Search This Blog

Monday, February 20, 2017

Pengumuman Pemenang Blogtour and Giveaway: AHANGKARA

Judul: Ahangkara
Pengarang:Makinuddin Samin
Penyunting: Joni Sujono
Penyelaras Akhir: Shalahuddin Gh
Pemeriksa Aksara: Jenny M Indarto
Cetakan: 1, Februari 2017
Tebal: 496  hlm
Penerbit: Javanica



"Itulah yang disebut ahangkara, keakuan." (hlm. 238)

Roda kekuasaan terus bergulir seiring dengan berjalannya peradaban. Kekuasaan silih berganti, kerajaan lama jatuh untuk digantikan dengan yang baru. Demikian lah kekuasaan dipergilirkan. Majapahit yang pernah jaya menguasai wilayah nusantara pun tak kuasa mengelak dari perputaran  roda takdirnya. Kerajaan besar ini perlahan redup sebelum akhirnya harus takluk di bawah kekuasaan lain yang mulai tumbuh di utara Jawa, Kerajaan Demak.  Transisi kekuasaan dan keyakinan dari era Majapahit ke era Demak pada abad ke-16 beserta sejumlah peristiwa besar yang mewarnainya inilah yang dikisahkan dengan begitu asyiknya lewat novel ini. Tidak hanya kekayaan data sejarah yang dipaparkan, tetapi di dalamnya tersimpan beragam kisah yang berhasil menghidupkan kembali tokoh-tokoh bersejarah dari tanah Jawa.

Tahun 1478, Demak menyerang Majapahit di Trowulan, kemudian mengganti penguasanya dengan pemimpin boneka. Tanda-tanda kejatuhan Majapahit memang telah dekat. Selain sibuk dengan perang saudara, pengaruhnya juga mulai melemah seiring dengan semakin berkembangnya ajaran agama Rasul yang disebarkan para wali. Walau demikian, sejumlah kadipaten di Brang Wetan (Jawa Timur) masih menyatakan kesetiaannya kepada Majapahit yang dianggap sebagai penjaga budaya leluhur. Salah satunya adalah Kraton Tuban beserta sejumlah wanua (kelurahan) di bawahnya juga diam-diam masih berkiblat kepada Majapahit meskipun banyak penduduk dan pemimpinnya telah menganut ajaran agama Rasul. Kemudian, ketika tersiar desas-desus bahwa Demak akan menyerang Tuban, jaringan telik sandi (mata-mata) pun disiagakan. Dari Wanua Ambulu yang terpencil, disusun beragam siasat rumit untuk menghadapi perang besar yang telah menanti di depan mata.

"Semakin sedikit menimbulkan kerusakan, semakin baik. Menang perang tidak harus menghancurkan, Senapati." (hlm. 182)
 
Alur besar novel ini digerakkan oleh warga wanua Ambulu, sebuah kelurahan kecil di barat Tuban yang akan menjadi target pertama jika Demak benar akan menyerang Tuban. Untuk melindungi rakyat dan juga keyakinan leluhur yang diwariskan lewat Majapahit, para tetua Ambulu mengatur serangkaian siasat yang dijalankan secara diam-diam bersama para telik sandi Tuban. Ketika sejarah menjadi saksi bahwa Demak benar-benar menyerang Tuban dan menghancurkan sisa-sisa kekuatan terakhir Majapahit di Brang Wetan, maka dimulai juga ekspedisi perang pasukan Demak untuk menaklukan seluruh Jawa bagian timur. Pada saat yang sama, berlangsung juga perang bawah tanah selama sembilan belas tahun sebagai serangan balasan untuk Demak. Adu siasat dan adu strategi, perang antartelik sandi pun berlangsung seru antara pihak Demak dan sisa-sisa pengikut Majapahit di penjuru Brangwetan.

"Jalan perang tidak pernah bisa mengubah keyakinan seseorang karena keyakinan tidak bisa dipaksakan melalui kekerasan. Para penyiar agama Rasul di tanah Jawa sejak generasi pertama sampai sekarang selalu menggunakan jalan damai, jalan persaudaraan." (hlm 56)

Uniknya lagi, walau membahas tentang kerajaan Demak dan menyebut tentang sejumlah wali, tidak lalu kemudian novel sejarah ini berubah menjadi novel religi. Bahkan, seperti yang dijelaskan oleh Sunan Kudus sendiri, penyerangan Demak ke Tuban dan Majapahit bukan lah sebuah perang agama melainkan sebuah upaya penaklukan untuk menyatukan seluruh Jawa di bawah satu kekuasaan tunggal. Bahkan, bupati Tuban dan juga banyak kraton-kraton lain di Brang Wetan yang pro-Majapahit banyak yang sudah memeluk agama Rasul. Menarik juga disimak dalam novel ini dapat kita temukan sejumlah penganut ajaran Rasul yang bertindak terlampau fanatik dan merasa benar sendiri. Pihak inilah yang berusaha membelokkan perang Demak - Majapahit menjadi perang agama. 

