Search This Blog

Tuesday, May 13, 2014

The Naked Traveller 3

Judul : The Naked Traveller 3
Penulis : Trinity
Penyunting : Ikhdah Henny
Ilustrasi : Upiet
Sampul : Windu dan Kuswanto
Penerbit : Bentang
Cetakan : 1, Mei 2011

                “Worrying gets you nowhere.” (hlm x)



                Suatu ketika, tanpa sengaja saya menemukan sebuah petuah bijak St Augustine yang langsung tersentak telak. Beliau berkata bahwa dunia bisa diibaratkan seperti sebuah buku, dan mereka yang tidak pernah bepergian bisa diibaratkan sebagai orang yang baru membaca satu halaman dari buku besar dunia. Sebuah pepatah yang sepertinya wow tapi jika direnungkan memang benar adanya. Dunia itu luas dan indah, sungguh layak untuk dijelajahi. Maka, ketika akhirnya saya bertemu dengan buku-buku seri Naked Traveller karya Trinity, saya—dan mungkin banyak orang lain—merasa tersentil atau tergerak untuk mulai memberanikan diri bepergian jauh, keluar dari zona nyaman, melihat dunia di luar sana. Kini, travelling (baik solo maupun secara berkelompok) sudah menjamur. Orang tidak lagi takut pergi sendirian. Tiket pesawat murah, dan info serta lokasi tempat wisata pun mudah diakses via internet. Bepergian tidak lagi seberbahaya zaman dahulu, asal kita tahu diri dan punya persiapan.

                The Naked Traveller 3 adalah bagian dari seri buku Naked Traveller karya Trinity yang telah dicetak ulang berkali-kali dan bahkan sudah dialihbahasakan ke bahasa Inggris. Dari semenjak kemunculannya, baik judul maupun isi buku ini memang sudah “menggoda dompet” dan memancing penasaran. Naked Traveller bukanlah bepergian dengan polos, tapi lebih pada memandang perjalanan dan tempat-tempat tujuan wisata dengan apa adanya. Jangan bayangkan aneh-aneh saat membaca buku ini karena isinya memang benar-benar polos, tetapi polos dalam hal “menelanjangi” objek-objek wisata yang didatangi.

                Keunikan buku ini terletak pada kejujuran si penulis dalam menggambarkan perjalanannya. Jika indah ia bilang indah, jika jelek dia bilang jelek. Tanpa tedeng aling-aling, Trinity mengkritik habis-habisan joroknya toilet di China, parahnya kemacetan di India yang melebihi Jakarta, hingga usil mengomentari kebiasaan warga Jepang yang “ogah bercukur” meskipun mereka punya tradisi mandi bareng di onsen (pemandian air panas). Semua kisah perjalanannya ia sajikan apa adanya, tanpa bombastis promosi, bahkan malah sering penulisnya sendiri ikut menertawakan kekatrokan dirinya sendiri. Objek wisata dan Negara-negara yang dikunjunginya pun beragam, semua diceritakan secara acak mana suka sehingga pembaca bisa dapat banyak “pengalaman sisi lain” dari sebuah perjalanan.

                Isengnya di Trinity ini, jika buku travelling lain bakal mengambarkan Korea sebagai Pulau Jeju atau menara Namsan, eh dia malah asyik melototin cowok-cowok Korea yang katanya unyu-unyu itu. Dengan santainya ia bilang kalau itu … nggak bener. Yang benar adalah cewek-cewek Korea memang cantik dan trendy luar biasa. Operasi plastic juga murah di sana. Trus, iseng juga dia ikutan Tur Hantu di Bandung, mencoba memakai bikini di Aceh, bertengkar sama tukang bajaj di India, mengunjungi Timor-Timor pasca referendum, hingga mencoba mandi telanjang di onsen ala Jepang. Kalau dipikir-pikir, Trinity ini kayak pergi untuk membuktikan benar/tidaknya suatu gossip atau berita tentang suatu Negara. Dari membaca buku ini, tidak hanya penulis yang kaya pengalaman, pembaca pun kenyang dengan info-info ngak penting tapi malah jarang ditemukan di internet. Tapi, banyak juga info pentingnya sih, dan semuanya dituliskan oleh Trinity dengan humble dan terkadang over pede yang membuat pembaca terpingkal gila tapi kemudian pengen wkwkwk.

                Melalui seri The Naked Traveller ini, Trinity seperti berusaha mengompori pembaca untuk tidak takut bepergian. Sebagaimana kutipan di atas, jika kita terus khawatir maka kita tidak akan pernah sampai ke mana pun. Dunia ini luas, terdiri dari berbagai macam manusia dan juga panorama. Memang tidak semua yang kita temukan dalam perjalanan itu seindah foto di kartu pos, tapi dari situlah kita bisa belajar untuk melihat dunia dengan sudut pandang yang baru. Travelling akan meluaskan wawasan, memperlebar sudut pandang, mengasah kedisplinan, melatih keberanian, dan mempertinggi rasa toleransi karena kita akan bertemu dengan orang-orang yang jauh berbeda dari kita. Bahwa kelak ketika kita tua, kita bakal punya cerita yang layak dikisahkan kepada anak cucu kita, bahwa saya pernah ada di sana, pernah melihatnya dengan mata kepala sendiri, pernah berbicara dengan orang-orang hebat itu. Saya pernah bepergian!


                Maka, setelah membaca buku ini, saya memutuskan untuk menabung, mulai ancang-ancang mengambil cuti dan merencanakan perjalanan, lalu mempersiapkan diri untuk melakukan perjalanan. Buku ini benar-benar menginspirasi saya untuk tidak takut dan tidak ragu bepergian. Yuk travelling! 

1 comment:

  1. ayo nabung..,pisahin mana buat beli buku mana buat jalan-jalan :))

    ReplyDelete