Search This Blog

Showing posts with label komik. Show all posts
Showing posts with label komik. Show all posts

Friday, June 9, 2017

Komik di Indonesia dalam Pandangan seorang Pembaca

Judul: Buah Terlarang dan Cinta Morina
Penyusun: Anton Kurnia

Editor : Gunawan Tri Atmodjo 
Cetakan: Pertama, Juni 2017
Tebal: 228 hlm
Penerbit: Basabasi





Agak bersalah juga menyelesaikan membaca buku ini di jam kerja. Tetapi, hari Kamis (8/6) kemarin terjadi pemadaman listrik dengan jangka waktu yang tidak tanggung: 6 jam. Dan, karena mau sortir buku juga nggak jago, jadi daripada rumpi (haus sih jadi lagi ngindarin rumpi) saya bertekad menyelesaikan membaca buku ini. Hasilnya tidak mengecewakan. Buku ini memberikan kepada pembacanya banyak informasi menarik terkait dunia komik di Indonesia. Atau, mungkin lebih tepatnya, memandang dunia komik Indonesia dari sudut pandang pembaca. Bagi pecinta komik, buku ini akan jadi pemandu istimewa untuk lebih mengenal perkembangan komik lokal. Sedangkan bagi peminat sejarah dan pembaca pada umumnya, buku ini adalah jenis buku unik yang jarang ditemukan ragamnya di pasaran. kemudian, tentang anggapan bahwa membaca komik itu tidak berguna. Penulis menjawabnya lewat buku ini.

Ada beberapa hal besar tentang komik yang dibahas di buku ini. Pertama sejarah perkembangan komik di Indonesia, terutama di Bandung. Dulu, ternyata ada toko buku Maranantha  yang menjadi saksi kejayaan komik lokal tahun 1950 hingga 1980-an. Toko ini juga melayani percetakan serta penerbitan komik-komik karya komikus lokal yang kondang kala itu, diantaranya Koo Ping Hoo dan RA Kosasih.  Keren ya seandainya toko ini masih ada, dan ternyata memang masih ada sodara-sodara. Sayangnya, toko legendaris ini kini menyusut menjadi semakin kecil, dan dibuka hanya untuk mengisi waktu pemiliknya—bukan karena banyak yang masih cari komik terbitan lawas. Menarik juga mengetahui bahwa saat jaya-jayanya dulu, komik terbitan toko ini tidak hanya dipajang di toko buku tetapi juga dijual oleh para pedagang eceran biasa. Luar biasa, seandainya saja hal yang sama masih terjadi saat ini. Ini bukti bahwa masyarakat Indonesia ternyata juga suka baca.

Hal kedua yang dibahas di buku ini tentu saja adalah para komikus lokal yang pernah merajai serta menggerakkan  dunia perkomikan Indonesia. Untuk urusan ini, RA Kosasih menjadi jawaranya lewat seri komik Ramayana dan Mahabarata tetapi dengan rasa Indonesia. Bisa dibilang, komik inilah salah satu yang bisa mendekatkan para pembaca Indonesia dengan kisah pewayangan. Selain itu,  beliau ternyata juga pernah membuat komik superhero perempuan berjudul Sri Asih yang mungkin terinspirasi oleh Wonder  Woman. Tentu, selain itu, kita masih ingat bahwa negeri ini juga pernah menghasilkan komikus-komikus yang memproduksi seri superhero warna lokal seperti Gundala Putra Petir dan Laba-Laba Merah. Fakta unik lainnya, komik Deni Manusia Ikan ternyata adalah terjemahan dari komik luar negeri yang aslinya berjudul Denizen of the Deep. Komik ini sudah sulit didapatkan di pasaran saat ini.