"Yang kita warisi dari Kanjeng Rasul adalah ajarannya, isi kebenaran di dalamnya, bukan budaya dan rancang bangunnya."  (hlm. 282)
 

 Apa yang menjadikan Ahangkara istimewa adalah kisah sejarah ini dituliskan dalam fiksi yang begitu memikat. Dengan lihai, penulis mampu menyatukan kepingan data dan fakta sejarah dalam jalinan cerita yang renyah. Selamat tinggal bacaan sejarah yang membosankan dan bikin mengantuk karena nyatanya saya betah banget menikmati halaman-halaman di buku ini. Sedikit mengingatkan saya pada semesta dalam kisah Raden Mandasia namun Ahangkara lebih kaya akan data dan fakta sejarah. Begitu banyak kata-kata lama yang dimunculkan, istilah-istilah Jawa--yang mungkin dulu saya bosan mendengarnya saat menonton ketoprak--dihadirkan kembali. Tentu dengan disertakan catatan kaki yang menjelaskan makna dari kata-kata tersebut. Tokoh-tokoh bersejarah dari jawa seperti Adipati Unus, Sultan Trenggana, Ratu Kalinyamat, Arya Penangsang, hingga Sunan Kudus 'dihidupkan' ulang dengan sedemikian manusiawi sehingga pembaca bisa merasakan kedekatan dengan tokoh-tokoh hebat tersebut. 

"Yang jauh lebih penting dari kekuasaan dunia adalah kekuasaan atas jiwa."  (hlm. 389)

Kejelian penulis dalam menyusun sebuah cerita yang mampu menampung tokoh-tokoh besar dalam linimasa sejarah di Tanah Jawa layak diacungi jempol. Alih-alih kebingungan, pembaca akan mendapat banyak pengetahuan baru juga cara pandang baru seputar sosok-sosok yang selama ini hanya kita kenal secara sekilas lewat pelajaran sejarah. Sedikit sejarah terkait pembangunan Masjid Kudus juga turut dipaparkan di novel ini. Luar biasa terharu  mendengar  penjelasan Sunan Kudus ketika memerintahkan pembangunan menara masjid agar menyerupai Purawaktra, gerbang barat kotaraja Majapahit di Trowulan. Hal unik lain dari Ahangkara ada pada tema mata-mata alias telik sandi ala Jawa tempo dulu yang didedahkan sedemikian detail di buku ini. Mulai dari cara bersiasat, teknik menyusup, mengelabuhi musuh, menciptakan pancingan, hingga aneka formasi perang digelar begitu semaraknya. Ternyata, bangsa kita juga memiliki kekayaan khazanah dalam ilmu perang yang tak kalah mengagumkan dengan Tiongkok atau negara barat. Buku ini benar-benar menyadarkan saya tentang betapa masih ada banyak sekali pengetahuan leluhur yang belum kita ketahui atau pelajari. 



Pengumuman Pemenang GIVEAWAY



Terima kasih atas partisipasi teman-teman mengikuti blogtour and giveaway Ahangkara. Setelah saya baca dan undi, berikut ini adalah dua peserta beruntung yang akan mendapatkan masing-masing satu novel Ahangkara dari Penerbit JAVANICA.


Pemenang pilihan:
Nama: Andry Chang
Akun twitter/Facebook:@evernade / @andrychang
Link share:Check out @evernade's Tweet: https://twitter.com/evernade/status/834021664832835584?s=09
 

Jawaban:
Idealnya, saya tak pernah setuju perang itu ada, bahkan sebagai pilihan terakhir. Namun sepanjang sejarah orang2 kuat cenderung menggunakan perang untuk memaksakan kehendak dan kuasanya lewat kekerasan dan kekuatan. Jadi setuju atau tidak, perang dan angkara murka akan terus ada hingga akhir zaman. 



Pemenang hasil undian:
Nama: Imron Fhatoni
Akun Twitter: @imronfhatoniwk
Link: https://twitter.com/Imronfhatoniwk/status/833627723125780480

Jawaban:
Tidak setuju. Sebab perang hanya akan menimbulkan kemudaratan bagi satu kaum dan golongan. Dalam berbagai literatur sejarah, imbas perang dirasakan lansung oleh masyarakat berupa kemiskinan dan kesengsaraan semata. Bahkan hingga kini, Aleppo masih terpuruk karena perang yang tidak berkesudahan.



