Search This Blog

Saturday, March 22, 2025

Rekonstruksi Sejarah al Qur'an

Judul: Rekonstruksi Sejarah al Qur'an
Penulis: Taufik Adnan Amal
Cetakan: 1, Oktober 2013
Tebal: 465 hlm
Penerbit: Alvabet



Pernah nggak sih penasaran pada bagaimana mushaf al-Qur'an yang selama ini kita baca bisa menjadi bentuknya yang seperti saat ini? Dalam keimanan seorang Muslim, al-Qur'an diturunkan/diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Jadi bukan dalam bentuk satu buku yang turun bleg langsung. Penurunan Al-Qur'an dimulai dengan wahyu pertama di Gua Hira pada saat Nabi Muhammad SAW berusia 40 tahun , dan berakhir dengan ayat terakhir yang diturunkan (Surat Al-Maidah ayat 5) Penurunan Al-Qur'an juga terbagi menjadi dua periode: periode Mekkah (12 tahun 5 bulan) dan periode Madinah (9 tahun 9 bulan). Jadi, kitab suci ini diwahyukan secara bertahap. Hikmah penurunan Al-Qur'an secara bertahap ini  antara lain untuk meneguhkan Rasulullah dalam berjuang, sebagai mukjizat, dan mempermudah pemahaman serta penghafalan ayat-ayat.

Jadi, al-Qur'an pada zaman Rasulullah Saw. lebih banyak disimpan dalam ingatan dan "dada" Nabi Saw dan para sahabatnya. Tradisi hafalan yang kuat di kalangan bansa Arab pada masa itu memungkinkan terpeliharanya teks-teks al-Qur'an.  Ketika sebuah wahyu turun kepada Rasul, beliau akan menyampaikannya kepada para pengikutnya yang kemudian menghafalkannya. Sejumlah sahabat yang dikenal sebagai penghafal Qur'an di antaranya Ubay ibn Kaab, Muadz ibn Jabal, Zayd ibn Tsabit, dan Abu Zaid al-Ansyari. Selain dihafalkan, sejumlah ayat Qur'an juga dicatat dalam bentuk tertulis. Dalam kisah populer tentang masuk Islamnya Umar ibn Khattab, kita mendapati adanya lembaran  atau shahifah berisi beberapa ayat suci al-Qur'an.

Saat Rasulullah hijrah ke Madinah, dikabarkan juga beliau meminta sejumlah sahabat untuk mencatat wahyu yang turun. Sejumlah hadist juga secara tersirat menyebut adanya pencatatan wahyu secara tertulis. Ayat-ayat ini turun secara acak dan Rasul sendiri yang kemudian memberi petunjuk tentang susunan ayat atau urutannya. Dengan demikian, bentuk dan susunan isi surah-surah yang ada dalam mushaf al-Quran saat ini memang ditata sesuai petunjuk langsung dari Nabi. Dengan demikian, ada  bukti yang mendukung teori bahwa ayat suci sudah dituliskan dan dicatat (bukan semata dihafalkan) sejak masa kehidupan Rasulullah. Mengenai bagaimana urutan turunnya ayat saat turun kepada beliau, sejumlah sarjana muslim dan barat turut membahas hal ini secara rinci di halaman 103 sampai 120.

Bagian menarik tentu saja, bagaimana al-Qur'an kemudian menjadi bentuk buku mushaf seperti yang saat ini kita pegang. Seperti disinggung di atas, sejumlah sahabat sudah memulai mencatat wahyu sejak masa Nabi. Namun, "penyempurnaan" kumpulan ayat ini baru mulai dilakukan setelah Nabi Saw wafat. Sejumlah riwayat menyebut Ali bin Abi Thalib adalah orang pertama yang mengumpulkan al-Qur'an pada masa Nabi, langsung dari perintah Nabi sendiri. Sejumlah riwayat menyebut Ali mengumpulkannya selama 6 bulan setelah Nabi wafat, ada juga yg menyebut Ali mengurung diri selama 3 hari untuk menuliskan al-Qur'an sebagaimana hafalannya sesuai kronologis. Ada juga riwayat tentang Nabi sendiri yang memberitahukan kepada Ali  tempat beliau menyimpan bahan-bahan al-Qur'an meskipun agak meragukan validitasnya.

Satu hal yang jelas, penyusunan al-Qur'an hingga menjadi bentuknya seperti saat ini dimulai setelah wafatnya Nabi. Saat itu mushaf belum ada tetapi para ahli sejarah menyakini sejumlah ayat telah dicatat meskipun terserak dan tersebar. Namun, perlunya pencatatan ayat-ayat suci mulai mengemuka ketika terjadi Perang Yamamah. Dikabarkan, banyak penghafal Qur'an yang gugur karena mereka juga turut dalam perang tersebut. Untuk menghindari hilangnya wahyu, Umar lalu menyarankan kepada Abu Bakar (yang menjadi khalifah pada saat itu) untuk mengumpulkan al-Qur’an dalam satu wadah. Abu Bakar awalnya khawatir dianggap melakukan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh Rasul. Umar terus mendesaknya hingga akhirnya Abu Bakar meminta Zayd untuk menelusuri jejak al-Qur’an dan mengumpulkannya dalam satu mushaf.