Bicara tentang komik di Indonesia, tentu tidak bisa dilepaskan dari serian Tintin karya Herge. Sebagaimana kebanyakan pecinta buku lain di Indonesia, penulis rupanya memiliki kenangan khusus terhadap seri ini sehingga satu bagian di buku ini dipersembahkan untuk wartawan pemberani ini. Walau banyak hal tentang Tintin yang dikisahkan ulang, tetapi banyak informasi baru juga yang bisa kita dapatkan. Di antaranya, bandara yang digunakan untuk pendaratan pesawat Tintin dalam seri Penerbangan 714 adalah Bandara Kemayoran,  bukan Halim PK. Indonesia juga  adalah negara satu-satunya di Asia Tenggara yang oleh Herge dipilih sebagai setting komik Tintin. Ada lagi satu informasi menarik terkait rahasia Tintin yang tampak selalu muda. Konon, ada profesor dari Eropa yang menyebut bahwa rahasia awet muda Tintin adalah karena dia sering tidak sadarkan diri akibat trauma di kepala. Ya, memang sih dalam kebanyakan kisah Tintin, dia sering sekali dipukul kepalanya sampai pingsan. Trauma di kepala ini yang bikin hormon pertumbuhan berhenti berproduksi. Ada-ada saja ya, eh tapi siapa tahu?

Satu hal menarik lain terkait perkembangan komik nusantara, konon ada penerbit lain di Indonesia yang telah menerbitkan Tintin sebelum penerbit Indira. Konon, hanya beberapa kolektor saja yang memiliki buku cetak Tintin berbahasa Indonesia sebelum diterbitkan Indira. Tetapi, sampai sekarang, belum ada yang benar-benar bisa menunjukkan keberadaan buku tersebut. Misterius ya? Ada juga kisah tentang komik terbitan penerbit kecil di Sumatra Utara yang telah terlebih dahulu menggunakan istilah novel grafis jauh sebelum istilah ini pertama kali muncul dan digunakan di  Amerika Serikat pada tahun 1970-an. Penulis menyertakan foto sampul komik bergambar pertama ini di buku ini. Yang saya  bolak-balik dan putar-putar untuk berusaha menyerap unsur kekunoannya *kurang kerjaan*. Sayangnya, penulis sedikit sekali mengulas tentang fenomena komik manga  yang mewarnai dunia komik Indonesia mulai tahun 1990-an. Tetap saja, buku ini sangat penting dimiliki dan dibaca untuk menambah pengetahuan seputar perkembangan dunia komik di Indonesia.

Wednesday, February 25, 2015

Gepeng Undercover (Komik Parodi Gelandangan dan Pengemis Masa Kini)

Judul : Gepeng Undercover (Komik Parodi Gelandangan dan Pengemis Masa Kini)
Komikus : Gino Kasyanto
Penyunting : Zulfa Simatur dan Fitria Pratiwi
Penyunting Grafis : R. Nuruli KWM
Sampul: Gino Kasyanto dan R. Nuruli KWM
Cetakan: Pertama, 2014. 100 hlm
Penerbit : Visimedia


 24737393


Komik Gepeng Undercover adalah salah satu dari seri komik sosial atau sosmic yang diterbitkan oleh Visimedia. Seri ini berupaya mengangkat tema-tema sosial di sekitar kita dalam bingkai panel-panel humor. Sebelum komik ini, saya sudah membaca seri Kolantas (Koplak Berlalu Lintas) yang memotret fenomena kesadaran berlalu lintas di negara kita (terutama di Jakarta) yang masih acak kadut. Sebagaimana seri pertama, buku ini masih memotret salah satu hal memprihatinkan di negara kita, yakni keberadaan kaum gepeng alias gelandangan dan pengemis sebagai kaum yang paling termarginalkan dalam strata masyarakat di perkotaan. Ada empat jenis gepeng yang coba dipotret lewat komik dalam buku ini, yakni pemulung, pengamen, preman, dan anak-anak jalanan.

Empat golongan gepeng ini mungkin menerbitkan rasa iba saat kita melihatnya, namun dalam buku ini, si komikus menggunakan teknik lain dalam menggambarkan kehidupan mereka. Alih-alih iba, kita kadang dibuat jengkel oleh ulah mereka. Pernah kan makan di luar trus rombongan pengamen datang tanpa henti? Makannya mungkin cuma habis Rp15.000 tapi ngasih receh ke pengemis bisa deh dapat Rp10.000. Atau, sering kali kejadian seperti yang digambarkan pada panel-panel di halaman 6 dan 7, ketika pengemis yang kita beri uang ternyata bisa jadi sebenarnya lebih kaya daripada kita. Tidaaakkkkk!