Untuk teman-teman yang belum beruntung di blog saya, masih ada kesempatan mendapatkan 6 buku Ahangkara di tiga bloghost lainnya. Silakan bisa langsung meluncur ke blog Mbak Hobby Buku setelah di blog ini.  

Terima kasih sudah ikut meramaikan.

 

19 comments:

  1. Nama: Muhajjah
    Akun Twitter: @muhajjah_
    Link Share: https://twitter.com/muhajjah_/status/833576333221302273
    Jawaban:

    Nggak setuju.
    Menang atau kalah, masing-masing pihak tetep bakal mengalami kerugian.

    ReplyDelete
  2. Nama:Yohana
    Akun twitter: @MrsSiallagan
    Link share:https://twitter.com/MrsSiallagan/status/833612098605240321
    Jawaban: Saya sangat tidak setuju dengan adanya perang. Perang ini hanya akan membuat penderitaan. Pokoknya banyak sekali ha negatif nya dan tidak ada sama sekali sisi positifnya. Perang akan saling menghancurkan, tidak ada damai.

    Dengan perang, tidak akan ada yang namanya kebahagiaan. Manusia tidak akan tenang melakukan aktivitasnya. Jadi, saya tidak setuju dengan perang

    ReplyDelete
  3. Nama: Imron Fhatoni
    Akun Twitter: @imronfhatoniwk
    Link: https://twitter.com/Imronfhatoniwk/status/833627723125780480

    Jawaban:
    Tidak setuju. Sebab perang hanya akan menimbulkan kemudaratan bagi satu kaum dan golongan. Dalam berbagai literatur sejarah, imbas perang dirasakan lansung oleh masyarakat berupa kemiskinan dan kesengsaraan semata. Bahkan hingga kini, Aleppo masih terpuruk karena perang yang tidak berkesudahan.

    ReplyDelete
  4. Nama: Hapudin
    Akun Twitter/Facebook: @adindilla / Adin
    Link share: https://twitter.com/adindilla/status/833627432691249153
    Jawaban:
    SETUJU. Tapi, dengan alasan yang kuat, bahkan sangat kuat. Perang boleh dilakukan jika urusan agama dan negara. Dua kondisi ini yang bagi saya layak dilakukan perang.

    Agama: Jika ada pihak yang "menyerang" agama kita, wajib hukumnya untuk diperangi. Penyerangan berupa pelecehan dan ada unsur pemaksaan beragama. Agama merupakan hak manusia, jika hak tersebut diusik, wajarlah dilakukan perang.

    Negara: Sebagai warga yang berkedudukan dan tinggal di negeri bernama, jika negerinya diserang oleh negara lain, wajib warganya angkat senjata melindungi negerinya. Sebab, kalo kita tidak perang, siapa yang akan maju mempertahankan.

    Perang di atas, yang saya maksud, ada penyerangan dari pihak lain terlebih dahulu, baru dilakukan perang. Namun, jika kondisinya adem tapi memprovokasi, masih tidak diharuskan perang sebab bisa dilakukan mediasi.

    Ini hanya pendapat saya saja. ;)

    ReplyDelete
  5. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  6. Perang adalah cara terakhir untuk mendapatkan kedamaian.
    Jadi sangat tidak setuju perang dan perang adalah jalan yang paling akhir

    ReplyDelete
  7. Nama:Femmy Adis
    Twitter :@FemmyAdis
    Link share :https://twitter.com/Femmyadis/status/833680888483319810

    Jawaban : tergantung situasi dan kondisi terlebih dahulu.

    Jika ada seseorang/suatu kelompok melecehkan agama kita, maka kita wajib untuk memerangi mereka tetapi tidak menggunakan jalur kekerasan. Kita bisa menggunakan hukum untuk memerangi mereka, kenapa hukum?? Kenapa tidak menggunakan senjata?? Sebab negara kita sudah merdeka, perang yang mengandalkan senjata cukup saat kita masih dijajah saja. Kita ini negara kesatuan yang merdeka, jika kita menggunakan kekerasan maka kemungkinan besar masyarakat akan terpecah belah.

    Tetapi jika perang ini terkait tentang negara lain yang menyerang negara kita, maka sebaiknya sebelum terjadi peperangan hendaknya diselesaikan dengan kepala dingin dari masing-masing perwakilan/pemimpin negara.

