Judul: Sceduled Suicided Day
Pengarang: Akiyoshi Rikako
Penerjemah: Andry Setiawan
Tebal: 280 hlm
Cetakan: Pertama, April 2017
Penerbit: Haru
Dengan sampul yang “dark’ dan judul yang menjurus ke cerita
depresi, orang mungkin akan menganggap novel ini berisi kisah yang gela-gelap
suram ala Holy Mother dan The Girl in the Dark. Kenyataannya, novel
ini ternyata kisahnya manis dan malah mengingatkan kita pada bacaan komik remaja
yang penuh kupu-kupu beterbangan. Walau penulis juga membumbui dengan cerita
ala-ala detektif, banyak pembaca yang sepertinya lumayan kecewa dengan
menurunkan rating untuk buku ini. Bagi yang mengikuti karya-karya Akiyoshi
Rikako di Indonesia, membaca buku ini mungkin memang akan terasa sedikti
jomplang. Pasalnya, setelah kita dibikin terkaget-kaget dalam Holy Mother, buku selanjutnya ternyata
menghidangkan kisah remaja yang manis. Tetapi bagi saya, bagaimana penulis berkisah
dan bagaimana ia mampu menghibur pembaca selalu menjadi poin utama penilaian.
Sekali lag, saya bertepuk tangan dalam diam setelah selesai membaca novel ini.
Watanabe Ruri yakin ayahnya dibunuh oleh ibu tirinya!
Awalnya, Ruri memiliki keluarga kecil yang harmonis, dengan kedua orang tua
menjalani bisnis yang mereka sukai: memasak. Kemudian, dunia tiba-tiba mulai
jungkir balik ketika pada suatu pagi ibunya tiba-tiba ambruk dan terpaksa
dibawa ke rumah sakit. Ketika sang ibu dikabarkan telah meninggal, pelan tapi
pasti kehidupan menjadi semakin berat bagi gadis remaja itu. Keadaan semakin
bertambah buruk ketika sang ayah memutuskan untuk menikahi asistennya, Reiko. Walau
tidak setuju, pada akhirnya Ruri terpaksa menyetujui keputusan sang ayah.
Bagaimanapun, dia ingin ayahnya berbahagia. Tetapi, pernikahan tampaknya hanya
membawa sedikit perubahan. Sang ayah masih sering melamun dan bahkan sering
sakit-sakitan. Puncaknya, ketika suatu pagi, Ruri mendapati sang ayah telah
meninggal di tempat tidurnya. Dokter menyebut karena gangguan kerja jantung,
tetapi Ruri punya teori lain dan itu melibatkan ibu tirinya.
Lewat penyelidikan kecil-kecilan, Ruri mendapati adanya
banyak kejanggalan dalam kematian ayahnya. Tetapi, remaja itu tidak bisa
menemukan buktinya. Polisi dan dokter keluarga juga tidak mau percaya. Ruri
tahu betul kalau Reiko hanya ingin menguasai harta dan restoran ayahnya.
Bahkan, ia mendapati seluruh harta dan restoran telah didaftarkan ulang atas
nama perusahaan. Merasa tidak bisa lagi melawan, Ruri nekat memutuskan untuk
bunuh diri sebagai bentuk protes kepada ibu tirinya. Untunglah, percobaan bunuh
diri yang hendak dilakukannya di Sagamino gagal karena penduduk setempat telah
melakukan sejumlah antisipasi. Alih-alih meninggal dan menjadi hantu, Ruri masih
hidup ... tetapi dia jadi bisa melihat sesosok hantu seorang pemuda bernama
Hiroaki. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri mengungkap kejahatan sang ibu
tiri asal Ruri mau menunda bunuh dirinya.
Kemudian, dari sini, cerita mulai berjalan seperti
kisah-kisah petualangan remaja lainnya. Hiroaki memberikan nasihat-nasihat yang
kemudian diterapkan oleh Ruri untuk menyelidiki Reiko. Intensitas keduanya begitu
manis, bikin gemes. Pokoknya, cocok banget lah Ruri dama Hiroaki ini andai saja
tidak ada halangan gaib yang memisahkan. Sambil menjalani penyelidikan ini,
kita sekalian diajak menikmati panorama Sagamino yang sebetulnya indah, juga
berbagai makanan enak yang bikin baper. Pokoknya, aroma ‘suicide’ ini malah
buyar dan tak tampak sekali di buku ini, digantikan dengan percik-percik asmara
khas anak muda yang manis banget. Berhasilkah upaya Ruri untuk mengalahkan
kelicikan Reiko? Sebentar, kayak belum pernah baca karya-karya Akiyoshi Rikako
saja. Begini, walau kisah buku ini manis, penulis tetap konsisten dengan ciri
khasnya: plot twist yang melimpah
ruah.
Dalam beberapa bagian akhir, jebakan-jebakan itu bertaburan
kayak wijen di kue onde-onde wkwkwk. Masih kayak biasanya, Rikako mengiring
pembaca ke sana ke mari, lalu tebakan kita dibelokkan 180 derajat.
Sampai-sampai saya menjadi waspada, jangan-jangan bagian yang “itu” juga
jebakan juga, dan ternyata benar. Kerennya lagi, penulis mampu mengisi
celah-celah yang memungkinkan terjadinya plothole.
Hanya bagian “menyelinap lewat jendela” itu yang menurut saya agak susah
untuk dipraktikkan. Selebihnya, novel ini adalah buku manis yang sangat
menghibur. Poin plus lain, penulis tampaknya melakukan banyak riset saat menulis buku ini, terutama tentang feng shui. Jadinya, pembaca dapat banyak informasi penting tentang banyak hal sambil mengikuti kisah Ruri dan Hiroaki yang so sweet itu.
Bener, cerita ini manis :D
ReplyDeletepadahal judulnya seram gitu. Pesan ceritanya dapat
Betul, kayaknya saya juga kecele hahaha tapi tetap suka kok
ReplyDelete