Fenomena gepeng memang tidak bisa dilepaskan dari arus urbanisasi. Minimnya lapangan pekerjaan dan sempitnya lahan membuat orang-orang desa pindah ke kota dengan bekal seadanya, tentu mereka hanya bisa bekerja seadanya. Iming-iming ibukota dengan berbagai lapangan pekerjaan yang ditawarkan membuat orang-orang desa tergoda, setiap habis lebaran mereka berbondong-bondong ke kota walaupun mereka minim ketrampilan dan hanya punya sedikit pengetahuan. Akibatnya, mereka terpaksa mengemis sekadar untuk bisa bertahan hidup. Biarlah jadi pengamen atau pemulung, asal kerja kata mereka. Siklus ini digambarkan dengan kocak sekali di Gepeng Undercover ini.

Menjadi pengemis bahkan sudah dianggap sebagai pekerjaan. Seperti digambarkan di halaman 8 – 9 dan 16 – 17, sejumlah orang berangkat pagi pulang sore dengan memakai pakaian bagus. Kemudian, sampai di suatu titik, mereka akan bersalin dengan busana compang-camping, kaki sengaja diperban, menggunakan kaca mata hitam, membawa kaleng atau mangkuk rombeng, untuk kemudian duduk di suatu spot strategis di pinggir jalan untuk menarik iba dan rasa kasihan. Receh demi receh mereka kumpulkan. Mungkin sepele, hanya lima ratus perak, tapi coba bayangkan seandainya dalam sehari saja ada 100 orang yang memberi. Minimal mereka sudah bisa mengantongi Rp50.000 sehari hanya dengan duduk dan menunjukkan raut iba. Bisa dibilang, omset dari bisnis mengemis ini lumayan tinggi. Tidak heran jika ada kantor khusus yang menyewakan peralatan mengemis ini (hlm 30 – 31)

Ada begitu banyak fenomena gembel yang dipanelkan dalam komik ini. Hanya saja, beberapa panel seperti tidak terlalu berhubungan dengan dunia gembel, seperti gembel yang diculik UFO serta edisi calon mertua (halaman 62 – 63). Beberapa judul sepertinya dipaksakan masuk, dengan embel-embel baju rombeng meskipun secara cerita bukan termasuk gepeng. Namun, kepiawaian komikus dalam bercerita dan menghidupkan panel malah menjadikan cerita-cerita tersebut selingan yang kocak, paling tidak bisa membuat kedua sudut bibir terangkat sejenak.

Selain menyorot kehidupan para gembel, melalui komik ini kita juga bisa melihat pandangan dari dua sudut pandang. Dari sudut pandang kota dan pamongpraja, pemandangan gembel begitu “mengotori” kota, menjadikan kota semakin kumuh, dan kadang mengganggu lalu lintas. Belum lagi para pengemis gadungan serta pengamen yang kadang cuma bermodal tepuk tangan entah itu nyanyinya apa. Sementara dari sudut pandang para gepeng, kita juga jadi tahu banyak di antara mereka melakukan “pekerjaan” itu karena terpaksa. Himpitan hidup dan minimnya keterampilan menjadikan mereka terpaksa merendahkan derajat dengan menjadi pengemis dan pengamen.

Semoga, lewat buku ini, kita menjadi semakin bijak dalam menghadapi kaum yang termarjinalkan ini, sekaligus tergerak dalam upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan peningkatan keterampilan pada kalangan yang belum mampu.
(less)

Komedi Pelaku Korupsi, Berani Ngaku Lebih Hebat

Judul : Komedi Pelaku Korupsi, Berani Ngaku Lebih Hebat
Komikus : Gino Kasyanto
Penyunting : Zulfa Simatur
Penyunting Grafis : R. Nuruli KWM
Sampul: Gino Kasyanto dan R. Nuruli KWM
Cetakan: Pertama, Juli 2014. 100 hlm
Penerbit : Visimedia





24980017
   

Seiring dengan memanasnya hubungan antara dua lembaga penegak hukum di negeri ini, yakni antara KPK dan POLRI, buku ini bisa menjadi semacam pendingin suasana dengan humor-humornya yang khas. Melalui panel-panel berformat besar dan karakter khasnya yang tipikal masyarakat kelas bawah, komikus Gino Kasyanto kembali menyuguhkan kumpulan komik yang niscaya akan menyadarkan kita kembali akan betapa berbahayanya perilaku korupsi. Dalam kumpulan komik dengan tema besar Komedi Pelaku Korupsi ini, akan kita temukan kisah-kisah pelipur hati sekaligus penyadar diri terhadap satu perilaku yang tampaknya sedang begitu heboh akhir-akhir ini: korupsi.