Zayd yang di zaman Nabi dikenal sebagai penulis wahyu kemudian mengumpulkan ayat-ayat yang terserak dalam hafalan, dalam pelepah kurma, pada batu-batu tulis dari kapur berwarna putih, pada lembaran lontar (perkamen), tulang belikat onta, tulang rusuk unta, dan kulit binatang. Bahan-bahan ini lalu dikumpulkan dalam sebuah kumpulan lembaran-lembaran (shuhuf) yang lalu dipegang Abu Bakar selama masa kehidupannya, lalu dibawa Umar sebagai khalifah kedua, dan disimpan Hafshah binti Umar. Tentang bagaimana metode yang digunakan Zayd dalam mengumpulkan shuhuf ini diuraikan secara detail di halaman 161.

Di masa pemerintahan Umar dan Abu Bakar, terdapat juga shuhuf lain yang dikumpulkan dan dicatat sendiri oleh sejumlah sahabat seperti mushaf Ibnu Mas’ud, Ubay bin Kaab, dan lain-lain. Total terdapat 15 mushaf primer (mushaf independen yang dikumpulkan secara individual oleh sejumlah sahabat Nabi) dan 13 mushaf sekunder (13 kodeks atau mushaf yang dibuat oleh generasi setelah para sahabat dengan didasarkan pada mushaf primer). Seluruh mushaf ini lalu disebut sebagai mushaf pra-usmani. Perbedaan “kecil” dari seluruh mushaf ini bisa dibaca di halaman 177 sampai 210 buku ini.

Kemudian, bagaimana status atau kedudukan mushaf-mushaf pra-Utsmani ini? Para sarjana islam awal kemudian mencoba menelusuri derajat kesejatian bacaan dalam mushaf-mushaf ini dengan menggunakan metode tingkat kepercayaan trasmisinya (isnad). Cacat atau tidaknya isnad sangat menentukan apakah sebuah bacaan itu qurani atau tidak. Kesimpulan yang diambil para sarjana islam maupun para sarjana Barat yang meneliti islam menghasilkan simpulan kalau bacaan dalam mushaf-mushaf prautsmani tidak mencapai derajat mutawatir atau mayshur sehingga tidak bisa disebut sebagai bacaan al-Qur’an yang otentik. Tenang alasan selengkapnya mengapa demikian bisa dbaca di halaman 210.

Mushaf al-Qur’an yang sampai kepada kita saat ini adalah yang disebut sebagai Mushaf Utsmani. Mushaf ini disusun untuk menjawab persoalan tentang perbedaan bacaan al-Qur’an di antara penduduk Syam dan Irak. Utsman yang saat itu menjabat sebagai khalifah ketiga lalu mengirimkan utusan kepada Hafshah yang saat itu menyimpan shuhuf yang dulu dikumpulkan pertama kali oleh Zayd ibn Tasbit. Utsman lalu membentuk sebuah komite berisi 4 orang (termasuk Zayd) untuk menyalin shuhuf milik Hafshah ini menjadi beberapa mushaf. Jika terjadi perbedaan pendapat antara Zayd dengan 3 orang lain dalam komite ini, Ustman memerintahkan penulisannya dalam dialek Quraiys sebagaimana al-Qur’an diturunkan.

Setelah mushaf-mushaf salinan ini selesai, Ustman mengirimkannya ke setiap provinsi sebagai mushaf acuan, sementara shuhuf yang asli dikembalikan kepada Hafshah. Utsman juga memerintahkan agar seluruh salinan Qur’an yang lain (selain mushaf salinan dari milik Hafsah ini) untuk dimusnahkan dan dibakar habis, dalam berbagai bentuk dan wujudnya. Satu mushaf salinan ini lalu disimpan di Madinah sementara tiga sisanya dikirim ke Kufah, Basrah, dan Damaskus. Hal ini bertujuan untuk menyatukan umat Islam dalam satu bacaan al-Qur’an yang satu sehingga tidak lagi terjadi perbedaan bacaan. Inilah awal dari kodifikasi mushaf al-Qur’an dalam satu isi yang sama, dan dilakukan pada masa kekhalifahan Ustman bin Affan sehingga kita menyebutnya sebagai mushaf Ustmani.

Pemusnahan materi-materi al-Qur'an non Utsmani tentu mendapatkan pertentangan yang keras. Sejumlah sahabat bahkan menolak memusnakan, tetap menyimpan, bahkan membacanya dalam shalat. Penyebaran al-Qur'an edisi kanonik resmi versi Utsman dengan demikian tidak dicapai dalam waktu yang singkat, apalagi masa itu al-Qur'an lebih populer ditemukan dalam bentuk hafalan. Kodeks Utsmani harus menunggu hingga hadirnya generasi penghafal al-Qur'an dalam tradisi non Ustmani. Setelah itu, kodeks-kodeks prautsmani secara bertahap menghilang dengan sendirinya tanpa perlu dimusnahkan. 