    Jadi intinya, saya setuju jika terjadi peperangan Tetapi tidak menggunakan kekerasan, bukan kita yang memulai duluan, tidak ada cara lain selain perang, dan yang pasti perang yang terjadi tidak akan merugikan seseorang/kelompok tertentu yang tidak terlibat dalam masalah tersebut.

    ReplyDelete
  8. Elsita F. Mokodompit
    @sitasiska95
    https://twitter.com/sitasiska95/status/833741387619303424

    Buatku sih ini situasional. PTapi perang adalah cara terakhir yang akan aku pilih. Jika masih bisa digunakan cara lain seperti musyawarah, maka itu akan lebih baik. Bukankah kita manusia sempurna karena dianugerahi nafsu dan akal? Dalam hal ini, akal adalah hal yang berhubungan dengan kecerdasan dan kelurusan pola pikir, jadi kalau perang masih bisa dihindari, kenapa tidak? Bukan berarti tidak setuju, tetap ada hal2 yang mungkin jalan satu2nya hanyalah dengan berperang, tapi kalau bisa dihindari itu akan lebih baik

    ReplyDelete
  9. Nama : Zulqa'ida Rizha Vahlevi
    Akun Twitter : @vahlevirizha
    Akun Facebook : Zulqa'ida Rizha Vahlevi
    Link Share :
    Twitter:https://twitter.com/vahlevirizha/status/833922413905612800
    Fb : https://www.facebook.com/rizhavahlevi

    JAWABAN :

    Saya setuju dengan adanya perang. Jika jalur diplomasi antar dua negara atau dua yang berkepentingan sudah tidak bisa ditempuh dengan jalan damai.

    Demi kepentingan bersama. Demi harga diri bangsa. Demi kemerdekaan sebuah bangsa. Dan demi masa depan penduduk bangsa yang lebih baik.

    ReplyDelete
  10. Eko mujiyono
    @Moedjiyonoe I Ecka
    https://mobile.facebook.com/story.php?story_fbid=1887927008109510&id=100006766875144&refid=17


    #sangat setuju
    Dikarnakan dari zaman dahulu perang ada dan mengabitkan kehancuran
    Dan kehancuran inilah awal dari kejayaan
    Hukum kebalikan alam - timbal balik
    Salam rahayu dumadi_/|\_

    ReplyDelete
  11. Nama:Teguh Widiyanto
    Akun facebook:@thejackerwidy
    Link share:https://m.facebook.com/home.php?refsrc=https%3A%2F%2Fm.facebook.com%2F&_rdr
    Jawaban:untuk suatu hal dibolehkan adanya perang tetapi utamakan dulu jalan damai karna tidak ada kemenangan sejati dalam perang yang ada korban dikedua belah pihak dan pasti yang tidak bersalahlah yang jadi korban

    ReplyDelete
  12. Nama: Andry Chang
    Akun twitter/Facebook:@evernade / @andrychang
    Link share:Check out @evernade's Tweet: https://twitter.com/evernade/status/834021664832835584?s=09
    Jawaban:
    Idealnya, saya tak pernah setuju perang itu ada, bahkan sebagai pilihan terakhir. Namun sepanjang sejarah orang2 kuat cenderung menggunakan perang untuk memaksakan kehendak dan kuasanya lewat kekerasan dan kekuatan. Jadi setuju atau tidak, perang dan angkara murka akan terus ada hingga akhir zaman.

    ReplyDelete
  13. Nama: Heru Widayanto
    Akun Twitter: @heru_dlover
    Link Share: https://twitter.com/heru_dlover/status/834345455085506561
    Jawaban:
    Menang jadi arang, kalah jadi abu. Kedua pihak yang berseteru sama-sama hancur.

    Orang Jawa mengatakan menang ora kondang, kalah ngisin-isini (menang tidak akan terkenal, jika kalah memalukan).

    Dalam sebuah perang, menang ataupun kalah sama-sama tidak ada yang diuntungkan. Masih banyak jalan yang jauh lebih bijak daripada memilih pertumpahan darah.

