yang membuatnya jatuh cinta pada olahraga berlari? Banyak hal. Salah satunya, Murakami memilih berlari sebagai cara untuk melarikan diri dari rasa kesepian yang sering menyerang para penulis. Bagi para penulis, kesepian ibarat pisau bermata dua, bermanfaat sekaligus dapat membahayakan. Situasi hening dalam kesendirian sangat mendukung proses kreatif menulis (karena itu penulis sering identik dengan menyepi). Namun, kesendirian yang terlampau besar dan lama dapat membuat manusia tertekan dan hancur. Kesendirian, kata Murakami, telah melindungi sekaligus melukainya dari dalam.

"Aku menyadari bahaya itu--kemungkinan karena aku pernah mengalaminya--dan karena itulah aku tetap membuat diriku bergerak secara rutin .... Selain itu, rutin bergerak juga membuatku mampu menempatkan kesepian itu dalam perspektif yang lebihh jelas." (hlm. 25)

Friday, March 4, 2016

Inilah Esai

Judul Buku: Inilah Esai (Tangkas Menulis Bersama Para Pesohor)
Penyusun: Muhidin M. Dahlan
Cetakan: 1, Februari 2016
Tata Sampul: Jaqueleto
Tata Isi: TamanAir
Penerbit: I:BOEKOE
Distributor: @warungarsip



                “Jelas bahwa membaca dan hidup itu dengan demikian adalah bagian dari dunia yang satu. Hidup dan buku sama-sama mengajari kita.” (hlm 175)

Inilah esai, lewat buku inilah esai hendak unjuk gigi setelah sekian lama (mungkin) terpinggirkan di antara jenis-jenis tulisan lain yang lebih populer. Muhidin M Dahlan, yang bersama Indonesia Buku-nya begitu giat dan gigih merawat serakan remah-remah literasi yang selama ini banyak terabaikan dalam media surat kabar, mungkin membikin buku ini sebagai semacam persembahan teristimewa untuk para esais dan karyanya, yang selama ini banyak luput dari perhatian pembaca karena formatnya yang dirasa ‘terlalu serius’ sehingga sering kali dilewati begitu saja oleh kaum pembaca kekinian yang sibuk berburu cerpen Minggu atau artikel ‘kosmopolitan’ dalam media-media massa harian, mingguan, atau bulanan.

                “… bahwa cara terbaik untuk membaca adalah dengan (juga) menulis. Dengan menulis seseorang mencoba sendiri bereksperimen dengan bahaya kata-kata dan kesukarannya.” (hlm. 154)

Thursday, February 11, 2016

Aku Bisa Nulis Fiksi

Judul: Aku Bisa Nulis Fiksi
Penyusun: Joni Ariadinata
Penyunting: Addin Negara
Tebal:456 hlm
Cetakan:1, Januari 2016
Penerbit: DIVA Press



“Maka, di mana pun tempatnya, menulis akan senantiasa bergandengan tangan erat dengan membaca. Mustahil bisa menulis tanpa kesukaan membaca.” (hlm. 41)

Buku tebal dengan berbagai pengetahuan istimewa tentang menulis fiksi (terutama cerpen) di dalamnya. Pembahasannya simpel, tidak kebanyakan teori, dan nyata benar ditulis oleh seorang pakar di bidangnya. Mas Joni mengulas beragam teori sastra langsung dengan menghadirkan contoh-contohnya sehingga membaca buku ini tidak membosankan. Terutama, karena gaya penulisan mas Joni yang seperti sedang mengajak para pembaca (muda) untuk mengobrolkan sehingga membaca buku tebal ini nyaman sekali. Walau bertindak sebagai guru menulis, sama sekali tidak ada kesan menggurui. Yang ada, saya terus-terusan manggut-manggut menyimak pemaparan penulis serta menempelkan sticky notes untuk menandai bagian-bagian penting dalam buku ini (yang ternyata banyak sekali). Saya juga baru tahu, ternyata ada cerita pendek yang bisa ‘bernyanyi’ dari buku ini—juga bagaimana cara menulis sebuah cerita pendek yang bernyanyi. Keren!

Thursday, December 18, 2014

The Somplak Life

Judul : the Somplak Life
Pengarang : Ayra
Penyunting : Rezka
Sampul : Aan_Retiree
Cetakan: 1, November 2014
Tebal : 184 hlm
Penerbit : DIVA Press

23587953


“Menulis itu bukan apa, kenapa, atau siapa, tapi masalah komitmen diri sendiri akan apa yang ingin diraih.” (hlm 154)