Menarik sekali membaca sejarah mushaf al-Qur'an dalam buku ini. Tidak hanya itu, penulis juga menggunakan berbagai referensi baik dari sumber Islam klasik maupun para orientalis dari Barat. Catatan kaki dan referensi membentuk hampir seperduapuluh dari isi buku ini, membuktikan bahwa penulisnya memang mendasarkan setiap gagasan di buku ini berdasarkan sumber tertulis para sarjana. Selain jadi lebih tahu penyusunan al-Qur'an dari sisi ilmiah, buku ini juga memperkenalkan kita pada keragaman bacaan serta pemikiran para sarjana Islam klasik maupun orientalis barat tentang kitab suci umat Islam ini.


Sunday, March 16, 2025

Inilah Resensi

Judul: Inilah Resensi, Tangkas Mengulik dan Mengupas Buku
Penyusun: Muhidin M. Dahlan
Cetakan: Pertama, Februari 2020
Tebal: 256 hlm
Penerbit: I:BOEKOE


Dulu, semangat sekali belajar meresensi buku saat masih rame-ramenya ikutan di grup Komunitas Peresensi Jogja. Waktu itu, bukan sekadar belajar meresensi yang bagus, tetapi terutama resensi yang juga diterima dan dimuat di media cetak. Resensi di online belum terlalu marak tahun 2010, hanya sekadar menuliskannya di blog saja paling agar catatan pembacaan buku tidak hilang. Meresensi sekaligus sebagai bentuk "aktif" dari upaya membaca saya yang pasif. Dengan begitu, apa yang dibaca tidak hilang, pehamaman tambah mendalam, dan ulasan pun bisa jadi bahan tulisan.

Buku karya Muhiddin M Dahlan ini diarahkan seperti itu, agar ulasan semakin besar kesempatannya dimuat di media massa. Jadi bukan sekadar ulasan yang model curhat atau rangkuman pendek semata, tetapi harus ada analisis dan ide atau gagasan yang didapat dari ulasan itu. Bukan semata buku ini bagus atau jelek karena .... tapi juga bagaimana sebuah ulasan buku bisa berlepas sebagai sebuah tulisan baru yang mandiri meskipun ia membahas suatu buku. 

Dengan tujuan tidak semata hiburan, tidak heran jika buku ini dipenuhi dengan how to meresensi yang baik dan benar (agar dilirik editor). Akan kita temukan di lembaran-lembarannya tip seperti menjerat dengan judul, kepada siapa buku ini, kritik, pertanyaan, gaya penulisan, peristiwa buku, kisah paling menarik dalam buku, dan masih banyak lagi. Pembaca yang menginginkan ilmu mengulas buku dengan tujuan profesional atau akademik akan cocok dengan buku ini. 

Lebih lengkap lagi, setiap tip dilengkapi dengan ulasan atau resensi buku yang pernah dimuat di media cetak. Dengan begitu, kita bisa melihat langsung bagaimana sebuah tip diterapkan dalam sebuah resensi. Total ada 250 resensi buku dari 150 penulis yang digunakan sebagai contoh dalam buku ini. Resensi tertua ditulis oleh Tirto Adhi Soerjo sementara resensi paling "baru" ditulis Bandung Mawardi tahun 2015. Sekali lagi, tepuk tangan dan salam salut atas kegigihan Warung Arsip dalam  mendokumentasikan berbagai tulisan ulasan.

Hal paling menarik buat saya dari buku ini adalah fakta bahwa banyak peresensi itu ternyata juga adalah pengarang besar. Tak kurang dari Putu Wijaya, A.A Navis, Budi Darma, Goenawan Mohamad. H.B. Jassin, Onghokham, hingga Seno Gumira Ajidarma pernah menulis resensi-resensi buku keren.  Bahkan, Mohammad Hatta juga pernah meresensi buku. Bahkan, presiden Soekarno juga pernah meresensi buku. Nama-nama seperti Radhar Panca Dahana, Nirwan Dewanto, Maman s Mahayana, dan Rocky Gerung juga ternyata para peresensi yang produktif. Usaha membaca dan meresensi ternyata sebuah kerja besar intelektual, tidak kalah dari menulis atau membaca buku itu sendiri. 

Dari membaca resensi-resensi lawas ini terungkap banyak peristiwa buku yang seru. Tidak pernah terbayangkan bahwa sebuah resensi bisa "menghabisi" sebuah buku. Jika kemarin ramai kasus review kue lapis legit yang bisa menjatuhkan sebuah toko, maka pernah ada juga sebuah ulasan buku yang benar-benar membuat buku tersebut ditarik dari peredaran. Bedanya, ulasan buku ini ditulis berdasarkan fakta dan referensi yang valid, sehingga penulis bukunya sendiri menyerah kalah dan mengatakan kalau bukunya memang salah.

