Judul: Miss Marple's Final Case
Pengarang: Agatha Christie
Penerjemah:
Tebal: 172 hlm
Cetakan: 2007
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Sebagai pembaca awal karya-karya Agatha Christie (baru tahun
2003 saya berkenalan dengan penulis ini lewat Iklan Pembunuhan), saya sering merasa kasihan sama Miss Marple yang
seolah redup di bawah kebesaran Hercule Poirot. Kecenderungan para pembaca awal
karya Agatha Christie adalah ingin membaca karya-karya yang ada Poirotnya
karena konon kata teman-temannya yang sudah baca duluan, Poirot ini keren.
Akibatnya, Miss Marple yang sebenarnya asyik ini jadi tersisihkan. Padahal,
bersama di pasangan TT, ketiganya adalah tokoh-tokoh rekaan Tante Agatha yang
asyik dengan ciri khasnya masing-masing. Saya tahu, luar biasa susah untuk
menolak pesona Hercule Poirot dengan kumis kebanggaannya itu. Bandingkan juga
seri Poirot yang mencapai 45 buku dengan seri Miss Marple yang hanya 16 buku
saja. Tentu saja, penggemar Poirot lebih banyak. Ah, kalau saja mereka tahu
pesona Miss Marple yang rumpik habis itu!
Tidak bisa dipungkiri, kesan pertama memang turut
mempengaruhi penilaian saya. Saya lebih dulu bertualang bersama Sherlock Holmes
ketimbang Hercule Poirot, sehingga tetap Sherlock-lah yang paling hebat di
antara keduanya (menurut saya). Begitu pula, saya lebih dahulu bertemu Miss
Marple sebelum kemudian disadarkan oleh teman saya tentang kehebatan Hercule
Poirot. Dalam banyak hal, Poirot memang lebih mampu memenuhi ekspektasi
kebanyakan pembaca yang merindukan sosok senyentrik dan tidak kalah dari
Sherlock Holmes (banyak kritikus yang menduga, Tante Agatha mencipta tokoh
Hercule Poirot untuk menandingi Sherlock Holmes). Sosoknya yang berwibawa
memang jauh kalau dibandingkan dengan Miss Marple yang sudah nenek-nenek, suka
rumpik pula wkwkwk. Tapi, justru dalam ke-rumpi-annya inilah, pesona Miss
Marple berada.
Mari sejenak pusatkan perhatian kita kepada Miss Marple,
karena ini adalah buku tentangnya. Dalam delapan kasus pendek yang tersaji di
buku ini, pembaca akan diajak berkenalan dengan sosoknya yang nyentrik dengan
caranya sendiri (yang berbeda benar dari Hercule Poirot atau Sherlock). Sosok
nenek yang ceriwis, suka ingin tahu urusan orang, dan sering berbicara melantur
tentang masa lalunya. Bagi yang pertama ketemu dengannya, akan mudah
menyimpulkan betapa menyebalkannya tokoh satu ini, yang sering kali dianggap
akan menyamarkan fakta dan membingungkan fokus si pembaca. Namun di balik
segala rempongisasi dan rumpik itulah tersembunyi kecerdasan luar biasa. Banyak
pembaca yang terkejut saat menjumpai ending dari novel-novel Agatha Christie
dengan Miss Marple sebagai tokoh utamanya. Hal yang sama terjadi pada saya saat
menamatkan Iklan Pembunuhan sekian
tahun lampau, sama sekali tidak menduga bahwa sang nenek rumpi inilah
jagoannya.
Teknik menyembunyikan tokoh utama ini juga digunakan oleh
Aoyama Gosho dengan Detektif Conannya, di mana tokoh utama disembunyikan dalam
tubuh anak kecil, sehingga membuat pihak ‘musuh’ tidak curiga. Orang pasti akan
berpikir dua kali sebelum bisa menebak bahwa anak kecil seperti Conan atau nenek rumpi
kayak Miss marple akan mampu memecahkan kasus yang sedemikian rumitnya. Agatha
Christie pandai sekali memilih tokoh, dan kemudian memolesnya sedemikian rupa
sehingga tokoh-tokoh hebat itu tetap terasa manusiawi—dan itulah yang membuat
pembaca semakin cinta dengan karakter-karakternya, termasuk dengan Miss marple
ini. Jika pembaca ingin mengenal Miss Marple secara lebih mendalam, bisa
mencoba membaca versi versi novelnya seperti Iklan Pembunuhan dan 4. 50
dari Paddington.
