Judul: The Black Hole Vol. 3
Pengarang: Jufan Rizky
Editor: Wulandari Kurnia
Sampul: Suupaku
Cetakan: Pertama, Juni 2025
tebal: 284 hlm
Penerbit: Benito Group
Petualangan Vahn dan Soekarno Habibie Wahid (i.e. Xade) segera sampai pada finalnya: pertempuran akbar di Planet Savinia. Setelah menerima jatidiri aslinya sebagai seorang alien, dilanjutkan berlatih di bawah bimbingan seorang Ksatria Yad, Vahn atau Bayu Pratama versi IPS harus membuktikan kalau dirinya berguna. Ia adalah harapan terakhir bukan hanya bagi rakyat planet Savinia, tetapi juga seluruh galaksi Hinges.
Untuk yang hendak mengikuti seri ini, sebaiknya dibaca urut dulu seri pertama The Black Hole dan seri keduanya The Black Hole 2. Sesuai judul, seri ini mengangkat sosok pemuda sekaligus senjata rahasia pamungkas milik Planet Savinia yang mampu menciptakan lubang hitam. Lubang ini seperti kita tahu dapat menyedot apa saja termasuk cahaya. Kekuatan luar biasa yang sekaligus menjadi harapan terakhir untuk menghadapi serangan Planet Vigard. Lebih lengkap tentang perang galaksi antara kedua planet ini bisa dibaca di ulasan buku satu dan dua.
Agak berbeda dengan buku-buku sebelumnya, seri ketiga ini hampir semuanya mengambil latar tempat di galaksi Hinge, terutama di planet Savinia dan Vigard. Saya yang menyukai seri ini terutama karena aroma teenlit kebumiannya (yang begitu menghibur) sedikit banyak merindukan latar SMA di Bumi yang familiar di dua volume sebelumnya. Hampir sepanjang cerita, buku ini isinya pertempuran, latar planet gersang yang mengerikan, serta pertumpahan darah juga kekejaman para mahkluk alien. Seperti kurang ada jeda, pembaca seolah dipaksa ikut bertempur terus-terusan.
"Jadilah orang jahat kalau begitu. Demi mengakhiri perang ini. Demi menolong prajurit-prajurit kelelahan yang Anda kasihi." (182)
Tetapi, ini jadi sudut pandang baru. Pembaca jadi tahu bagaimana kondisi planet Vigard dengan penduduknya yang sudah benar-benar menjadi hama di planetnya sendiri. Kita diajak untuk menyelami alasan mengapa perang terjadi, dan merasakan betapa mengerikannya tinggal di sebuah planet yang sudah kehabisan sumber daya alam karena ledakan populasi penduduk yang tak terkendali. Kisah ini seperti mengingatkan kita tentang bahaya dari pertumbuhan penduduk yang tinggi tanpa dibarengi kualitas sumber daya manusia yang mumpuni.
Kepada pengemar game perang, fan film starwar, dan pecinta iron man, seri ketiga ini dipersembahkan khusus untuk Anda sekalian. Awalnya bosan juga disajikan adegan perang , pertempuran, dan adu fisik; kurang humor khas Buminya. Tetapi, setelah dibaca terus, malah kisahnya bikin nagih. Pembaca dibuat geregetan dengan adegan-adegan pertempuran yang diobral nggak pelit. Plus, ada sedikit adegan Bumi di ending novel ini sehingga sedikit mengobati kerinduan pembaca akan kecantikan Maya atau Bu Frisca.
Pedang beradu, tembakan energy dari tangan, gerakan hex tingkat empat, adu telekinetis, adu strategi, perang kelicikan dan spionase: seluruh aroma pertempuran antar planet komplet lengkap di seri ketiga ini. Ibarat diajak menonton film, kita disuguhi adegan pertempuran demi pertempuran yang kadang kejam, kadang menghibur, kadang bikin gemes. Pertempuran agen Z dan Larius adalah yang paling seru menurut saya. Menghibur sekali cara pengarang mengambarkannya sampai berasa nonton sebuah adegan pertempuran di video game.
Gimana dengan si Lubang Hitam itu sendiri? Masalah dari tokoh yang terlalu op alias kekuatannya terlalu perkasa adalah dia bisa bikin cerita kering. Ya gimana, sekali sedot seluruh lawan akan hilang tak bersisa. Tidak lagi ada perjuangan, tidak lagi ada ketegangan pertempuran. Padahal perjuangan itulah yang bikin cerita menarik.
Sebuah pertandingan sepak bola dan badminton akan terasa menarik ketika kedua kubu sama-sama berjuang, sama-sama punya senjata andalan, dan sama-sama kita tidak tahu siapa yang akan menang. Saya sempat khawatir buku ketiga akan jadi kering seperti itu: Vahn akhirnya datang bak seorang juru selamat, ia menyedot semua musuh, dan perang galaksi pun usai. Bakal membosankan bukan kalau ceritanya hanya begitu?
Untungnya tidak seperti itu. Vahn memang op luar biasa, tetapi bukan berarti tidak ada batasnya. Ia masih harus banyak berlatih menggunakan lubang hitamnya. Usahanya mengeluarkan lubang tersebut juga menguras energy sekaligus memberinya emosi negatif. Kemampuannya bahkan sempat tak berguna. Tapi justru ini yang bikin ceritanya semakin menarik. Kita melihat Vahn harus mengambil inisiatif, harus belajar mengendalikan emosi, dan juga mencari ide baru dengan memanfaatkan apa yang ada. Dia berhasil membuktikan bahwa dirinya tetap bisa berguna meskipun sedang tidak bisa mengeluarkan lubang hitamnya. Ia menjadi seperti idolanya saat di Bumi.
Inilah kreativitas! Inilah sesuatu yang bikin sebuah cerita tidak lurus dan tidak jadi membosankan. Kita kadang jengkel ketika kenapa karakter si A begini dan karakter si B goblok banget begitu, tetapi justru itulah yang bikin cerita menarik, bikin greget. Ketika sebuah cerita berhasil bikin kita jengkel, geregetan, saat itulah cerita itu juga berhasil menarik serta menyita perhatian pembaca--seperti itulah yang saya rasakan saat sampai di penghujung cerita. Geregetan luar biasa dan tak bisa melakukan lain hal kecuali berharap si pengarang segera menyelesaikan penulisan volume 4 dari serial ini. Semoga semangat tempur Mas Jufan Rizky dalam menuliskan seri The Black Hole ini tetap sedahsyat Pak Serekhan yang walau sepuh tapi semangat bertempurnya tetap berkobar. Menyala Pak Ketua!
Rasa iba itu bagus. Itu menunjukkan Anda memiliki empati. rasa iba menumbuhkan motivasi dan niat yang kuat untuk melindungi. (181)
No comments:
Post a Comment