Search This Blog

Monday, February 26, 2018

The Selection: Reality Show Pencarian Permaisuri

Judul: The Selection
Pengarang: Kiera Cass
Penerjemah:
Tebal: 432 Halaman
Penerbit: Bentang Belia
Cetakan: Pertama, Juli 2012




Untuk membuatnya lebih menarik dan agar tidak muncul kesan bahwa novel bergenre dystopia ini hanya melulu tentang cinta-cintaan ala Miss Universe, saya akan memulainya dengan setting Selection yang terjadi di masa depan setelah Perang Dunia Keempat. Orang-orang Amerika Serikat berutang sangat banyak pada negara Tiongkok. Dan ketika AS tidak mampu membayar utangnya, Tiongkok pun menyerang dan mengambil alih kendali Amerika Serikat yang sudah bobrok dan bangkrut. Lama di bawah kendali orang-orang Asia Baru ini, warga asli melawan dan membentuk persekutuan. Inilah awal berdirinya Kerajaan Illea di wilayah bekas Amerika Serikat yang menjadi latar tempat berlangsungnya novel ini. 

Sebuah kerajaan tentu nggak lengkap tanpa adanya seorang pangeran tampan yang menjadi pujaan, maka hadirlah Maxon, putra mahkota kerajaan Illea. Sebagaimana dalam dongeng-dongeng, sang pangeran mengadakan sayembara untuk mencari calon istri. Tetapi karena novel ini berlangsung di masa depan, sayembara pencarian istri pun dibuat lebih kekinian lewat proses seleksi. Sekitar 35 gadis terpilih dari penjuru Illea akan diisolasi di istana. Sebagaimana ajang pemilihan Ratu Sejagad, mereka akan tinggal di istana, belajar banyak hal tentang menjadi calon ratu yang baik, dan menjalani seleksi. Dari 35 gadis, akan diseleksi lagi menjadi 6 calon istri yang disebut para elite. Proses seleksi ini direkam oleh kamera dan disiarkan ke penjuru Illea, mirip seperti acara-acar reality show di TV.

Mengingatkan pada apa? Ya, saya langsung teringat pada The Hunger Games saat membaca premis Selection ini. Hanya saja, kisahnya (dan pemimpinnya) jauh lebih manusiawi, dan ada lebih banyak adegan love-love ketimbang pertempuran yang berdarah-darah. Karakter utamanya pun hampir mirip, satu gadis yang galau dengan dua pria yang sama-sama dicintainya. American Singer tidak menyangka keisengannya akan membuatnya terpilih sebagai satu dari 35 gadis yang akan memperebutkan cinta Pangeran Maxon. Di satu sisi, ia masih belum bisa melupakan Aspen, pemuda yang menjadi cinta pertamanya. Di sisi lain, dia harus ikut seleksi jika ingin mengubah kehidupan keluarganya menjadi lebih baik.

Di Illea, warga masyarakat hidup berdasarkan kasta. Kasta 1 sampai 3 adalah kasta teratas. Kasta 4 hingga 6 ibaratnya kelas menengah, sementara kasta 7, 8, dan seterusnya adalah kasta bawah. Masing-masing kasta memiliki pekerjaan masing-masing. Ini mirip dengan sistem distrik yang diberlakukan di Panem. Menjadi peserta seleksi adalah satu cara tercepat untuk naik kasta. Dengan lolos seleksi, America naik ke kasta 3 dan kondisi keluarganya pun membaik. Ini sudah cukup untuk gadis itu. Ia tidak peduli kalau 34 gadis lainnya berebut mendapatkan perhatian Maxon. Bagi America, bisa tetap berada di istana saja sudah merupakan berkah karena ia mendapatkan makanan enak sekaligus mengamankan posisi keluarganya. America tidak harus bertingkah macam-macam demi sang Pangeran yang tidak ia cintai. Ia hanya harus menjadi dirinya sendiri. 

Tetapi, sang Pangeran ternyata melihatnya. Keengganan America untuk menonjolkan diri malah membuatnya semakin menonjol. Sejak hari pertama seleksi, Maxon sudah tahu ada yang berbeda dalam diri America. Menjadi dirimu sendiri ternyata merupakan jurus ampuh yang malah berhasil menarik perhatian sang Pangeran. Bagaimana dengan America? Dengan hujan perhatian yang diberikan sang pangeran, mungkinkah hati yang beku itu akan mencair dan memungkinkan tumbuhnya bibit-bibit cinta? Bagian inilah yang benar-benar mengingatkan saya pada The Hunger Games.  Lepas dari kisahnya yang cheese ala-ala Princess Diary, saya suka ide dasar novel ini. Memadukan seleksi ratu sejagad dengan elemen distopia, ini ide yang sangat menyegarkan. Apalagi, menjadikan Amerika Serikat yang demokratis itu menjadi negeri monarkhi, sangat menarik. Andai laga dan intrik politiknya bisa diperbanyak hmmm.

1 comment: