Search This Blog

Wednesday, August 3, 2016

Haruki Murakami tentang Menulis dan Berlari

Judul: What I Talk About When I Talk About Running
Penulis: Haruki Murakami
Penerjemah: Ellnovianty Nine Sjarif dan A. Fitriyanti
Editor: A. Fitriyanti
Cetakan: Kedua, April 2016
Tebal: 198 hlm
Penerbit: Bentang Pustaka 

29918612

“Rasa sakit itu tak terelakkan. Tapi penderitaan adalah pilihan.”

Penulis dan atlet, dua profesi yang sangat berbeda jauh ini dapat kita temukan dalam seorang Haruki Murakami, seorang penulis kontemporer dari Jepang yang paling populer saat ini. Tidak hanya berlari, Murakami bahkan memilih lari marathon sebagai olah raga pilihannya. Dia mengaku, hampir setiap hari dia menyempatkan untuk berlari. Penulis ini hanya mengambil jeda satu hari libur lari setiap pekannya. Saat hendak mengikuti perlombaan marathon, Murakami bahkan latihan lari hingga sejauh minimal 60 km setiap harinya. Lari sudah menjadi bagian tak terpisahkan dari penulis seri IQ84 dan Norwegian Wood ini. Apa yang membuatnya jatuh cinta pada olahraga berlari? Banyak hal. Salah satunya, Murakami memilih berlari sebagai cara untuk melarikan diri dari rasa kesepian yang sering menyerang para penulis. Bagi para penulis, kesepian ibarat pisau bermata dua, bermanfaat sekaligus dapat membahayakan. Situasi hening dalam kesendirian sangat mendukung proses kreatif menulis (karena itu penulis sering identik dengan menyepi). Namun, kesendirian yang terlampau besar dan lama dapat membuat manusia tertekan dan hancur. Kesendirian, kata Murakami, telah melindungi sekaligus melukainya dari dalam.

"Aku menyadari bahaya itu--kemungkinan karena aku pernah mengalaminya--dan karena itulah aku tetap membuat diriku bergerak secara rutin .... Selain itu, rutin bergerak juga membuatku mampu menempatkan kesepian itu dalam perspektif yang lebihh jelas." (hlm. 25)



Pendapat Murakami ini memang dapat dimaklumi. Setiap penulis (mungkin juga semua orang) membutuhkan sebuah ruang dan waktu pribadi untuk dirinya sendiri. Orang modern menyebutnya "me time", sebuah waktu khusus untuk dirimu sendiri. Berlari sambil mendengarkan musik, tanpa ada beban target pekerjaan yang harus dirampungkan atau beban moral untuk berbicara dengan setiap orang lain, menjadi waktu istirahat bagi Murakami sekaligus untuk mengasah kreativitasnya. Tidak bisa dibantah kalau aktivitas sehat inilah yang menjadikannya penulis yang cukup produktif. Baru mulai menulis pada usia 32 tahun, Murakami menyadari pentingnya menjaga kebugaran tubuh agar bisa menulis secara maksimal. Menulis membutuhkan ketahanan lebih, karena harus duduk selama minimal empat jam untuk fokus menulis. Saat menulis, tubuh dalam posisi duduk diam namun mental sebenarnya sedang bekerja keras. Sehingga, tetap saja menulis itu melelahkan. Ada kaitan erat antara mental dan fisik, sehingga tubuh yang sehat tentu akan sangat mendukung mental dalam berkarya. Secara umum, Murakami memandang menulis sebagai pekerjaan yang tidak sehat secara fisik.

"Untuk menghadapi sesuatu yang sehat, seseorang perlu menjadi sesehat mungkin. Itulah motoku. Dengan kata lain, jiwa yang tidak sehat membutuhkan tubuh yang sehat." (hlm 110)

Berlari, terutama berlari marathon juga mengingatkan penulis pada proses menulis itu sendiri. Tantangan terbesar seorang penulis sebenarnya bukan pada bagaimana menulis buku yang bagus, namun untuk menyelesaikan menulis sebuah buku itu sendiri. Seperti dalam perlombaan marathon, mereka yang sampai ke garis finish adalah para juara. Jadi yang pertama atau terakhir sampai tidaklah terlalu masalah, karena berhasil menyelesaikan lari sejauh 42 km lebih sedikit itu sudah menjadi pencapaian yang mengagumkan. Begitu pula penulis, hari ketika dia selesai menuliskan kata terakhir pada naskahnya adalah hari yang sangat melegakan, seperti melepaskan satu beban berat yang menggantung di punggung selama berbulan-bulan. Menulis adalah sebuah proses yang panjang, butuh ketahanan khusus, sebagaimana lari marathon juga demikian. Hanya ada dua pilihan dalam kedua bidang ini: menang melawan keterbatas dalam diri atau kalah. Tidak selalu perlu menjadi yang pertama, kadang melakukan sampai selesai dan menerima kekurangan kita adalah syarat menjadi bahagia.

"Begitu kita semakin dewasa ... kita pun mulai menyadari (atau pasrah pada kenyataan) bahwa kekurangan yang kita miliki tidak ada habisnya, sebaiknya kita mulai memikirkan sisi baiknya dan belajar menerima apa yang kita miliki." (hlm. 169)

Akhirnya, apa yang menjadikan Haruki Murakami menjadi Haruki Murakami yang sekarang? Banyak hal, tapi sudah jelas bahwa salah satunya adalah olah raga berlari. Sebuah memoar singkat namun padat ini tidak hanya mengajarkan kita untuk tetap bertahan berlari demi mengejar mimpi, namun juga tentang beragam hal remeh namun penting lainnya dalam kehidupan. Dengan gayanya yang khas--mengelitik, jujur, agak satiris--Murakami menghidangkan kepada kita sebuah cerita nyatanya yang tetap enak dinikmati sebagaimana novel-novelnya. Sangat direkomendasikan untuk calon penulis, penulis pemula, atau siapa saja yang butuh sedikit dorongan untuk tetap berlari mengejar mimpinya.

"Bagiku, tujuan utama berolahraga adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan kondisi tubuhku demi terus bisa menulis novel." (hlm. 194)



No comments:

Post a Comment