Perkenalkan Ayra, 20 tahun, mahasiswi kedokteran gigi di salah satu perguruan tinggi swasta di Bali, jomblo 2 tahun, penulis yang puluhan naskahnya ditolak oleh penerbit, dan menderita somplak tahap akut. Gadis biasa yang sangat menyukai drama Korea ini mengaku sebagai pribadi yang luar biasa, pribadi yang ceplas-ceplos serta apa adanya, namun juga berotak cerdas, ibadah jarang bolong, dan cerdas. Sebagai seorang ketua BEM (saya masih sulit membayangkan tampang seorang ketua BEM kampus dengan sifat somplak seperti Ayra ini), dia juga tegas saat memimpin rapat. Sepertinya, Ayra memiliki seluruh karakter tak sempurna yang diharapkan dicintai oleh para pembaca muda di era modern ini, karakter biasa dengan kualitas yang diam-diam luar biasa. Berkebalikan dengan drama Korea yang sering dia tonton, di mana pria sempurna jatuh hati kepada gadis biasa, Ayra sadar betul bahwa dirinya jomblo karena dirinya tidak cantik atau pandai berdandan. Tapi, Ayra tidak ambil pusing dan tetap maju dengan hidupnya. Alih-alih mengasihani diri sendiri, dia dengan bangga berkata:

“Hidup, kan, nggak kayak di drama Korea favorit gue, di mana cowok sempurna selalu jatuh cinta sama cewek biasa. Tapi, masalahnya gue kan nggak biasa. Gue luar biasa." (hlm 16)

Tapi, ada satu hal yang membuat Ayra dan novel ini berbeda dibanding karya-karya teenlit lainnya. Meskipun sama-sama berkisah tentang anak muda yang jomblo alias tunas asmara, Ayra masih memiliki cerita lain untuk dia bagikan, yakni tentang menulis. Sebagaimana telah disinggung di muka, Ayra adalah seorang penulis gagal yang puluhan naskahnya telah ditolak oleh banyak penerbit. Tidak ada satupun yang diterima, dengan revisi sekalipun. Dari awal membaca novel ini, pembaca sudah disuguhi oleh surat penolakan naskah dari penerbit, yang pasti sudah akrab bagi para penulis dan calon penulis. Bagi Ayra, naskahnya sama dengan dirinya yang masih jomblo, yakni sama-sama belum menemukan jodohnya. Nah, bagian menulis inilah yang unik dari novel somplak ini. Ayra tetap berjuang dan ceria meskipun naskahnya terus menerus ditolak.

“Hidup adalah pilihan dengan segala risikonya. “ (hlm 142)

Kualitas inilah yang menjadikan The Somplak Life sebuah novel remaja yang tidak biasa. Selain mengangkat tema cinta dan persahabatan, pembaca juga akan disuguhi dengan banyak sekali kalimat motivasi tentang menulis. Namun, hal ini tidak kemudian membuat novel ini kehilangan gregetnya sebagai sebuah cerita. Karena pada dasarnya, sebuah novel adalah bercerita dan bukan berceramah. Jadi, tenang saja. Pembaca masih tetap bisa menikmati kisah somplak Ayra dan kawan-kawannya (yang benar-benar diceritakan dengan sangat lucu dan khas anak muda) sekaligus mendapatkan banyak kalimat-kalimat penyemangat untuk menulis yang mungkin klise tetapi masih manjur untuk diterapkan, salah satunya tentang writer’s block yang merupakan momok utama bagi para penulis.

“Writer’s block syndrome itu memang ada. Tapi hanya berlaku buat mereka yang bergantung sama mood dalam menulis. Menurutku pribadi, Ay, mood itu nggak seharusnya jadi acuan utama dalam melakukan pekerjaan apapun, baik menulis atau lain hal. “ (Hlm 153)

Sambil menikmati kehidupan Ayra sebagai mahasiswi dokter gigi, pembaca juga akan menemukan kisah-kisah cinta Ayra di masa lalu. Juga, cowok-cowok keren yang berusaha mendekatinya. Khas kisah anak muda, pembaca juga akan menjumpai penggalauan si tokoh, adegan jatuh cinta, masa-masa ketika jantung dag-dig-dug tak karuan, dan elemen-elemen kisah remaja lainnya. Ini membuat The Somplak Life masih nikmat untuk dibaca. Dengan kata lain, meskipun menyisipkan pesan-pesan yang agak banyak mengenai dunia tulis-menulis, novel ini tidak kehilangan warnanya sebagai sebuah karya cerita. Ini adalah cara yang unik sekaligus baru untuk mengajak pembaca agar tidak pantang menyerah saat menulis. Sebuah perpaduan antara novel dengan buku tentang teknik menulis, unik bukan?

"Gue belum jadi siapa-siapa di dunia tulis-menulis. Tapi, gue yakin, (suatu) hari nanti gue bisa jadi penulis beken yang nggak sekadar ngetik naskah, kirim, terus terima royalty. Gue pengen jadi penulis yang menginspirasi dan melahirkan karya yang bicara, bukan sekadar buku bacaan yang habis dibaca, ditelantarkan begitu saja.” (hlm 61)

Bagi pembaca yang menginginkan membaca novel teenlit yang beda, yang tetap lucu namun juga bermutu, The Somplak Life dapat menjadi pilihan buku yang tepat untuk dibaca.