Adalah Puradisastra, sangg "pembunuh buku" itu. Lewat resensinya yang berjudul "Dari Barat atau Islam? (dimuat di Tempo, 16 September 1978), peresensi mengkritik buku "Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan" (Sinar Hudaya, 1977). Secara ringkas, dalam resensi utuh yang dicuplik di buku ini, Puradisastra meluruskan anggapan keliru si penulis bahwa ilmu pengetahuan berawal dari Eropa Renaisance. Dengan rujukan valid, dikemukakannya juga sejumlah kesalahan nama tokoh, penamaan, hingga penisbatan yang keliru. Hal paling parah adalah penulis seolah mendewakan peradaban Barat dan menihilkan sumangsih peradaban Islam yang meletakkan dasar bahkan mengembangkan banyak hal dalam ranah ilmu pengetahuan.

Ulasan buku ini begitu heboh dan telak, sehingga buku setebal 131 hlm itu ditarik dari peredaran. Bahkan, sang penulis yang seorang profesor dengan sikap ksatria mengirimkan surat kepada peresensi berisi pengakuan kesalahannya. "Bagi saya jelas, saya tidak mampu memperbaiki kesalahan itu." Sebuah bukti bahwa resensi juga bisa menjadi semacam penjaga gawang untuk menjamin orisinalitas dan kualitas sebuah buku. 

Polemik lain yang juga menarik adalah ulasan tentang terjemahan kitab suci al-Qur'an. H.B. Jassin pernah menulis dan menerbitkan terjemahan puitis dari al-Qur'an dengan judul Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia. Edisi kitab suci ini telah ditarik dari peredaran setelah penerbitannya menimbulkan polemik berkepanjangan. Terlepas dari diksinya yang sangat indah dan puitis, peresensi menyoroti kualitas terjemahan yang "tidak tepat". Padahal, kesalahan penerjemahan dari sebuah kitab suci tentu sangat besar mudaratnya. Peristiwa ini ramai hingga Menteri Agama turun tangan sehingga menarik  Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia karya H.B. Jassins dari peredaran dengan pertimbangan mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya.

Dari membaca banyak resensi, kita jadi tahu buku-buku bagus apa saja yang menarik untuk dibaca, serta peristiwa-peristiwa buku yang muncul dari sebuah buku. 

Wednesday, February 19, 2025

Keajaiban Enzim Awet Muda

Judul: Keajaiban Enzim Awet Muda 
Penyusun: Hiromi Shinya
Tebal: 180 pages, Hardcover
Terbit: January 1, 2013 
Penerbit: Qanita
ISBN 9786029225747



Seperti iklan susu balita bertahun lalu: "Perut adalah otak kedua". Perut di sini merujuk pada organ-organ pencernaan (terutama usus) yang menurut Hiromi Shinya bertanggung jawab pada 80% pertahanan tubuh. Imunitas tubuh dengan demikian berada di usus dan hal-hal terkait ususlah yang seharusnya bertanggung jawab pada kekebalan tubuh, yakni MAKANAN. Shinya berulang kali menegaskan bahwa apa yang kita konsumsi adalah apa yang membuat kita sehat atau sakit. Virus, bakteri, dan penyakit lain pada dasarnya akan lemah ketika kekebalan tubuh kita kuat. Selama pencernaan baik dan imunitas naik, berbagai penyakit akan menjauh.

Makanan dan minuman jugalah yang bertanggung jawab kepada kebugaran seseorang. Shinya tidak terlalu menekankan pada olahraga, meskipun olahraga rutin penting dalam pendapatnya. Makanan dan minuman yang baik adalah yang utama, ditambah dengan puasa pagi ala Shinya, lalu istirahat dan olahraga secukupnya. Untuk awet muda, kita harus membuang sampah-sampah yang menumpuk tidak hanya dalam usus besar, tetapi juga sampah-sampah dalam sel. Berikut poin-poin yang penting untuk dicatat dari buku ini.

- Perbanyak protein tapi dari sumber nabati. Shinya meresepkan 80% protein nabati dan 20% protein hewati dalam diet harian.

- Kurangi produk susu dan turunannya, termasuk yogurt yang selama ini dipercaya kaya akan probiotik. Pilih susu dari kedelai tapi yang tanpa gula.

- Konsumsi makanan turunan kedelai seperti tempe, tahu, tofu, serta biji-bijian utuh.

- Pilih beras merah atau beras utuh ketimbang beras putih

- Makan buah dan sayuran yang berwarna. Semakin gelap warnanya (hijau pekat, ungu gelap, merah dalam) semakin bagus kandungan fitokimia pelindung sel yang dikandung.