Dalam
buku tipis ini, pembaca hanya akan diperkenalkan secara sepintas-sepintas pada
Miss Marple. Namun, yang singkat ini pun saya rasa sudah mampu menggambarkan
sosoknya yang nyentrik. Metodenya memang agak berbeda dengan Poirot aatau
Holmes, Miss Marple ini lebih sering menggunakan pendekatan personal untuk
menggali data dan fakta, kemudian mendengarkan dan menyimak semua cerita yang
ada sebelum disimpulkan secara metodis. Bisa dibilang, pendekatan Miss Marple
ini adalah pendekatan lembut yang (mugkin) hanya bisa dilakukan dengan luwes
oleh wanita tua sepertinya. Kecenderungan kita kan lebih mudah bercerita sama
wanita yang kelihatannya sudah tua, bijak, dan akrab ketimbang pada wanita muda
yang cantik—karena banyak mata-mata James Bond yang nyatanya cantik.
Dari
delapan kisah di buku ini, hanya enam di antaranya yang melibatkan Miss Marple
secara langsung. Dua kisah yang paling akhir lebih seperti kisah yang dituturkan
oleh Miss Marple atau temannya, entah. Kisah terpanjang di buku ini (yang
menjadi ide untuk sampul edisi ini) agak-agak berbau supranatural. Siap-siap
saja, pokoknya menjelang ending pembaca akan dibuat bergidik ngeri sekaligus
trenyuh haru. Oops, semoga ini bukan spoiler. Untuk enam kisah lainnya, saya
rasa sudah lebih dari cukup untuk menggambarkan kepiawaian Miss Marple yang
hebat namun dia tidak ingin dianggap hebat karena itu hanya akan merepotkannya.
Dalam kisah pertama, Miss. Marple mampu memecahkan sebuah kasus sosok pria yang
tertembak di sebuah gereja. Ada pula saatnya ketika nenek rumpik ini ternyata
bisa membantu menemukan harta warisan yang disimpan dalam wujud yang sangat tak
terduga. Semua kasus yang diajukan kepadanya, semuanya berhasil dipecahkan
berkat pikirannya yang luar biasa metodis serta gaya komunikasi Miss Marple
yang gampang akrab.
Pada akhirnya, para pembaca—begitu
juga karakter-karakter dalam buku ini—akan terperanjat pada kepiawaian Miss
Marple yang unik. Cobalah membaca Miss Marple juga, selain si hebat Poirot
tentunya, dan siap-siaplah terpesona dalam cara yang lain dari biasanya.
Ketinggalan banyak nih. Saya sama sekali belum berkenalan dengan buku-bukunya Agatha Christi euy
ReplyDeleteAyo, coba dibaca salah satu. Sering diobral kan buku-bukunya?
DeleteMas Dion, apakah dikau sudah baca Tirai?
ReplyDelete*malah langsung bahas Poirot*
Kalo nggak ketemu Miss Marple, mungkin sampe saat ini saya akan tetap beranggapan rumpik dan kepo melulu perbuatan hina. Padahal, kadang dari kepo lalu ikut campurlah bisa jadi seorang anak tetangga yang dipukuli bisa selamat, misal....
Poirot dan Miss Marple emang "mateng". Jadi, kenapa dibuat Miss, lalu kepo, lalu tiba-tiba resek, lalu dia malah melantur tentang tetangga2nya di desa St. Mary Mead....
Tapi..., semua itu ada maksudnya, loh, hihihihihi.... *ketawa rumpik*
Satu lagi, kalo yang suka cinta, coba kenalan dengan Mr. Quin yang misterius. Siapa tau, dia bisa kasih solusi... >_<
Huum mbak, ternyata memang sengaja kepo dan rumpik demi menyamarkan maksud penyelidikannya
Delete