Pengarang : Risa Saraswati
Penyunting : Irsyad Zulfahmi
Sampul : Fariza Dzatalin Cetakan : Pertama, 2015
Tebal : 223 hlm
Penerbit : Bukune
Penyunting : Irsyad Zulfahmi
Sampul : Fariza Dzatalin Cetakan : Pertama, 2015
Tebal : 223 hlm
Penerbit : Bukune
“Kau tahu kan apa itu
danur? Itu adalah air berbau busuk yang keluar dari mayat yang mulai membusuk.”
(hlm 195)
Apa yang membuat
seorang Risa Saraswati berbeda dengan anak-anak SD seusianya? Dia sering bicara
sendiri, berlarian ke sana kemari seraya tertawa, juga sendiri. Di kali lain,
ketika jam menunjuk pukul satu malam, dia sering dijumpai tengah berbicara
seorang diri di loteng rumah yang sepi. Apakah Risa benar-benar sendiri? Gerbang Dialog Danur adalah segala
pengakuan Risa tentang dirinya yang tak pernah sendiri. Dia melihat apa yang
tidak pernah kita lihat. Dia mendengar apa yang tidak bisa kita dengar. Dia
berinteraksi dengan apa yang selama ini kita sebut sebagai hantu. Ya, Risa
tidak pernah sendirian. Mereka selalu menemaninya, kadang membantunya, dan
sering sekali menampakkan diri di hadapannya dengan wujud kematiannya.
“ … mataku tetap terjaga, dan mendapati
suara itu muncul dari penggalan kepala mereka yang jatuh terpisah dari baju
lusuh yang mereka kenakan.” (hlm 6)
Sejak
kecil, Risa diberkahi (atau dikutuk) dengan kemampuan untuk bisa melihat,
mendengar, dan berinteraksi dengan mereka yang tak terlihat. Kita menyebutnya
hantu. Kedengaranya mungkin keren bagi kalian, tapi tidak bagi Risa.
Kemampuannya ini sering membuat Risa kecil frustrasi. Bukan saja dia bisa
melihat dan mendengar jerit kesakitan mereka, dia juga bisa mencium bau anyir
darah yang menguar dari wajah mereka yang rusak, atau merasakan sentuhan mereka
yang dingin dan berlendir.
“ … kini jelas sudah kulihat di depanku
berdiri seorang perempuan tanpa busana, yang seluruh tubuhnya hitam nyaris tak
berbentuk. Tubuhnya seperti habis terbakar.” (hlm 199)
Awalnya, Risa
kecil senang dengan kemampuannya ini. Dia berteman dengan 5 hantu Belanda yang
konon adalah roh-roh gentayangan dari zaman penjajahan. Mereka adalah Peter,
Hans, Hendrick, William, dan Jansen. Satu-demi-satu, ketiga hantu bule yang
untungnya rupawan itu mengisahkan kisah-kisah sedih mereka kepada Risa.
Bagaimana mereka dulu terbunuh, mengapa mereka masih melayang-layang di antara
dua dunia, dan apa keinginan atau ketidakpuasan mereka pada kehidupan yang
membuat ruh-ruh itu masih terjangkar di dunia. Kadang, sahabat-sahabat hantu
itu mengusili Risa, tapi kadang juga mereka nakal sebagaimana anak-anak seusia
mereka. Tampang kelima hantu bule itu dilukiskan dengan sangat spooky-nya di sampul buku ini.
“Hari-hariku dipenuhi dengan canda Peter,
pertengkaran Hans dan Hendrick, alunan lirih biola William, dan tak lupa:
rengekan si bungsu Jansen.” (sampul belakang)
Tapi, itu hanyalah bagian bagus dari kemampuan
Risa. Selalu ada sisi bagus dan sisi jelek dari segala hal yang ada di dunia
ini. Ujian utama itu belum datang. Menjelang ulang tahunnya yang ke-13, Risa
ditinggalkan oleh 5 teman hantu bulenya. Mereka marah karena Risa tidak
menepati janjinya untuk bergabung dengan mereka, yakni dengan bunuh diri. Sejak
saat itu, Risa tidak pernah lagi melihat lima teman hantunya, tapi, dia masih
tetap melihat mahkluk-makhluk lain yang seolah terus mengikutinya. Tidak jarang
dia didatangi wajah yang melayang-layang di atas tempat tidur, atau melihat
rambut yang terurai seperti ular saat sedang di toilet, atau melihat penampakan
sepasang anak SMA dengan wajah berdarah-darah yang sepertinya terus muncul di
pinggiran jalan yang dilewatinya.
