Judul : The Naked Traveller 3
Penulis : Trinity
Penyunting : Ikhdah Henny
Ilustrasi : Upiet
Sampul : Windu dan Kuswanto
Penerbit : Bentang
Cetakan : 1, Mei 2011
“Worrying gets you nowhere.” (hlm x)
Suatu
ketika, tanpa sengaja saya menemukan sebuah petuah bijak St Augustine yang
langsung tersentak telak. Beliau berkata bahwa dunia bisa diibaratkan seperti
sebuah buku, dan mereka yang tidak pernah bepergian bisa diibaratkan sebagai
orang yang baru membaca satu halaman dari buku besar dunia. Sebuah pepatah yang
sepertinya wow tapi jika direnungkan memang benar adanya. Dunia itu luas dan
indah, sungguh layak untuk dijelajahi. Maka, ketika akhirnya saya bertemu
dengan buku-buku seri Naked Traveller karya
Trinity, saya—dan mungkin banyak orang lain—merasa tersentil atau tergerak
untuk mulai memberanikan diri bepergian jauh, keluar dari zona nyaman, melihat
dunia di luar sana. Kini, travelling (baik solo maupun secara berkelompok)
sudah menjamur. Orang tidak lagi takut pergi sendirian. Tiket pesawat murah, dan
info serta lokasi tempat wisata pun mudah diakses via internet. Bepergian tidak
lagi seberbahaya zaman dahulu, asal kita tahu diri dan punya persiapan.
The Naked Traveller 3 adalah bagian dari
seri buku Naked Traveller karya
Trinity yang telah dicetak ulang berkali-kali dan bahkan sudah dialihbahasakan
ke bahasa Inggris. Dari semenjak kemunculannya, baik judul maupun isi buku ini
memang sudah “menggoda dompet” dan memancing penasaran. Naked Traveller bukanlah bepergian dengan polos, tapi lebih pada
memandang perjalanan dan tempat-tempat tujuan wisata dengan apa adanya. Jangan
bayangkan aneh-aneh saat membaca buku ini karena isinya memang benar-benar
polos, tetapi polos dalam hal “menelanjangi” objek-objek wisata yang didatangi.
Keunikan
buku ini terletak pada kejujuran si penulis dalam menggambarkan perjalanannya.
Jika indah ia bilang indah, jika jelek dia bilang jelek. Tanpa tedeng
aling-aling, Trinity mengkritik habis-habisan joroknya toilet di China,
parahnya kemacetan di India yang melebihi Jakarta, hingga usil mengomentari
kebiasaan warga Jepang yang “ogah bercukur” meskipun mereka punya tradisi mandi
bareng di onsen (pemandian air
panas). Semua kisah perjalanannya ia sajikan apa adanya, tanpa bombastis
promosi, bahkan malah sering penulisnya sendiri ikut menertawakan kekatrokan
dirinya sendiri. Objek wisata dan Negara-negara yang dikunjunginya pun beragam,
semua diceritakan secara acak mana suka sehingga pembaca bisa dapat banyak
“pengalaman sisi lain” dari sebuah perjalanan.
Isengnya
di Trinity ini, jika buku travelling lain bakal mengambarkan Korea sebagai
Pulau Jeju atau menara Namsan, eh dia malah asyik melototin cowok-cowok
Korea yang katanya unyu-unyu itu. Dengan santainya ia bilang kalau itu … nggak
bener. Yang benar adalah cewek-cewek Korea memang cantik dan trendy luar biasa.
Operasi plastic juga murah di sana. Trus, iseng juga dia ikutan Tur Hantu di
Bandung, mencoba memakai bikini di Aceh, bertengkar sama tukang bajaj di India,
mengunjungi Timor-Timor pasca referendum, hingga mencoba mandi telanjang di onsen ala Jepang. Kalau dipikir-pikir,
Trinity ini kayak pergi untuk membuktikan benar/tidaknya suatu gossip atau
berita tentang suatu Negara. Dari membaca buku ini, tidak hanya penulis yang
kaya pengalaman, pembaca pun kenyang dengan info-info ngak penting tapi malah
jarang ditemukan di internet. Tapi, banyak juga info pentingnya sih, dan
semuanya dituliskan oleh Trinity dengan humble
dan terkadang over pede yang
membuat pembaca terpingkal gila tapi kemudian pengen wkwkwk.
Melalui
seri The Naked Traveller ini, Trinity
seperti berusaha mengompori pembaca untuk tidak takut bepergian. Sebagaimana
kutipan di atas, jika kita terus khawatir maka kita tidak akan pernah sampai ke
mana pun. Dunia ini luas, terdiri dari berbagai macam manusia dan juga
panorama. Memang tidak semua yang kita temukan dalam perjalanan itu seindah
foto di kartu pos, tapi dari situlah kita bisa belajar untuk melihat dunia
dengan sudut pandang yang baru. Travelling akan meluaskan wawasan, memperlebar
sudut pandang, mengasah kedisplinan, melatih keberanian, dan mempertinggi rasa
toleransi karena kita akan bertemu dengan orang-orang yang jauh berbeda dari
kita. Bahwa kelak ketika kita tua, kita bakal punya cerita yang layak
dikisahkan kepada anak cucu kita, bahwa saya pernah ada di sana, pernah
melihatnya dengan mata kepala sendiri, pernah berbicara dengan orang-orang
hebat itu. Saya pernah bepergian!
Maka,
setelah membaca buku ini, saya memutuskan untuk menabung, mulai ancang-ancang
mengambil cuti dan merencanakan perjalanan, lalu mempersiapkan diri untuk
melakukan perjalanan. Buku ini benar-benar menginspirasi saya untuk tidak takut
dan tidak ragu bepergian. Yuk travelling!
ayo nabung..,pisahin mana buat beli buku mana buat jalan-jalan :))
ReplyDelete