- Makan buah secara utuh, jangan diblender. Jangan makan buah setelah makan berat (jadi selama ini menggunakan buah sebagai pencuci mulut ternyata kurang tepat) karena akan meningkatkan glukosa (gula dari nasi plus fruktosa). Makan buah sebaiknya 1 jam sebelum makan agar rasa lapar berkurang.

- Jika malam tiba-tiba lapar, pilih konsumsi buah utuh (bukan mi instan rasa bawang pake irisan rawit yang lezat sekali itu)

- Berpuasa 15 jam sehari, mulai jam 9 malam sampe 12 siang. Sarapan pagi cukup minum air putih dan buah utuh. Jika butuh sumber asupan, makanlah makanan yang belum diolah sebelum jam 12 siang seperti buah segar dan salad.

- Mengukus sayur jangan terlalu lama. Enzym dalam sayur akan rusak ketika terkena panas lebih dari 45 atau 48 derajat Celcius, jadi memang pagi saatnya makan pecel dan lotek, mantap.

- Kurangi konsumsi obat, ganti dengan makanan yang sehat.

- Usahakan buang air besar setiap hari di jam yang sama, jadikan kebiasaan. Sangat penting untuk rutin membuang sampah dalam tubuh.

- Usahakan berhenti makan 3 atau 4 jam sebelum tidur malam. Dapatkan tidur nyenyak sekitar 7 sampai 8 jam per malam dan setengah jam di siang hari.

- Jika berolahraga, pilih olahraga dengan intensitas ringan tapi teratur seperti jalan cepat, bersepeda, berenang, atau jalan ringan. Berolahragalah yang memuat anda senang sekaligus tidak terasa sebagai beban. 

- Lakukan enema kopi.

- Berhenti makan sebelum kenyang.

Saya menyelesaikan membaca buku ini sambil menikmati semangkuk mi instan panas dengan irisan cabe, gorengann tahu , dan setumpuk peyek yang sangat lezat

Wednesday, January 29, 2025

Graceling

Judul: Graceling
Pengarang: Kristin Cashore
Penerjemah: Poppy D. Chusfani
Tebal: 496 hlm, Paperback
Cetakan: Desember 29, 2011 
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama



Seorang graceling adalah manusia langka dengan Bakat di atas rata-rata. Mereka memiliki kemampuan yang jauh mengungguli manusia-manusia lain dalam satu bidang spesifik. Ada graceling yang mampu memprediki cuaca, membaca pikiran orang lain, memanipulasi pikiran, memiliki daya penglihatan super, bisa berlari sangat cepat, atau sesederhana mahir berenang. Seorang graceling bisa dikenali dengan kedua matanya yang memiliki dua warna yang berbeda. Katsa adalah seorang graceling yang terlahir dengan Bakat langka untuk membunuh. Bahkan di usia 8 tahun, dia tanpa sengaja telah membunuh orang yang berniat jahat kepadanya. Sata itu Katsa bahkan belum mendapatkan pelatihan berkelahi sama sekali.

Mengetahui Bakat supernya, Randa (sang Paman) menggunakan Katsa sebagai algojo politiknya. Sejak ketahuan Bapaknya, Katsa lalu dilatih dan digembleng keras dengan berbagai ilmu bela diri. pada usia remaja, Katsa sudah berubah menjadi seorang mesin pembunuh. Tak ada yang bisa mengalahkannya dalam pertempuran tangan kosong maupun dengan senjata jarak dekat. Sebagai raja di 7 Kerajaan, Randa lalu memanfaatkan Katsa sebagai sang alojo. Ketika ada bangsawan yang tidak patuh atau tidak mau tunduk, dia cukup mengirimkan Katsa untuk melukai atau membuat orang itu cacat.

Tentu rasanya sangat tidak benar menjadi boneka Randa. Dalam hati Katsa tau itu salah, tetapi ia tak kuasa menolak perintah lalim pamannya. Sampai dalam suatu misi rahasia yang tidak diketahui Randa, si Katsa bertemu graceling lain bernama Po. Cowo ini punya Bakat bertarung, dan akhirnya Katsa mendapatkan lawan sepadan. Untuk pertama kalinya, ada yang bisa melukai Katsa meskipun gadis itu tetap menang pada akhirnya. Lewat Po inilah Katsa akhirnya membangun jati dirinya.Ia memutuskan tidak tunduk pada Randa, dan inilah awal petualangan besar Katsa.

Bersama Po, mereka ke negeri terpencil untuk menyelidiki siapa penculik kakeknya Po. Apa yang dikira hanya sebagai misi santai ternyata berubah menjadi misi penyelamatan. Keduanya mengetahui ada graceling lain yang memiliki Bakat yang jauh lebih berbahaya. Sebuah Bakat yang bisa mempengaruhi warga 7 Kerajaan dengan mudahnya. Dan kali ini, bahkan Katsa pun tidak kuasa melawannya.