    ReplyDelete
  14. Nama : Ervan Setiawan
    Facebook : Ervan edge
    Twitter : @ervanedge
    Link share : https://mobile.twitter.com/ervanedge/status/833631245804335104?p=v

    Jawaban :
    Setuju atau tidaknya Jika kita berpikir logis maka perang bukan Solusi
    Perang hanya menimbulkan kebencian yang berujung kematian entah perbedaan pendapat, perbedaan Ras, perbedaan politik, agama, atau yg lainya
    Padahal Different is Beautiful
    Perbedaan itu Indah !!!
    Bahkan Rasulullah SAW saja melarang membunuh wanita & anak-anak ketika itu juga berperang untuk menegakkan Agama Allah bukan pemaksaan keyakinan dan Islam itu tidak Ada paksaan, Rasulullah SAW sangat pemaaf
    Ketika banyak Orang Munafik yang benar-benar Tampak bahkan berkhianat sekalipun Rasulullah SAW memaafkan dikarenakan jika menghukumnya bahkan membunuhnya
    Orang-Orang di Sekitar akan Menyangkanya
    Muhammad membunuh para Sahabatnya, dan Itu tidak terjadi Karena Sosok pemaaf dan Teladan itu ada pada pancaran Hati Sang Nabi Muhammad SAW.

    Dan perang bukan Soal senjata pemusnah massal, senjata canggih bahkan Nuklir sekalipun
    Tapi perang yang berbahaya mengendalikan Media, Tontonan Film Ala Barat kebebasan hidup tanpa peraturan, Aurat di buka tanpa malu, Cinta begitu mudah di nyatakan tanpa etika, banyak hamil tpi belum nikah
    Ini perang yang digencarkan oleh kaum pengedepan Nafsu sesaat.
    Jika ini bukan perang lantas apa bedanya dengan perusak generasi yang merusak Generasi umat Islam yg di rindukan kejayaanya.

    ReplyDelete
  15. Nama: Tara Dwipa
    Akun twitter: @dwipaa_
    Link share: https://twitter.com/dwipaa_/status/835414357483761664
    Jawaban: Tidak. Karena perang membawa kehancuran, menimbulkan korban jiwa, menimbulkan trauma, dan kedua belah pihak akan rugi. Lebih baik masalah dirundingkan secara damai. Apabila akan perang untuk berjihad di jalan Allah, saya akan setuju.

    ReplyDelete
  16. nama : Mariatul Rahmi
    akun twitter : @mrtlrhmi_
    link share : mobile.twitter.com/mrtlrhmi_/status/835434417875116032?p=v


    Setuju, jika memang sudah betul-betul terdesak dan cuma itu jalan satu-satunya. Berperang memang banyak menimbulkan kerugian, dendam, kematian, dan lain sebagainya. Tetapi berperang adalah jalan yang dibutuhkan untuk merdeka, karena untuk merdeka yang dilakukan bukan cuma teori tetapi juga aksi. Berperang pasti punya tujuan masing-masing, dimulai dari lingkup yang kecil yaitu mempertahankan diri sendiri, ras, suku dan komunitas, sampai lingkup yang besar yaitu negara dan agama. Jika permasalahan dapat diselesaikan dengan damai itu lebih baik. Tetapi jika tidak maka perang akan dibutuhkan jika itu jalan terakhir dan cuma itu yang dapat dilakukan.

    ReplyDelete
  17. Nama:Afifah Khoiriyah
    Akun twitter: @Afifah_1412
    Link share:https://twitter.com/Afifah_1412/status/835675391020802050
    Jawaban: nggak setuju lah.
    Apapun alasannya.Pasti ada jalan keluar dengan cara damai dan lebih bermartabat. Perang banyak merugikan baik harta, nyawa, dan mental yg bisa saja trauma. Prinsip kemanusiaan tak akan jauh dari kata damai, bukan perang.
    Tuhan pasti berikan jalan apapun kalo manusia mau berusaha berdamai, tetapi ketika manusia setuju berperang prinsipnya hanya utk berthn bukan menyerang. Berdoa agar kita saling memaafkan Sehingga mudah utk berdamai dan tidak ada pemikiran utk perang

    ReplyDelete
  18. Nama: Bety Kusumawardhani
    Twitter: @bety_19930114
    Linkshare: https://mobile.twitter.com/bety_19930114/status/835696070718029824?p=v
    Jawaban: Aku tidak setuju perang. Alasannya cukup sederhana saja karena perang bisa melanggar Hak Asasi Manusia. Misal: rakyat kehilangan hak untuk hidup disebabkan oleh perang yg memakan banyak korban jiwa dan mengakibatkan korban selamat menjadi trauma, rakyat kehilangan hak mendapatkan penghidupan layak disebabkan oleh pengrusakan banyak lapangan pekerjaan sehingga pengangguran semakin meningkat, rakyat kehilangan hak mendapat kebebasan berpergian/berkunjung/bergerak sebab perang juga merusak tempat-tempat umum lainnya sehingga keadaan luar yg semakin berbahaya atau tidak kondusif.

    ReplyDelete