Siapa saja bisa tergoda korupsi, mulai dari korupsi bensin hingga korupsi waktu jam kerja yang digambarkan begitu apik dalam buku ini, kita seharusnya tersentil, bahwa tidak hanya koruptor saja yang hobi korupsi. Kadang, kita juga. Dalam panel di halaman 14 – 15 misalnya, digambarkan perilaku korupsi dalam bentuk uang transport. Lebih menyentil lagi dalam panel-panel halaman 43, yang menggambarkan fenomena meminta kuitansi kosong di pom bensin (untuk kemudian kita isi sendiri). Atau, halaman 78 yang menyentil kebiasaan menonton siaran sepak bola atau bahkan tidur selama jam kerja di kantor. Korupsi ternyata memang telah begitu mengurita dalam kehidupan kita. Mungkin terlihat sepele kayak tidur siang di meja kerja pada jam kerja, tapi ya tetap korupsi juga kan?


Selebihnya, buku ini menggambarkan berbagai fenomena yang dialami oleh koruptor kelas kakap yang mengigiti duit rakyat. Mulai dari gaya hidup mereka yang suka piknik ke luar negeri, pura-pura sakit saat dipanggil penyidik, hingga memiliki gaya hidup yang wah. Juga, sejumlah “kepura-puraan” dalam bidang hukum yang sempat mencoreng muka penegak hukum Indonesia. Pada panel-panel di halaman 30, digambarkan adanya perlakuan yang berbeda untuk tersangka kasus korupsi, di mana pelakunya ditempatkan di sel tahanan yang lebih bagus dan dengan fasilitas bak kamar hotel bintang 5. Termasuk juga contoh upaya nyeleneh yang dilakukan para tersangka korupsi demi menghindar dari hukuman. Joged-joged di depan Senayan ini yang paling bikin ngakak.

Kekurangan dari kumpulan komik ini menurut saya ada pada tema-temanya yang tersebar tidak tertata. Ada sejumlah judul yang seharusnya bisa lebih didekatkan posisinya karena kemiripan tema. Juga, ada sejumlah panel yang cenderung “jayus” dan kurang terasa komedinya, namun jumlahnya mungkin hanya satu atau dua. Selebihnya, panel-panel komik dalam buku ini adalah hiburan yang bernas dan bermutu. Gambar-gambarnya dibikin besar dan rata-rata bibirnya monyong, benar-benar mengingatkan kita akan moncong tikus yang bikin jijik.

Komikus seakan sedang menghukum para koruptor di buku ini, yang semestinya menjadi pendorong bagi kita untuk ikut jijik kepada mereka. Di panel-panel selanjutnya, komikus beralih untuk menyindir sejumlah perilaku korupsi yang tanpa sadar sering kita lakukan. Ini semacam terapi agar tidak hanya jijik pada orangnya (koruptor) tapi juga pada tindakannya (korupsi). Mengaku telah melakukan korupsi adalah tindakan yang hebat dan ksatria, tetapi berjuang untuk menghindari melakukan korupsi adalah jauh lebih hebat lagi. Semoga, kita bisa belajar banyak setelah menikmati komik ini.

Gambar: https://twitter.com/hashtag/socialcomic







Thursday, December 18, 2014

Made in Indonesia





Negeri kita ini sejatinya kaya. Kaya akan sumber daya alam, objek wisata, sekaligus kaya akan orang-orang kreatif. Salah satu buktinya ada dalam buku ini. Di dalamnya terangkum puluhan (atau ratusan) komik strip yang dirangkum serta disatukan dalam sejumlah bab sesuai dengan temanya. Total ada 36 kreator yang berkolaborasi membuat komik strip dan lalu kesemuanya digabungkan dalam satu jilid buku sehingga lebih enak dibaca dan dinikmati. Beragam komikus dari beragam genre dan latar belakang gabung dan kumpul jadi satu, menghasilkan sebuah perpaduan majemuk tapi tetap menyatu dalam bingkai satu buku, sebagaimana Indonesia yang berisi oleh bermacam-macam suku, golongan, agama dan budaya tapi semuanya tetap satu dalam bingkai NKRI.