Konsep graceling yang berbeda warna matanya ini mirip dengan konsep mutant dalam serial X-Men. Beberapa orang mendapatkan Bakat dalam satu bidang yang spesifik dan itu bisa menjadikan mereka manusia super. Tetapi kisah ini bukan hanya pertarungan antar Bakat. Ada perjalanan mencari jati diri, romansa dua kekasih, dan intrik politik yang kental. Nuansa kerajaan khas Abad Pertengahan disajikan dengan alam dingin penuh salju.

Banyak tema yang menyulut bintang satu dan dua saat buku ini terbit tahun 2010an. Pendirian Katsa seolah mendukung hidup tanpa menikah, bahkan pergaulan bebas. Tetapi, jika dibaca lebih jernis, penggarang hanya menyajikan fenoena sosial di dunia barat, dan itu tidak berarti dia mendukungnya. Keluarga Ror yang harmonis dengan keenam putranya menunjukkan bahwa membangun keluarga tetap penting. Katsa hanya terpecah antara cinta atau Bakatnya yang tidak memungkinkan.

Alur novel juga sangat mulus, bahkan beberapa adegan bikin kagget karena selangsung itu. Tahu-tahu saja kok sudah begitu, kaget dikit karena beda dengan novel-novel fantasi lain yang agak berpanjang-panjang dalam adegan perjuangan. Tetapi novel ini cukup detail dalam memaparkan dunianya, dan pengarang menyebarkannya di berbagai bab sehingg tidak terasa ada bab yang membosankan (kecuali bagian perjalanan Po dan Katsa berdua saja). Terjemahannya juga mulus sekali, selalu menyenangkan membaca hasil terjemahan Kak Poppy D. Chusfani. 

Thursday, January 23, 2025

Risalah Ibnu Fadhlan

Judul: Risalah Ibnu Fadhlan 

Penyusun: Ibnu Fadhlan

Cetakan: Pertama, 2017

Penerbit: Forum

Nama Ibnu Fadhlan mungkin belum sepopuler Ibnu Batuttah, tetapi keduanya adalah penjelajah muslim Abad Pertengahan yang meninggalkan catatan tertulis yang bisa menjadi sumber sejarah. Ibnu Fadlan terutama berjasa besar bagi bangsa Nordik dan Rus dalam melacak leluhur Viking dan Rus mereka. Catatan Fadlan memberikan gambaran jelas aekaligus menghapus rumor kasar dan bengis dari bangsa Viking yang sering dilebih-lebihkan.

Ibnu Fadhlan adalah seorang faqih, seorang ahli hukum Islam, yang menjabat sebagai sekretaris delegasi yang dikirim oleh Khalifah al-Muqtadir pada tahun 921 kepada raja Bulgaria. Kala itu  raja ini meminta bantuan untuk membangun benteng dan masjid, serta instruksi pribadi lainnya dalam soal ajaran Islam. Dalam perjalanannya ke negeri negeri utara ini, ia mencatat begitu detail hal hal terkait orang orang Rus dan Viking, penampilan wanita mereka, keseharian, juga flora dan fauna dan adat kebiasaannya.

Catatan atau Risalah Ibnu Fadhlan hanya ditemukan sebagian, sementara versi utuhnya diduga ditulis ulang oleh seorang penulis Muslim. Untuk menjaga keotentikan naskah, buku ini hanya menampilkan bagian naskah Ibnu Fadlan yang sudah diteliti asli dari abad ke -10 M. Tapi meskipun tipis, naskah ini memuat rincian yang sangat detail tentang orang-orang utara. Bangsa Rusia bahkan beruntang banyak pada catatan ini untuk mengisi lubang lubang yang masih gelap dalam sejarah bangsa mereka karena ketiadaan prasasti atau bukti tertulis.

Salah satu peristiwa yg digambarkan begitu detail oleh Ibnu Fadhlan adalah upacara pemakaman di pinggiran sungai Volga yang begitu rinci mendeskripsikan teadisi suku Viking. Ketika kepala suku wafat, mereka akan menempatkan jenazahnya pada sebuah kapal yang dipenuhi barang berharga. Selain itu, disembelih juga anjing, kuda, lembu, unggas serta (paling mengerikan) seorang budak wanita yg mengurbankan diri. Dokumen ini menjadi dokumen tertulis paling luar biasa yang menggambarkan sejarah Eropa utara di era Viking.

Ibnu Fadhlan juga menggambarkan karakter barbar bangsa utara. Dituliskan mereka tidak pernah mandi wajib dan membersihkan diri dengan air dalam satu bejana yang sama. Fadlan juga menyororti kebiasaan bangsa utara yang "tidak tahu malu" dengan mandi telanjang saling bercampur laki dan perempuan. Tapi, dia juga membahas tentang perlakuan tegas kepada mereka yang kedapatan berzina atau mencuri.

Risalah perjalanan Ibnu Fadhlan ke Eropa Utara abad 10 ini menginspirasi Michael Chricton ( pengarang Jurassic Park) untuk menulis novel berjudul "Eater of the Death" yang kemudian diadaptasi menjadi film "The Tirthteen Warrior" yang sangat fenomenal itu. Sebuah dokumen perjalanan dari abad 10 yang luar biasa. 

