Search This Blog

Thursday, October 31, 2013

Bara Aksadewa, Sang Terhukum di Negeri Kinnara

Judul : Bara Aksadewa, Sang Terhukum di Negeri Kinnara
Pengarang : Mahfudz Asa
Penyunting : Ita Novidyaa
Cetakan : 1, September 2013 (188 hlm)
Penerbit : DeTeens



                Sekitar bulan Februari sampai April kemarin, kantor ngadain lomba menulis novel fiksi fantasi yang terbuka untuk umum. Salah satu poin penilaiannya adalah kami mencari cerita yang “Indonesia” banget. Pasar buku kita sudah terlalu dibanjiri oleh buku-buku fantasi terjemahan. Memang ada segelintir buku-buku fantasi karya bangsa yang cukup terkenal, tapi itu jumlahnya tidak sebanding dengan buku fantasia terjemahan. Pun yang sedikit itu masih sangat terpengaruh oleh unsure-unsur fantasi barat seperti elf, goblin, penyihir, atau ksatria. Kehadiran buku-buku fantasi yang mengangkat tema lokal tentunya akan menjadi angin segar bagi dunia perfiksi-fantasi-an Indonesia. Dan, buku ini adalah salah satu angin segar itu.

                Bara Aksadewa adalah satu dari total tujuh naskah terpilih dalam lomba *fikfanDIVA, mengalahkan sekitar 230 naskah lainnya. Unsur lokal dalam novel fantasi ini langsung terlihat begitu kita membuka halaman pertama. Sebuah foto dari salah satu relief di Candi Pawon, Magelang, yang menggambarkan ukiran pohon Kalpataru—pohon Kehidupan—yang diapit oleh dua Kinnara-Kinnari dan sepasang Apsara-Apsari. Empat mahkluk mitos ini memang menjadi tokoh sentral dalam buku ini.

http://img.antaranews.com/new/2012/04/ori/20120422Kalpataru_Candi_Pawon.jpg

sumber: antaranews.com

                Kisah dimulai ketika seorang remaja bernama Bara Aksadewa menemukan berbagai keanehan terkait peristiwa menghilangnya sang Ibu. Pada suatu malam, ibunya tiba-tiba menghilang bak ditelan bumi. Tidak ada petunjuk di mana ibunya berada, polisi sudah angkat tangan. Namun, petunjuk itu dating lewat mimpi di mana Bara didatangi seorang bangsa Raksasa yang menyuruhnya ke Candi Pawon jika ia ingin menyelamatkan ibunya. Maka berangkatlah ia candi, dan menjumpai sebuah gerbang menuju dimensi Negeri Kinnara.
                Tanpa bekal dan pengetahuan atau keterampilan, Bara tiba di Negeri KInnara, negeri mitologi yang selama ini hanya bisa ia baca dalam kisah-kisah Ramayana. Bara melihat sendiri entitas-entitas magis seperti raksasa, para prajurit kinnara-kinnari (sosok burung dengan kepala manusia), kaum Asura yang adalah raksasa, naga-naga mitologis yang mengerikan, hingga pohon kehidupan Kalpataru nan  legendaries. Petualangan sesungguhnya dimulai di sini. Ia harus merebut benda suci di bawah pohon Kalpataru jika ingin menyelamatkan ibunya yang ditawan bangsa Asura. Manakah yang dipilih Bara? Keselamatan ibunya atau keselamatan seluruh negeri Kinnara?

                Walau pendek, hanya 188 halaman, buku ini memuaskan. Adegan pertempuran ketika Bara dan komplotan Asura menyerang tempat suci yang dijaga bangsa Kinnara cukup detail dan menegangkan. Hanya saja, masih banyak hal yang tak terjelaskan. Ini bisa dipahami mengingat jumlah halaman yang terbatasi. Namun, sebagai sebuah cerita fiksi fantasi lokal, Bara Aksadewa adalah selingan menghibur di antara belantara fiksi fantasi terjemahan yang kini menguasai pasar buku Indonesia.
Mahfudz Asa  adalah juara ketiga dalam lomba #fiksiFantasi yang diadakan Penerbit DIVA Press. Ini adalah karya pertamanya dan ia bercita-cita ingin menulis lebih banyak lagi karya-karya fantasi bersetting dan beraroma Nusantara.

                

6 comments:

  1. wah.. masih jarang ya karya fantasi yang bener2 lokal. dulu aku pernah baca dunsa tapi menurutku kurang nendang ;p

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, Dunsa sih menurutku masih agak ke-Barat-Barat-an

      Delete
  2. belum pernah baca buku fantasi karya pengarang lokal, mungkin satu saat ingin coba baca juga :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yup, baca. Ya sebagai bentuk dukungan kita pada kemajuan para penulis fantasi lokal :)

      Delete
  3. wooy mau yang ini sama yang ditag mba truly donk. WA yah totalannya XD

    ReplyDelete
  4. Buku fantasi indonesia yang dibuat agak kebaratan itu justru menurutku jadi setengah-setengah karena jdi gak original tapi juga sentuhan baratnya tuh rasanya banyak yang gak pas...baguslah kalau mulai ada buku-buku seperti ini

    ReplyDelete