Judul : Bara Aksadewa, Sang Terhukum di Negeri Kinnara
Pengarang : Mahfudz Asa
Penyunting : Ita Novidyaa
Cetakan : 1, September 2013 (188 hlm)
Penerbit : DeTeens
Sekitar
bulan Februari sampai April kemarin, kantor ngadain lomba menulis novel fiksi
fantasi yang terbuka untuk umum. Salah satu poin penilaiannya adalah kami
mencari cerita yang “Indonesia” banget. Pasar buku kita sudah terlalu dibanjiri
oleh buku-buku fantasi terjemahan. Memang ada segelintir buku-buku fantasi
karya bangsa yang cukup terkenal, tapi itu jumlahnya tidak sebanding dengan
buku fantasia terjemahan. Pun yang sedikit itu masih sangat terpengaruh oleh unsure-unsur
fantasi barat seperti elf, goblin, penyihir, atau ksatria. Kehadiran
buku-buku fantasi yang mengangkat tema lokal tentunya akan menjadi angin segar
bagi dunia perfiksi-fantasi-an Indonesia. Dan, buku ini adalah salah satu angin
segar itu.
Bara
Aksadewa adalah satu dari total tujuh naskah terpilih dalam lomba
*fikfanDIVA, mengalahkan sekitar 230 naskah lainnya. Unsur lokal dalam novel
fantasi ini langsung terlihat begitu kita membuka halaman pertama. Sebuah foto
dari salah satu relief di Candi Pawon, Magelang, yang menggambarkan ukiran
pohon Kalpataru—pohon Kehidupan—yang diapit oleh dua Kinnara-Kinnari dan
sepasang Apsara-Apsari. Empat mahkluk mitos ini memang menjadi tokoh sentral
dalam buku ini.
sumber: antaranews.com
Kisah
dimulai ketika seorang remaja bernama Bara Aksadewa menemukan berbagai keanehan
terkait peristiwa menghilangnya sang Ibu. Pada suatu malam, ibunya tiba-tiba
menghilang bak ditelan bumi. Tidak ada petunjuk di mana ibunya berada, polisi
sudah angkat tangan. Namun, petunjuk itu dating lewat mimpi di mana Bara
didatangi seorang bangsa Raksasa yang menyuruhnya ke Candi Pawon jika ia ingin
menyelamatkan ibunya. Maka berangkatlah ia candi, dan menjumpai sebuah gerbang
menuju dimensi Negeri Kinnara.
Tanpa
bekal dan pengetahuan atau keterampilan, Bara tiba di Negeri KInnara, negeri
mitologi yang selama ini hanya bisa ia baca dalam kisah-kisah Ramayana. Bara
melihat sendiri entitas-entitas magis seperti raksasa, para prajurit
kinnara-kinnari (sosok burung dengan kepala manusia), kaum Asura yang adalah
raksasa, naga-naga mitologis yang mengerikan, hingga pohon kehidupan Kalpataru
nan legendaries. Petualangan
sesungguhnya dimulai di sini. Ia harus merebut benda suci di bawah pohon
Kalpataru jika ingin menyelamatkan ibunya yang ditawan bangsa Asura. Manakah
yang dipilih Bara? Keselamatan ibunya atau keselamatan seluruh negeri Kinnara?
Walau
pendek, hanya 188 halaman, buku ini memuaskan. Adegan pertempuran ketika Bara
dan komplotan Asura menyerang tempat suci yang dijaga bangsa Kinnara cukup detail
dan menegangkan. Hanya saja, masih banyak hal yang tak terjelaskan. Ini bisa
dipahami mengingat jumlah halaman yang terbatasi. Namun, sebagai sebuah cerita
fiksi fantasi lokal, Bara Aksadewa adalah selingan menghibur di
antara belantara fiksi fantasi terjemahan yang kini menguasai pasar buku
Indonesia.
Mahfudz Asa adalah
juara ketiga dalam lomba #fiksiFantasi yang diadakan Penerbit DIVA Press. Ini
adalah karya pertamanya dan ia bercita-cita ingin menulis lebih banyak lagi
karya-karya fantasi bersetting dan beraroma Nusantara.
wah.. masih jarang ya karya fantasi yang bener2 lokal. dulu aku pernah baca dunsa tapi menurutku kurang nendang ;p
ReplyDeleteIya, Dunsa sih menurutku masih agak ke-Barat-Barat-an
Deletebelum pernah baca buku fantasi karya pengarang lokal, mungkin satu saat ingin coba baca juga :)
ReplyDeleteYup, baca. Ya sebagai bentuk dukungan kita pada kemajuan para penulis fantasi lokal :)
Deletewooy mau yang ini sama yang ditag mba truly donk. WA yah totalannya XD
ReplyDeleteBuku fantasi indonesia yang dibuat agak kebaratan itu justru menurutku jadi setengah-setengah karena jdi gak original tapi juga sentuhan baratnya tuh rasanya banyak yang gak pas...baguslah kalau mulai ada buku-buku seperti ini
ReplyDelete