Tuesday, January 14, 2025

Kiai Ujang di Negeri Kanguru

Judul: Kiai Ujang di Negeri Kanguru

Penulis: Nadirsyah Hosen

Cetakan: Pertama, Maret 2019

Tebal: 276 hlm

Penerbit: Noura

"Perbedaan-perbedaan pendapat dalam umatku adalah satu (pertanda dari) kasih sayang Tuhan. (hlm. 213)

Islam itu luas dan luwes, dengan begitu banyak keragaman pendapat yang menunjukkan betapa perbedaan itu tidak hanya indah tetapi juga bisa menjadi berkah jika kita bisa menyikapinya dengan bijak. Dan cara terbaik untuk belajar menghargai perbedaan adalah dengan turut mengalami sendiri menjadi yang berbeda, dan mencoba melihat dan tinggal dengan mereka yang berbeda. Seperti yang dilakukan Kyai Ujang di buku ini: menuntut ilmu di Australia. Berbeda dengan catatan perjalanan lain tentang tinggal dan sekolah di luar negeri, buku ini lebih banyak berisi kajian keislaman yang dikaitkan dengan masa tinggal penulis selama di Australia. Kita tidak akan menemukan kisah tentang kanguru, atau orang Aborigin, atau pengalaman mengemudi di negara benua itu. 

"Orang Barat tidak mengenal Islam tetapi mempraktikan nilai-nilai keislaman yang universal. Mereka sering dianggap individualistis, dituduh tidak pedulian dengan orang lain. Namun, sejatinya mereka itu hanya tidak usil kepada orang lain." (hlm. 322)

Di buku ini, kita serasa mengikuti kajian keislaman dengan latar benua Australia. Akan kita temukan, drama membeli daging halal di negara nonmuslim, bagaimana hukumnya berwudu dengan mengusap kaus kaki ketika di sana tidak ada tempat untuk berwudu, dan bagaimana hukumnya menerima undangan minum bir oleh kolega setempat. Penulis tidak langsung menunjuk kalau yang begini haram dan begitu halal, tetapi beliau menuliskan sejumlah tafsir dari beberapa mahzab dan aliran dalam Islam. Tidak hanya 4 Mahzab utama, tetapi juga sejumlah mahzab kecil lainnya. 

"Kalau kita membuka kitab fiqih, maka hanya sekitar 20% yang berisikan syariah. Selebihnya merupakan opini, pemahaman, intrepretasi, atau penerapan yang kita sebut dengan fiqih.(hlm. 149)

Saya jadi tahu kalau diperbolehkan menggusap kaus kaki ketika kondisi tidak memungkinkan untuk berwudu, atau diperbolehkannya mandi junub dengan tayamum ketika kondisi sangat dingin dan mandi bisa menyakiti diri, juga tentang diperbolehkannya "berganti mahzab" dengan sejumlah catatan. Hal yang menarik, penulis dalam sosok Kyai Ujang menuliskannya dengan lembut dan tidak menghakimi. Kita yang awam serasa diajak belajar fiqih. Pembaca yang sama sekali tidak mengenal Kitab Kuning juga diajak mendalami sisi-sisi kitab klasik ini lewat kisah-kisah yang mudah dicerna. 

"Keragaman pendapat dalam Islam itu hal yang biasa dan wajar saja. Sayangnya, mereka yang tidak memiliki akses kepada khazanah klasik kitab kuning yang merekam keragaman pendapat ulama biasanya cenderung antipati thd pendapat ulama yang berbeda dengan apa yang selama ini mereka pahami atau amalkan." (hlm. 182)

Selain luwes, ada aroma tasawuf yang diselipkan penulis. Lewat sosok Haji Yunus, beliau menginsyaratkan pentingnya untuk bersikap tawadu atau rendah hati dalam mencari ilmu. Dalam beberapa kali kesempatan, penulis seperti ditegur ketika dia merasa berguna karena sudah membantu orang dengan ilmu fiqihnya. Teguran yang langsung menyadarkan kita bahwa seluruh ilmu sejatinya adalah milik Allah dan kita hanya diberikan secuil dari samudra ilmuNya yang luas. 

"Cara kita menghakimi orang lain adalah bentuk mekanisme pertahanan diri kita, yang tidak bisa menerima fakta orang lain lebih baik dari kita." (hlm. 224)

Plus karena semua ilmu adalah milik Allah SWT, sudah seharusnya umat Islam tidak alergi mempelajari ilmu-ilmu nonagama seperti fisika, biologi, sastra, psikologi, teknologi dan seluruh cabang keilmuwan yang kini dikuasai dan dipelopori bangsa Barat dan Asia Timur. Ingat, umat Islam pernah mempimpin peradaban di Abad Pertengahan. Kini bukan saatnya lagi bernostalgia mengenang kejayaan masa lalu. Tapi, ini saatnya umat Islam harus turut belajar segenap cabang ilmu. Bukan untuk menjadi jaya dan berkuasa, tetapi untuk meninggikan derajat. Betapa Allah pun memandang tinggi orang-orang yang berilmu.