Karena lintas genre dan gaya menggambar, pembaca harus bersiap dengan ketidakkonsistenan teknik menggambar dalam buku ini. Bagi mereka yang terbiasa membaca komik-komik manga, dengan gaya yang tetap serupa dalam satu buku, mohon jangan kaget jika menjumpai semacam gado-gado gambar dalam buku ini. Yah, namanya saja kumpulan komikus, jadi ada karya yang bisa dibilang sudah jadi dan ada juga yang masih setengah jadi. Ada yang goresannya sudah halus dan ada pula yang panelnya masih “penuh” sehingga sulit dinikmati. Tapi, bukan bagus atau tidaknya, melainkan semangat berkarya itulah yang harus kita apresiasi. Lebih baik menghasilkan komik yang masih kasar ketimbang tidak menghasilkan apa-apa.

Tema-tema dalam buku kumpulan komik ini juga bisa dibilang “Indonesia banget”. Khas karya anak-anak muda yang sering memajang panel-panel komik karyanya di media sosial. Ada tentang HUT Indonesia, trus kelakuan kita yang Indonesia banget, trus keistimewaan beberapa tempat di Indonesia, juga sindiran serta kritikan yang makjleb namun penting bagi kemajuan bangsa dan negara tercinta ini. Secara konsep, konsepnya simple tapi menghibur. Banyak yg goresannya masih kasar (beberapa panel malah padat merayap dan susah dibaca)tapi ... orisinalitas para komikus pemula yang berjuang mewujudkan impiannya terasa begitu nyata dan meluap-luap di buku kumpulan komik ini. Paling suka sama yang judul Bhinneka Tunggal Ika

Kemudian saya terpikir, daripada hanya mendapat like di media maya, kenapa tidak dikumpulkan saja karya-karya itu, lalu disusun dan dipadukan dalam satu alur yang setema sehingga bisa diterbitkan menjadi buku? Saya yakin, banyak anak-anak muda yang jago mengomik di luar sana, hanya saja mereka belum terarahkan dalam berkarya sehingga kadang karya-karya komik yang sebenarnya bagus itu tidak jarang hanya terpampang gratis di dunia maya. Si komikus kurang mendapatkan penghargaan yang semestinya (paling banter di-like-aja) sehingga kemauan untuk terus berkarya pun kurang menyala.

Para komikus yang karyanya masuk dalam buku ini adalah mereka yang telah melangkah lebih depan dari teman-temannya. Mereka berani berkarya, walau beberapa masih apa adanya. Tetapi, yang apa adanya itu sejatinya masih lebih bagus ketimbang tidak ada apa-apa. Goresan yang masih kasar akan semakin menghalus seiring banyaknya latihan. Dan, sekali lagi, bukan bagus atau jeleknya, melainkan berani berkarya, itulah yang patut diapresiasi dari penerbitan kumpulan komik ini. Dan, selain itu, masih ada bonus berupa hiburan yang lucu, nasehat sederhana namun mengena, serta hal-hal lain yang mendukung jargon bahwa satu gambar bernilai seribu kata (meskipun saya pribadi masih menyangsikan jargon ini karena sejatinya baik gambar maupun kata-kata adalah sama-sama bermakna, yang satu melengkapi yang lainnya). Selamat kepada para komikus yang karyanya turut dibukukan dalam karya ini. Sebagaimana Indonesia, kalian hebat! (Ini perasaan review komiknya malah dikit ya?)

