Judul : The Search for Merlin, The Grey Labyrinth
Penulis : Tyas Palar
Penyunting : Tantrina DA
Sampul :Tyo Bvs
Cetakan : 1, Oktober 2011
Penerbit : Imania
Pernahkah terbayangkan oleh Anda
bahwa ada pertautan terselubung antara berbagai peristiwa dalam sejarah dengan
kisah-kisah para penyihir dunia? Apakah Anda pernah menebak bahwa Kerajaan
Britania Raya yang berjaya “menguasai” hampir separuh dunia pada abad 18 hingga
awal abad 20 itu adalah berkat jasa para penyihir dan alkemis? Apakah sosok
Merlin yang legendaris itu benar-benar ada dalam sejarah dan turut bertanggung
jawab dalam mengatur jalannya sejarah? Kalau Anda ingin tahu jawabannya, atau
Anda mungkin seorang penggemar fiksi-sejarah, maka cobalah membaca buku The Grey Labirynth karya Tyas Palar ini.
Sebagai sekuel dari The Death to Come, buku ini adalah seri
kedua dari trilogi The Search of Merlin. Sebagaimana
buku pertamanya, Tyas Palar tetap konsekuen memasukkan berbagai peristiwa
sejarah Abad Pertengahan hingga awal abad ke-19 sebagai alur utama dalam
cerita. Dalam arti, penulis menggunakan lini masa peristiwa yang terjadi di
Eropa pada saat itu, dan memasukkan tokoh-tokoh fantasinya untuk mengisi
kekosongan-kekosongan yang ada. Inilah yang unik dari seri ini, karena
menyertakan tahun kejadian serta tempat berlangsungnya peristiwa. Awalnya di
mulai dari Genoa pada tahun 1346 dan berakhir di
Salisbury 1756.
Membaca nama-nama eksotis tersebut, pembaca bisa menebak bahwa buku ini
mengambil setting di kota-kota Eropa pada abad-abad pertengahan dan pencerahan.
Satu point plus dari seri ini.
Trilogi The Search of Merlin sendiri mengisahkan tentang para penyihir
dunia yang memiliki kemampuan di atas rata-rata manusia biasa. Mereka berumur
panjang dan mampu merapalkan mantra-mantra. Sebagaimana seri Harry Potter, para penyihir di buku ini
memilih untuk mengasingkan diri dari manusia biasa. Premis ini digunakan untuk
mengisi fakta bahwa dalam sejarah Eropa, sama sekali tidak terdengar adanya
andil dari para penyihir hebat ini. Alkisah, para penyihir di seluruh dunia
dipersatukan oleh sebuah badan bernama Dewan Penyihir, mereka inilah yang
mengawasi (lebih seringnya menindas sih) para penyihir agar tidak melakukan
hal-hal sihir yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia biasa.
Prinsip utama mereka adalah tidak
untuk mencampuri jalannya sejarah—meskipun sebagai penyihir mereka punya kemampuan
untuk melakukannya. Contohnya adalah ketika terjadi Wabah Hitam atau Black Death, di mana peristiwa ini
benar-benar pernah terjadi di Eropa pada abad 14-15 dan merengggut nyawa hampir
sepertiga penduduk Eropa. Para penyihir
sebenarnya mampu memperingatkan manusia akan bahayanya, tapi karena mereka
dilarang mencampuri jalannya sejarah maka mereka diam saja. Para
penyihir tidak terpengaruh wabah karena darah mereka mengandung aura sihir.
Dalam seri kedua ini, rupanya
muncul sejumlah penyihir yang hendak memberontak pada Dewan Penyihir. Dengan
dimotori oleh empat penyihir besar, mereka bersekongkol melakukan ujicoba
berbahaya, menculik anak-anak berbakat alkemis dari Arabia ,
dan masuk ke dalam ranah politik kerajaan Britania. Dan di kastil Warwick , mereka
menjalankan rencananya ini. Dewan penyihr tidak bisa tinggal diam, mereka pun
mengutus Adrian of Wallachia, Johann-Jakob Moleschott, Wangg Feiyan, Idris,
Sergius, William Gray, Ivar, Tariq, dan Edward A. Twickenham untuk membereskan
para pembangkang itu. Tapi, rupanya mereka salah perhitungan. Pihak musuh telah
menemukan senjata magis yang sangat berbahaya, perpaduan antara ilmu
pengetahuan, alkemis dan sihir, dengan kekuatan menghancurkan nan luar biasa.
Lalu, apakah mereka berhasil mengalahkan pemberontak? Bagaimana dengan nasib
Eropa dan Britania? Mari dibaca sendiri, dan saya yakin Anda tidak akan
menyesal.
Kelebihan utama dari buku ini
tentu saja adalah aspek sejarahnya. Ada
begitu banyak peristiwa bersejarah, tokoh-tokoh yang ebnar-benar hidup pada
masa itu, yang semuanya ikut diselipkan oleh sang penulis dalam cerita. Pun, gaya penceritaannya
mengalir, karakter-karakternya jelas walaupun agak susah untuk mengingatnya
karena di setiap bab menceritakan satu tokoh dengan melompat-lompat. Untungnya,
ada daftar nama tokoh di bagian depan sehingga membantu saya untuk melacak
kembali siapa di A dan siapa si B.
Kelemahannya, disamping terlalu
tipis (padahal ceritanya menarik), novel ini kurang secara narasi tempat. Untuk
setting, penulis hanya membubuhkan tahun dan nama sebuah kota di Eropa dalam setiap awal bab.
Misalnya, London 1756, Shamballa tahun sekian, Genoa tahun sekian, dan
Pegunungan Pyrenees tahun sekian. Dengan menyuguhkan nama kota
yang benar-benar ada di dunia ini, penulis seperti menjanjikan kepada pembaca
untuk menggambarkan keadaan kota
A di suatu waktu tertentu. Misalnya, bagaimana bangunan-bangunan di kota Genoa , kehidupan
sosial di London ,
keajaiban di Shamballa, eksotisnya Konstantinopel. Tapi, narasi tentang kota-kota tersebut masih
sangat kurang dalam dua seri ini—padahal inilah yang menurut saya bisa menjadi
magnet bagi pembaca untuk mengambil buku ini. Sudah bukan rahasia lagi, pembaca
sangat menyukai cerita dengan setting Abad Pertengahan dan Abad Pencerahan di
Eropa, lengkap dengan kondisi fisik kota, pakaian yang dikenakan, atau situasi
sosialnya. Mungkin, sedikit riset akan membuat novel ini semakin memikat. Kritikan lain juga bisa dibaca pada resensi keren dari komunitass fikfan Indo yang bisa dibaca di sini.
Terlepas dari kekurangannya,
novel ini sangat recommended bagi
pembaca yang menyukai bacaan berlatar sejarah. Kita juga harus angkat jempol
pada sang penulis, yang dengan risetnya berhasil menyatukan antara peristiwa
sejarah yang benar-benar terjadi dengan cerita rekaannya sendiri. Keduanya
dipadukan secara apik, membentuk sebuah alur cerita yang seru dengan
karakter-karakter nan unik dan tak terlupakan. Semoga, buku ketiganya The Age of Misrule akan segera terbit,
sehingga kita bisa terbuai lagi dalam romantisme era para penyihir dan alkemis
di Eropa pada Abad Pertengahan dan Pencerahan.
4/5 bintang untuk buku menawan ini.
baru baca yang #1, hehehe
ReplyDeleteKaka ada yg seri 1?
Deletebelum baca seri ini satu pun :(
ReplyDeletemau tanya donk....
ReplyDeleteudah di sebarin di gramedia seri yang #2 nya ?