"Belajar tasawuf itu bukan soal kegaiban atau keajaiban, tapi soal akhlak sehari-hari." (hlm. 224)

Beberapa artikel lepas yang cukup unik di buku ini: apakah sang Budhha Gaotama itu Nabi Zulkifli? Siapakah 3 Rasul yang disebut dalam Surat Yaa Sin? Apakah benar mereka itu Petrus, Johanes, dan Paulus? Mengapa Australia yang sekuler malah telah mampu menerapkan konsep islami tentang bernegara ketimbang negeri-negeri Islam? Mengapa tidak ada yang bisa menyamai Nabi Yahya? Masih banyak lagi yang seru di buku ini. 

"Bertanya kepada orang lain yang lebih tahu termasuk baian dari ikhtiar. Bukanlah al-Qur'an menanjurkan kita untuk bertanya jika kita tidak mengetahui (hlm. 15)

Sunday, January 12, 2025

Percy Jackson and the Chalice of Gods

 Judul: Percy Jackson and the Chalice of Gods
Pengarang: Rick Riordan
Penerjemah: 
Tebal: 252 hlm, Paperback
Cetakan: Oktober 2023 
Penerbit: Mizan

Agak susah menulis ulasan novel ini tanpa sedikit spoiler karena (1) judulnya aja udah spoiler sehingga tidak dicantumkan terjemahannya dan (2) bonus dan sampulnya juga agak spoiler. Tapi, buku ini tetap bacaan menghibur yang menawarkan banyak kejutan. Alurnya tetap sama, Percy dapat misi dari dewa entah siapa, dan lalu ia harus melawan entah monster entah separuh dewa (atau dewi).

Jadi Percy ini dihukum karena dia anak Poseidon. Dikisahkan kalo tiga dewa utama (Zeus, Poseidon, dan Hades) tidak boleh punya anak dengan wanita fana sejak tahun 1900an karena anak anak mereka bakal terlalu kuat. Tapi, ya seperti bisa ditebak, larangan ada untuk dilanggar. Muncullah Percy, Thalia, dan Nico.

Sebagai hukuman, Percy dkk harus menghadapi amukan para dewa. Ga bisa ngamuk ke bapaknya, maka anaknya jadi korban. Dan ketika Percy mau kuliah ke Universitas Roma Baru, dia diharuskan mendapatkan surat rekomendasi dari tiga dewa dewi, yang akan memgontaknya dan memberinya misi. Setelah misi selesai, barulah surat itu turun. Yang salah bapak, yang repot Percy. Heran.

Misi pertama (semoga ga spoiler), adalah mencari sesuai di judul ini. Ada gambar sesuatu seperti piala atau cawan atau ceper. Dewa yang bawa bawa piala siapa hayo, nah itu. Jadi di buku ini Percy akan berinteraksi sama minimal 4 dewa yang termasuk minor di Olympus. Ini yang bikin asyik,.karena kita jadi tahu lebih banyak tentang dewa dewi terpinggirkan ini. Paling seru, akhirnya bisa interaksi agak lama dengan dewi yang jasanya palibg sering dipakai tapi dia sendiri jarang keluar. Siapa tebak? Ada hububgannya dengan pelembab udara dan pelangi, Dewi Iris.

Riordan sekali lagi memperkenalkan kekayaan mitologi Yunani dengan asyik. Kali ini, dewa dewi minor dapat panggung, sementara dewa dewi mayor sekadar numpang dengan tingkah ponggahnya. Perkecualian untuk Athena yang bijak banget. Humor khas Riordan juga masih ada, dengan mengabungkan elemen modern dan kuno ( tongkat Iris yang mengebuki kang paket dan dewa dewi yang kursus yoga. Pesan bijak tentu ada. Percy bikin adegan yang bikin Anabeth dan Grover mencucurkan air mata.

Seperti biasa, ada satu PETUAH BESAR yang hendak disampaikan Riordan dalam setiap karyanya. Di novel ini, adalah bagaimana kita merangkul sesuatu yang sudah pasti dan tak bisa dihindair tetapi cenderung kita jauhi: usia tua. Saking terobsesinya dengan tetap muda, kita  pasti lupa bahwa menjadi dewasa dan menua itu niscaya. Hidup lalu dihabiskan dalam upaya agar tetap muda. Segala yang tua dan uzur dijauhi, sementara yang muda mudi dipuji. Tidak heran jika usia tua menjadi semakin menakutkan karena ada kesepian di sana.

Kita semua (yang diberikan kesempatan) akan menua pada akhirnya. Cukup jalani saja, nikmati prosesnya. Tidak usah takut menjadi tua, takut lah menjadi tua tapi tidak bahagia.