Wednesday, June 11, 2014

KOLANTAS (Koplak Berlalu Lintas)



Judul : KOLANTAS (Koplak Berlalu Lintas)
Komikus : Tau[ik, Wisnu, Kasmiyanto, dkk
Penyunting : Zulfa Simatur
Desain dan gambar sampul : Gino Kasmiyanto
Cetakan : Juni 2014
Tebal : 104 hlm
Penerbit : VisiMedia Pustaka




            Siapapun sepakat, lalu lintas di Indonesia (terutama di Jakarta) memang aneh bin ajaib. Begitu banyak kelakuan pengguna jalan kita yang sepertinya “berani” tetapi sebenarnya “bodoh.” Kita sering melakukan hal-hal yang bahkan para pembalap motor internasional pun tidak terpikir untuk melakukannya. Motor yang menerobos trotoar, berkendara sambil mengirimkan sms, mengebut dengan tidak memakai helm, naik motor dengan baju seadanya, sibuk memencet klakson padahal kita tahu lampu lalu lintas masih menyala merah, tidak menghargai orang yang menyebrang jalan, bercampurnya kendaraan berat dengan sepeda dan sepeda motor di jalan raya, benhenti di jalan tol, dan masih banyak lagi perilaku kita di jalanan yang sebenarnya sangat membahayakan jiwa, baik diri sendiri maupun orang lain.

            Upaya-upaya untuk menjelaskan tentang pentingnya disiplin lalu lintas ini tentu saja sudah sering diupayakan. Hanya saja, masyarakat kita memang cenderung mengampangkan. Pokoknya selama aman saja nggak apa-apa, baru setelah kejadian mereka menyesal tiada tara. Dibutuhkan upaya-upaya khusus untuk lebih mengenalkan disiplin lalu lintas kepada masyarakat, terutama kepada generasi muda sebagai salah satu pengguna jalan raya yang cenderung “ceroboh.” Lima jempol patut diacungkan kepada Penerbit Visi Media yang mengadakan Kompetisi Komik Visimedia 2013. Selain bertujuan menjaring komikus-komikus berbakat, lomba ini juga menghasilkan satu karya komik tentang berlalu lintas yang mengandung banyak sekali pembelajaran tentang berlalu lintas bagi para pembaca muda. 


Tentang polisi tidur (axbook.blogspot.com)

                Total ada 25 karya komik terpilih yang kemudian dihimpun dalam antologi komik KOLANTAS (Koplak Berlalu Lintas) yang dianggap mampu memvisualisasikan potret realitas berlalu lintas di jalanan kita. Masing-masing berbentuk komik-strip alias komik dengan cerita pendek yang terdiri atas 1 – 2 halaman.



Ada banyak hal lucu, tapi juga ironis tentang judul-judul yang dirangkum dalam buku ini. Halaman pertama (yang menjadi sampul buku ini) diawali dengan kesemrawutan kondisi di sebuah persimpangan jalur kereta, sebuah pemandangan khas di ibukota di mana tiada batas yang jelas antara mana yang menjadi jalur kereta dan mana yang jalan raya. Orang masih nekad menerobos palang kereta padahal sudah jelas bahwa kereta harus didahulukan. Waktu beberapa menit seolah lebih berharga ketimbang nyawa. Ada juga fenomena cabe-cabean yang sempat marak beberapa bulan terakhir, yakni remaja abg dengan dandanan “wah” yang nangkring bonceng di motor sambil ngebut. Juga fenomena polisi tidur yang mungkin akan dipandang "asing" oleh orang asing. Ya jelas lah, jalan sudha halus-halus kok malah 'digeronjalin".

Banyaknya komikus yang turut menyumbang karya dalam buku ini semakin membuat komik ini layak untuk dibaca. Masing-masing membawa ciri khasnya, ada yang bergaya manga, gaya Eropa, ataupun gaya komik Indonesia lama dan baru. Walau berbeda gaya dan teknik ilustrasi, 25 komikus ini dipersatukan oleh satu visi: mempromosikan kesadaran berlalu lintas yang lebih baik di jalan raya. Hargailah diri sendiri dan orang lain di jalan raya, perhatikan rambu lalu lintas, benhenti dulu sebelum berbelok masuk ke jalan besar, sellau kenakan helem-jaket-sepatu saat naik motor dengan jarak jauh, dan nikmatilah perjalanan Anda, jangan terburu-buru. Perjalanan semestinya harus bisa dinikmati, bukan malah membikin stres.


