Search This Blog

Wednesday, September 25, 2013

The Apuila’s Child

Judul : The Apuila’s Child
Pengarang : Ruwi Meita
Editor : Ainini M.
Tata cetak : Fitri Raharjo
Sampul : Agus
Cetakan: 1, September 2013

Penerbit : De Teens


18580878


Adalah sebuah tantangan yang tidak mudah untuk bisa membuat sebuah novelet  fantasi dengan jumlah halaman kurang dari 130. Dalam hal ini, penulis dituntut untuk bisa meringkas sekaligus menyempurnakan sebuah cerita, tanpa banyak plot holes yang bertebaran di sana-sini, sekaligus tetap bisa memberikan hiburan bagi pembaca. Ajang #fikfanDIVA yang resmi berakhir April 2013 kemarin telah menyisakan tujuh naskah yang layak terbit, dan The Apuila’s Child adalah naskah yang meraih juara pertama dalam event penulisan novelette fantasi tersebut.

                The Apuila’s Child benar-benar membawa sesuatu yang baru dari segi cerita. Penulis mampu mengkaitkan antara Letusan Krakatau tahun 1883 dan Letusan Merapi tahun 2010 dengan kisah tentang anak malaikat yang terbuang. Kisah-kisah fantasi tentang para keturunan nephilim atau malaikat yang terbuang ke Bumi mungkin sudah sering kita jumpai di jagat fiksi fantasi luar, tapi untuk di Indonesia sejauh ini saya baru menjumpainya di novelette ini. Dan, kepiawaian Ruwi Meta benar-benar terbukti ketika naskah fantasi yang barat-sentris ini ternyata minim sekali suasana Baratnya. Nama-nama yang digunakan juga asli nama lokal, bahkan setting lokasinya pun di Jogja. Inilah beberapa yang membuat naskah ini begitu istimewa.

                Tentang konsep cerita, The Apuila’s Child berkisah tentang keturunan para Apuila atau malaikat yang jatuh ke Bumi. Karena berbagai sebab, salah satunya cinta, sejumlah malaikat rela memotong sayapnya agar ia bisa tinggal di Bumi. Mereka kemudian menikah dengan manusia biasa, dan menurunkan ras campuran yang disebut donahue. Kaum  Donahue ini bisa berumur panjang melebihi rata-rata manusia biasa, tapi pada usia 1.000 tahun ia akan disebut alok. Donahue Rubi adalah salah satu anak Apuila yang mengabdikan diri untuk merawat anak-anak yang kurang beruntung. Usianya hampir 200 tahun tetapi ia masih sesegar gadis remaja. Dalam persinggahannya di dunia manusia, ia bertemu dengan Oren, sosok anak kecil yang karena masa lalunya yang pahit membuatnya “bisu”. Ia juga menemukan Kemuning, seorang anak Apuila dengan emosi yang meledak-ledak.

                Seorang anak Apuila memiliki 12 jari, 4 jari tambahan ini disebut silandil dan merupakan “tombol” kekuatan mereka. Mereka mampu mengeluarkan kabut gaib yang dapat dimanipulasi menjadi hampir apapun di alam roh, bahkan bisa untuk mengambil sesuatu dari masa lalu menggunakan serbuk waktu. Sayangnya, seorang anak Apuila akan selalu terancam oleh keberadaan kelompok Apulia hitam yang berupaya menguasai dunia. Untungnya, ada pasukan balin pimpinan Ganendra yang menghalangi mereka. Ganedra juga membuat ramalah tentang terjadinya petaka di ulang tahun ke -1000 seorang anak apuila, yang jatuh tepat pada saat Merapi meletus tahun 2010. Donanhue Rubi pun bahu membahu bersama Oren dan Kemuning, serta berbagai makhluk ajaib untuk menangkal ramalan buruk tersebut. Namun, muncul musuh baru  dari sisi yang tidak diduga-duga. Berhasilkah mereka menyelamatkan dunia dari letusan selanjutnya? Bacalah di buku yang tipis namun seru ini.

                Satu hal yang kurang dari buku ini adalah kurang tebal. Ada banyak sekali hal yang hilang (atau memang terpaksa dihilangkan) demi mengenapi syarat halaman yang hanya 130 halaman. Sekiranya boleh dipertebal, pasti kisah tentang anak-anak Apuila ini akan  benyak menghadirkan sisi-sisi lain yang menarik dari sosok Donahue Rubi, Kemuning, dan juga Oren. Walau tipis, penulis juga mampu membangun karakter-karakter utamanya dengan cukup kuat. The Apuila’s Child benar-benar membuktikan bahwa penulisnya telah berpengalaman dalam dunia tulis-menulis. Semoga, penulis berkenan menulis versi yang lebih tebal dan lebih lengkap dari kisah fantasi ini.
               


1 comment: