Search This Blog

Sunday, March 16, 2025

Inilah Resensi

Judul: Inilah Resensi, Tangkas Mengulik dan Mengupas Buku
Penyusun: Muhidin M. Dahlan
Cetakan: Pertama, Februari 2020
Tebal: 256 hlm
Penerbit: I:BOEKOE


Dulu, semangat sekali belajar meresensi buku saat masih rame-ramenya ikutan di grup Komunitas Peresensi Jogja. Waktu itu, bukan sekadar belajar meresensi yang bagus, tetapi terutama resensi yang juga diterima dan dimuat di media cetak. Resensi di online belum terlalu marak tahun 2010, hanya sekadar menuliskannya di blog saja paling agar catatan pembacaan buku tidak hilang. Meresensi sekaligus sebagai bentuk "aktif" dari upaya membaca saya yang pasif. Dengan begitu, apa yang dibaca tidak hilang, pehamaman tambah mendalam, dan ulasan pun bisa jadi bahan tulisan.

Buku karya Muhiddin M Dahlan ini diarahkan seperti itu, agar ulasan semakin besar kesempatannya dimuat di media massa. Jadi bukan sekadar ulasan yang model curhat atau rangkuman pendek semata, tetapi harus ada analisis dan ide atau gagasan yang didapat dari ulasan itu. Bukan semata buku ini bagus atau jelek karena .... tapi juga bagaimana sebuah ulasan buku bisa berlepas sebagai sebuah tulisan baru yang mandiri meskipun ia membahas suatu buku. 

Dengan tujuan tidak semata hiburan, tidak heran jika buku ini dipenuhi dengan how to meresensi yang baik dan benar (agar dilirik editor). Akan kita temukan di lembaran-lembarannya tip seperti menjerat dengan judul, kepada siapa buku ini, kritik, pertanyaan, gaya penulisan, peristiwa buku, kisah paling menarik dalam buku, dan masih banyak lagi. Pembaca yang menginginkan ilmu mengulas buku dengan tujuan profesional atau akademik akan cocok dengan buku ini. 

Lebih lengkap lagi, setiap tip dilengkapi dengan ulasan atau resensi buku yang pernah dimuat di media cetak. Dengan begitu, kita bisa melihat langsung bagaimana sebuah tip diterapkan dalam sebuah resensi. Total ada 250 resensi buku dari 150 penulis yang digunakan sebagai contoh dalam buku ini. Resensi tertua ditulis oleh Tirto Adhi Soerjo sementara resensi paling "baru" ditulis Bandung Mawardi tahun 2015. Sekali lagi, tepuk tangan dan salam salut atas kegigihan Warung Arsip dalam  mendokumentasikan berbagai tulisan ulasan.

Hal paling menarik buat saya dari buku ini adalah fakta bahwa banyak peresensi itu ternyata juga adalah pengarang besar. Tak kurang dari Putu Wijaya, A.A Navis, Budi Darma, Goenawan Mohamad. H.B. Jassin, Onghokham, hingga Seno Gumira Ajidarma pernah menulis resensi-resensi buku keren.  Bahkan, Mohammad Hatta juga pernah meresensi buku. Bahkan, presiden Soekarno juga pernah meresensi buku. Nama-nama seperti Radhar Panca Dahana, Nirwan Dewanto, Maman s Mahayana, dan Rocky Gerung juga ternyata para peresensi yang produktif. Usaha membaca dan meresensi ternyata sebuah kerja besar intelektual, tidak kalah dari menulis atau membaca buku itu sendiri. 

Dari membaca resensi-resensi lawas ini terungkap banyak peristiwa buku yang seru. Tidak pernah terbayangkan bahwa sebuah resensi bisa "menghabisi" sebuah buku. Jika kemarin ramai kasus review kue lapis legit yang bisa menjatuhkan sebuah toko, maka pernah ada juga sebuah ulasan buku yang benar-benar membuat buku tersebut ditarik dari peredaran. Bedanya, ulasan buku ini ditulis berdasarkan fakta dan referensi yang valid, sehingga penulis bukunya sendiri menyerah kalah dan mengatakan kalau bukunya memang salah.

Adalah Puradisastra, sangg "pembunuh buku" itu. Lewat resensinya yang berjudul "Dari Barat atau Islam? (dimuat di Tempo, 16 September 1978), peresensi mengkritik buku "Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan" (Sinar Hudaya, 1977). Secara ringkas, dalam resensi utuh yang dicuplik di buku ini, Puradisastra meluruskan anggapan keliru si penulis bahwa ilmu pengetahuan berawal dari Eropa Renaisance. Dengan rujukan valid, dikemukakannya juga sejumlah kesalahan nama tokoh, penamaan, hingga penisbatan yang keliru. Hal paling parah adalah penulis seolah mendewakan peradaban Barat dan menihilkan sumangsih peradaban Islam yang meletakkan dasar bahkan mengembangkan banyak hal dalam ranah ilmu pengetahuan.

Ulasan buku ini begitu heboh dan telak, sehingga buku setebal 131 hlm itu ditarik dari peredaran. Bahkan, sang penulis yang seorang profesor dengan sikap ksatria mengirimkan surat kepada peresensi berisi pengakuan kesalahannya. "Bagi saya jelas, saya tidak mampu memperbaiki kesalahan itu." Sebuah bukti bahwa resensi juga bisa menjadi semacam penjaga gawang untuk menjamin orisinalitas dan kualitas sebuah buku. 

Polemik lain yang juga menarik adalah ulasan tentang terjemahan kitab suci al-Qur'an. H.B. Jassin pernah menulis dan menerbitkan terjemahan puitis dari al-Qur'an dengan judul Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia. Edisi kitab suci ini telah ditarik dari peredaran setelah penerbitannya menimbulkan polemik berkepanjangan. Terlepas dari diksinya yang sangat indah dan puitis, peresensi menyoroti kualitas terjemahan yang "tidak tepat". Padahal, kesalahan penerjemahan dari sebuah kitab suci tentu sangat besar mudaratnya. Peristiwa ini ramai hingga Menteri Agama turun tangan sehingga menarik  Al-Qur'anul Karim Bacaan Mulia karya H.B. Jassins dari peredaran dengan pertimbangan mudharatnya lebih besar ketimbang manfaatnya.

Dari membaca banyak resensi, kita jadi tahu buku-buku bagus apa saja yang menarik untuk dibaca, serta peristiwa-peristiwa buku yang muncul dari sebuah buku. 

1 comment:

  1. Ternyata meresensi buku bisa jadi seserius itu, apalagi sampai menyebabkan buku ditarik dari peredaran. Ngeri banget ya. Dan bagi peresensi, butuh wawasan luas dan usaha untuk membedah bukunya. Apalah saya yang meresensi buku sekadar merekam pemahaman saya dalam membaca buku, hehe.

    ReplyDelete