 

Thursday, November 28, 2013

Humor Guru : Ulangan Mendadak, Undian dan Jebakan



Judul: Humor Guru: Ulangan Mendadak, Undian dan Jebakan
Komikus : Pica dan Erroc
Alih Bahasa : Lia Adhiyani
Cetakan: Pertama, 2010
Penerbit : M & C Comics

sumber: bookopedia.com

                Lebih kuat dari Zorro, lebih berani dari Indiana Jones, dan dengan gaji lebih kecil dari James Bond.

                Di tengah maraknya demonstrasi antar-profesi jabatan yang marak akhir-akhir ini, sungguh menarik untuk menyelami salah satu bidang profesi yang kadang juga tak lepas dari demo ini: Guru. Para pahlawan tanpa tanda jasa, itulah julukan mereka. Mereka mendidik, mengajar, dan mewarnai paling tidak 12 tahun masa awal kehidupan kita (SD – SMA). Merekalah pembentuk karakter setiap kita setelah orang tua dan keluarga, dan dari mereka pula kita mendapatkan pengaruh serta wawasan yang pertama-tama.

              Sungguh disayangkan jika profesi ini tidak mendapatkan gaji serta tunjangan yang selayaknya. Jika kita masih menganggap sebelah mata profesi guru, dua komik Humor Guru karya Pica dan Erroc ini mungkin bisa membantu untuk menyelami lebih dalam tentang profesi guru yang tidak mudah. Dari tulisan di sampul belakang saja sudah bisa ditebak betapa beratnya tugas para guru, dalam hal ini guru negeri di Prancis (tentu saja membacanya sambil ngakak karena ini komik humor):

                Mereka menyusup ke dalam hutan yang menyesakkan napas yang disebut SMA untuk menghadapi kawanan murid-murid yang bersikap bermusuhan. Mereka harus tetap tampil berwibawa di antara ratuan lembar kertas ulangan yang harus diperiksa.

                Membaca Humor Guru, kita akan belajar melalui gambar-gambar yang lucu bahwa profesi guru itu tidak mudah untuk dijalani, memiliki tanggung jawab yang besar.Dan siapa bilang guru tidak ada lemburan? Bahkan mereka kadang harus begadang sampai jam 3 pagi untuk mengecek lembar ulangan siswa saat musim ujian. Belum lagi kelakuan para siswa di Prancis yang terkenal sangat bebas dan liberal. Tidak seperti di Indonesia, murid-murid SMA yang digambarkan di sini ibarat remaja-remaja tidak tahu adat yang bahkan berani melempar guru dengan buku, penggaris, dan benda-benda lain saat guru berbuat anarkhis, mengadakan ulangan mendadak misalnya. 

https://p.gr-assets.com/max_square/fill/books/1287889494/9564829.jpg
                sumber foto: Goodreads.com

Tokoh-tokohnya pun digambarkan dengan unik, tipikal usia mapan yang berdedikasi pada pekerjaannya. Walau harus menghadapi cobaan berat dari para murid, tapi mereka yakin bahwa pendidikan adalah utama, dan bahwa para guru inilah yang jauh lebih berperan membentuk karakter seorang murid, setelah orang tua. Humor Guru akan menyadarkan kepada kita—melalui kelakar-kelakar gambarnya—bahwa jargon “pahlawan tanpa tanda jasa” itu memang benar adanya.

             
           Kertasnya luks halus, dengan gambar berwarna. Goresan yang detail pada mimik dan karakter adalah keunggulan utama komik ini. Juga, setiap halaman menampilkan satu panel dengan cerita yang berbeda-beda, inilah yang paling membuat saya suka. Komik model tidak berseri seperti ini bisa dibaca berulang kali, saat waktu senggang, saat sedang butuh hiburan, saat ingin mensyukuri pekerjaan apapun yang kita jalani saat ini.  Panel-panel warnanya pun bersih, dengan warna-warni yang cerah dan segar, sangat nyaman untuk mata. Ini semua ditambah dengan gurauan-gurauan nampol yang bikin ngakak sekaligus bersyukur. Kondisi murid-murid di Indonesia  ternyata jauh lebih sopan kepada guru-gurunya ketimbang murid-muris SMA di Prancis yang slengeannya sudah kebangetan banget kayak di komik ini.