“Senyumnya
yang tadi terlihat sangat ramah, tiba-tiba saja berubah menjadi sangat
mengerikan. Senyumnya terlalu lebar hingga mulutnya terlihat seperti hendak
robek. Wajahnya yang pucat tiba-tiba saja berwarna, merah karena ditetesi darah
yang mengucur perlahan dari arah kepalanya.” (hlm 173)
Mungkin kedengarannya aneh, tapi Risa beralajar
banyak tentang kehidupan dari kisah-kisah orang mati yang didengarnya. Paling
pilu adalah kisah tentang Danur Kasih, ketika
Risa dipertemukan dengan sosok hantu dari wanita yang meninggal dengan cara
gantung diri. Hantu itu merangkak kesakitan karena jerat tali gantungan yang
terus menerus menjerat lehernya. Dengan putus asa, dia memohon Risa untuk
melepaskan jerat itu, tetapi sia-sia. Sekuat apapun Risa mencoba, jerat itu
selamanya ada di sana, menyiksa sang ruh yang telah gelap mata saat mengambil
keputusan untuk mengakhiri hidupnya dulu. Dari kisah-kisah itu Risa belajar
bahwa betapa sangat beruntung dirinya jika dibandingkan roh-roh penasaran
tersebut.
“Baru
sekarang aku tahu kenapa mereka selalu membuat suara-suara tawa mengerikan.
Mereka sedang menangisi diri mereka sendiri, dan segala penyesalan atas apa
yang pernah mereka lakukan. Mereka juga sedang menertawakan diri mereka, yang
begitu bodoh membuat sebuah keputusan.” (hlm 116)
Dari catatan Risa, tersirat kalau semua kisah hantu
yang ada dalam buku ini benar-benar ada dan nyata. Latar belakang historis yang
menggambarkan penyebab kematian hantu-hantu itupun juga masuk akal, sementara
topic tentang hantu dan roh penasaran ini sampai sekarang masih menjadi bahan
perdebatan. Apakah hantu itu benar-benar ada? Apakah mereka itu sebenarnya, roh
orang yang sudah meninggal ataukah jin-jin yang menyaru dalam wujud manusia
yang sudah meninggal? Hanya Tuhan yang Maha Mengetahui. Dari kisah Risa dalam
buku ini, paling tidak kita bisa mengambil banyak pelajaran (walaupun dengan
cara yang agak-agak serem) tentang kehidupan. Bahwa kehidupan itu adalah
anugrah yang sangat berharga dan sudah sepantasnya dipertahankan, dilestarikan,
dan diisi dengan melakukan banyak kebaikan.
“Jika aku
jatuh terperosok hingga tak mampu lagi bangkit, itu semua salahku, bukan salah
Tuhan.” (hlm 220)
“… itulah
yang paling penting dalam sebuah hubungan, menjadi diri sendiri dan mengubahnya
bersama-sama jika itu adalah sesuatu yang buruk.” (hlm 157)
“Jika aku masih berpikir bahwa hidupku ini
membosankan dan tak bahagia, anggaplah bahwa aku ini adalah seorang anak yang
sangat bodoh. Bahkan, mungkin jauh lebih bodoh dari seekor keledai. Manusia tak
pernah merasa puas atas apa yang telah dicapainya, dan aku ini ternyata memang
manusia juga, ya?” (hlm 97)
ini formatnya antologi bukan? cerita hantu yang satu nyambung ga dengan yang lain?
ReplyDeleteBukan bos, ini kayak semacam diari dari Risa ttg pertemuan dan interaksinya dengan para hantu. Bukan cerita bersambung tapi bisa dibilang novel.
DeleteBaca reviewnya serem nih ceritanya "O_O"
ReplyDeleteThanks reviewnya, jadi wishlist nih.
ReplyDeleteini isinya sama kayak buku danur yang pertama kali muncul gak
ReplyDeletePenasaran...
ReplyDeletekunjungi juga web kami www.rajaplastikindonesia.com
ReplyDeleteCP 021 2287 7764 / 0838 9838 6891 (wa) / 0852 8774 4779 pin bbm 5CFD83E7
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteknp di film-film Danur ko hantu kecil nya ada 3 beda sama yg di ceritanya pasti rame itu film-film kalo ke 5 hantu kecil itu masuk film, dan knp sosok hantu asih di film-film jadi jahat beda sama cerita asli nya
ReplyDelete= Indra Gumilang karna Hans dan Hendrick tidak mau di perankan oleh org Indonesia yg memakai wig seperti mereka.. itu keinginan mereka sendiri!! sumber: Risa Saraswati
DeleteIya...knp hantu.a hanya tiga ..dan crita adik risa itu hanya rekayasa y?
ReplyDeletemakasih... aku nyari untuk pr B. Indonesia aku! pertama aku nyari penerbit, ISBN nomor, lebar, tinggi buku, dll.
ReplyDeleteBener gak bagian risa nyelamatin adikknya riri??? Atau fiksi belaka???
ReplyDeleteHantu itu adalah Jin Qarin jahat yg menyamar. Apa itu jin Qarin? Jin atau setan yang menempel pada satu manusia untuk memperdayanya. Sehingga dy tahu seluk beluk manusia tersebut termasuk menyerupainya. Kenapa ada yg bisa mudah melihat hantu/jin? Ada 2 sebab : orang tersebut sangat Sholeh atau tubuhnya dihinggapi jin juga. Apa yg harus kita lakukan? Rasulullah SAW mengajarkan, lawan dengan mencekik atau memukulnya. Maka jin tersebut akan lari. Karena selemah2nya jin adalah jin yang meniru rupa manusia dan menjahilinya.
ReplyDeleteSangat bagus novelnya cerita nyata yang begitu tragis
ReplyDeleteThanks for the information:)
ReplyDelete