Penulis: Julie Anne Peters
Penerjemah: Hedwigis Lani Rachmah
Penerbit: Noura Books
Terbit: Cetakan pertama, April 2015
Tebal: 332 halaman
Banyak di antara kita yang pernah dibully (atau mungkin
malah mem-bully) di masa kecil dulu. Beberapa mungkin sampai ke penghujung masa
remaja. Entah yang masa, satu hal pasti bahwa kenangan tentangnya selalu
membekas dalam lubuk kantung masa lalu kita di dalam jiwa. Saat ketika diri
dilemahkan, tidak dihargai, dilecehkan, dipermainkan; semua hanya kadang karena
seseorang berbeda dari yang banyak (terlalu gemuk, genduk, terlalu kurus,
pendek, ceking, bahkan kadang karena terlalu miskin) sehingga si pihak yang
kuat (atau banyak) merasa berhak menindas mereka yang lebih lemah (atau lebih
berbeda). Pengalaman di-bully ini kemudian tetap tinggal dalam ceruk rahasia
yang tetap saja terasa menakutkan bahkan ketika si korban telah dewasa. Dalam
beberapa kasus, kenangan buruk tentangnya bahkan sedemikian rupa merusaknya,
seperti yang dialami Daelyn.
Daelyn
adalah seorang remaja putri yang menjadi korban bullying sejak kecil. Semua
dimulai ketika dia masih SD, hanya karena tubuhnya yang terlalu gemuk dibanding
anak-anak sekelasnya, dia di-bully habis-habisan. Kesukaannya terhadap makanan
manis malah memunculkan tragedi pahit di masa kecilnya. Sedemikian parah
bullying yang diterimanya, tidak sekadar ungkapan verbal, tapi bahkan telah
merujuk ke penyerangan secara seksual. Ini masih diperparah lagi dengan
kesalahan orang tuanya yang malah memasukkannya ke kamp orang gendut; sesuatu
yang kemudian mengubah drastis seorang Daelyn karena dalam dan gelapnya lubang yang
terbentuk dalam jiwanya. Alih-alih
mendukung anaknya agar tetap ceria walau gendut, kedua orang tua Daelyn malah
memasukannya ke kamp neraka. Latihan di Kamp Orang Gendut selama musim panas
adalah masa-masa terberatnya. Orang tuanya beranggapan Daelyn di-bully karena
dia terlalu gemuk sehingga dengan mengurangi berat badannya, pembullyian itu
diharapkan akan berhenti. Mereka keliru, kamp orang gendut adalah neraka bagi
Daelyn. Sejak saat itu, gadis itu tidak
lagi mau mempercayai orang tuanya sendiri.
Sudah
beberapa kali Daelyn mencoba bunuh diri: meminum cairan pemutih hingga mengiris
pergelangan tangannya di bak mandi; semuanya gagal. Tapi, sejak percobaan bunuh
diri itu, Daelyn tidak lagi bisa bicara. Dia menutup dari dari dunia luar dan
menghindari segala bentuk kontak fisik. Dia membenci manusia. Dia membenci
kehidupan. Isi kepalanya hanya dipenuhi oleh cara bagaimana agar dia selekasnya
bisa pergi dari dunia ini. Daelyn pun bergabung dengan sebuah situs bunuh diri
yang berjudul “Menembus Cahaya.” Situs ini berisikan forum bagi mereka yang
membutuhkan dukungan untuk membunuh dirinya sendiri, sampai cara-cara bunuh
diri yang bisa dilakukan—lengkap dengan skala kesakitan yang mungkin akan
dirasakan. Daelyn mendaftar, dan buku ini adalah catatan tentang 23 hari yang
dia lalui sebelum dirinya menembus cahaya.
Semua
rencana untuk mengakhiri kehidupannya sudah disusun rapi, bahkan Daelyn sudah
membuang barangnya sedikit demi sedikit agar dia dilupakan. Sayangnya, seorang
cowok aneh bernama Santana tiba-tiba hadir di hidupnya. Tidak peduli betapa
Daelyn sangat sulit ditembus, Santasa terus menerus menemui dan menemani si
gadis saat sedang menunggu jemputan. Dia melakukan apa pun agar Daelyn mau
bicara dengannya—yang gagal, tapi Santana tidak menyerah. Ada sesuatu dalam
diri cowok itu yang mirip dengan Daelyn, yang membuatnya beda dari cowok-cowok
lainnya. Daelyn sudah berulang kali mengabaikan Santana, memberinya tatapan
tanpa ekspresi setiap kali dia riuh rendah bercerita, sampai menusuknya dengan
pensil setiap kali cowok itu melakukan kontak fisik sederhana kepadanya.
Daelyn memang sudah parah
depresinya sampai disentuh orang lain pun dia merasakan kesakitan. Bisa
dibayangkan betapa parahnya perlakuan bully yang pernah diterimanya dulu.
Pembaca mungkin akan senewen sama Daelyn yang isi pikirannya serba negative dan
selalu ingin bunuh diri ini. Gadis ini begitu keras menutup diri dalam
cangkangnya, asyik bergelung dalam kegelapannya sendiri sementara tangan-tangan
hangat terulur kepadanya dari luar cangkang. Betapa tega dank eras kepalanya Daelyn
ini bahkan kepada orang tua dan Santana yang telah sedemikian baik kepadanya.
Saya sempat berpikir, ini si Daelynnya yang terlalu baper atau memang kadar
bullying yang dulu diterimanya memang sedemikian parah.
Menuju 23 hari terakhir
kehidupannya, pembaca akan diajak mundur ke belakang, ke masa lalu, untuk
mengetahui apa yang telah dialami Daelyn. Apa yang membuat suaranya menghilang,
bagaimana perlakuan yang diterimanya di kamp orang gemuk, hingga beragam
percobaan bunuh diri yang dilakukannya. Untungnya, kemuraman Daelyn diimbangi
oleh tingkah polah Santana, si cowok sableng, yang sepertinya bakal menjadi
favorit pembaca. Kira-kira, berhasil nggak ya Santana mengubah niat Daelyn,
membuka cangkangnya, dan menunjukkan bahwa dunia adalah baik sejatinya jika dia mau meminta tolong.
Selalu ada jalan keluar. Yang perlu kau lakukan hanyalah mengambil jalan itu.
Buku yang patut dibaca baik
remaja maupun orang dewasa untuk menegaskan kembali betapa berbahayanya
tindakan bullying.
“Kewajiban kita adalah
menghentikan tindakan bully, di mana
pun, kapan pun, oleh siapa pun.” (Rangga SM*SH)
adidas tubular x
ReplyDeletecoach purse
off white x nike
supreme clothing
air jordans
jordan shoes
yeezys
converse
supreme shirt
yeezy shoes
xiaofang20191213