Judul:
Konstantinopel
Pengarang
: @sughabuzz
Penyunting:
Ambra
Cetakan:
1, April 2015
Tebal:
272 hlm
Sampul:
Aan
Penerbit:
DIVA Press
ISBN:
9786022960881
Saya tidak menyangka
kalau akhirnya saya sangat menikmati membaca Konstantinopel. Buku thriller lokal ini tidak kalah dengan buku
sejenis yang hasil terjemahan. Settingnya yang di Indonesia tidak lantas
membuat buku ini jadi konyol atau terkesan meniru. Tidak, buku ini seperti
punya jiwanya sendiri, sesuatu yang membuat saya hanyut dalam lembar-lembar di
dalamnya. Ikut deg-degan menebak siapa korban berikutnya. Geregetan melihat
ulah si pembunuh. Ikut asyik menebak siapakah sebenarnya sang pembunuh. Ketika
tanpa sadar halaman terakhir sudah di depan mata, barulah saya berharap
seandainya saja buku ini lebih tebal sehingga bisa terus menemani aksi Putra
Bimasakti dalam mengungkap kejahatan.
Konstantinopel dibuka dengan terbunuhnya
seorang caleg DPR bernama Ine Wijaya saat mobilnya tertabrak kereta api. Kedua,
telah terjadi kebakaran besar yang memakan korban dalam jumlah yang tidak
sedikit. Kebakaran itu turut menewaskan Sandra Sienna Dewi, yang juga menjabat
staf administrasi gedung DPR. Sebelumnya, tidak ada yang menduga kalau kedua
peristiwa itu berkaitan sampai
terjadilah suatu insiden yang sama. Kedua korban sama-sama kehilangan jari
kelingking sebelah kiri. Kebetulan lain yang cukup mencolok adalah kedua korban
sama-sama teman dekat dari Cinta Clarisa, anak angkat dari Presiden RI.
Putra
Bimasakti, 23 tahun, baru saja diangkat sebagai asisten dari wakil kepala BIN.
Di hari pertamanya, dia sudah mendapat tugas berat dari pimpinannya, Catur
Turangga, untuk menyelidiki dua kejadian tersebut. Apakah terbunuhnya Ine dan
Sandra hanyalah sebuah kecelakaan, ataukah sebuah pembunuhan. Dengan otaknya
yang cerdas, Bima sudah merasakan ada sesuatu yang janggal pada kedua kasus
itu. Semacam benang merah menautkan peristiwa-peristiwa mengerikan di seputar
putri sang presiden. Dengan bertugas sebagai sopir pribadi sekaligus pengawal
Cinta Clarisa, Bima berhasil mengetahui fakta tentang Konstantinopel.
Berdasarkan
pembicaraannya dengan Rohman Abdurrahman, seorang wartawan yang juga pernah
dekat dengan Cinta, terungkaplah bahwa baik Ine, Sandra, Rohman, maupun Cinta
pernah tergabung dalam Konstantinopel bersama tiga orang teman mereka yang
lainnya. Konstantinopel dibentuk ketika ketujuh orang itu sempat kuliah
bersama-sama di Universitas Instanbul, Turki. Mereka adalah Ine, Sandra, Cinta,
Rohman,Januar, Juan, dan Felix. Dipertautkan bersama oleh ikatan yang sama
sebagai sesama mahasiswa yang merantau ke Turki, ketujuhnya pun kompak
bersahabat dan membentuk kelompok perkawanan yang dinamai Konstantinopel.
Sayangnya, sekembalinya ke Indonesia,
persahabatan ketujuh anak muda itu semakin renggang dan diwarnai konflik
kepentingan.
Kembali
anggota Konstantinopel dipersatukan dengan terbunuhnya dua anggota mereka. Belum
jelas apa gerangan yang terjadi, pembunuhan ketiga terjadi, kali ini menimpa
Rohman. Sama seperti dua kasus sebelumnya, si pelaku juga mencuri kelingking
korban yang sebelah kiri. Polisi maupun BIN sama-sama mulai mengenali adanya
suatu rencana rahasia di balik tiga peristiwa ini. Satu demi satu anggota
Konstantinopel dibunuh, ini adalah sebuah pembunuhan berantai dengan skema
tertentu. Sampai di sini, saya teringat pada novel-novel Dan Brown (dan
tampaknya penulis memang mengikuti gaya penulisan Dan Brown) yang berpola
pembunuhan berantai dan si pembunuh misterius meninggalkan jejak yang sama-sama
misteriusnya. Dalam hal ini, kelingking yang hilang adalah jejak si pembunuh.
Sementara
4 anggota Konstantinopel semakin waswas dengan keselamatan dirinya, Bima harus
membantu atasannya untuk memecahkan kasus ini. Alibi keempat anggota
Konstantinopel dipertanyakan, mereka juga harus mendapat pengawalan rahasia
dari polisi. Bima bahkan sempat mengejar si pembunuh Rohman, tapi sayangnya si
pembunuh entah sangat gesit, jago, dan juga berfisik prima. Fakta baru muncul,
si pembunuh ditemukan telah terbunuh keesokan harinya, dan dia adalah orang
Turki. Semua petunjuk semakin membingungkan Bima, sementara waktu terus
berjalan dan media massa sudah panas dengan rangkaian kejadian tragis itu.
Sementara itu, korban keempat pun jatuh, kemudian korban kelima.
Walau
belum sempurna, Konstantinopel memiliki
alur cepat, dengan potongan-potongan cerita yang pendek dan meloncat-loncat
sehingga membacanya semakin membuat penasaran semakin ke belakang. Siapa
pembunuhnya, siapa korban berikutnya, mengapa dia membunuh, dan mengapa jari
kelingking korban harus hilang. Secara tersirat, penulis sebenarnya sudah
memberikan petunjuk di tengah-tengah cerita tentang identitas si pembunuh,
pembaca hanya harus peka saja. Kalau terbiasa baca buku-buku detektif,
kemungkinan bisa menebak si pembunuh, tapi saya pun sempat gagal menebak karena
memang tokoh itu benar-benar tidak terduga.
Selain
itu, masih ada beberapa “bolong” dalam novel ini, meisalnya tentang mengapa
yang diambil adalah kelingking sebelah kiri, mengapa harus Turki, juga beberapa
scene yang menurut saya terlalu hero, misalnya ketika Bima
mengobrak-abrik MABES POLRI serta saat Bima nekat terjun dari lantai 6, dan
tidak apa-apa meskipun hanya ditadahi oleh kain penyelamat. Tapi, dengan
mengabaikan sejenak bolong-bolong itu, Konstantinopel
sangat seru untuk diikuti. Saya
habis membacanya dalam satu hari karena di samping kertas dan fontnya yang enak
dibaca, juga karena penasaran dengan siapa si pembunuh sebenarnya. Setelah Misteri Patung Garam, semoga akan
semakin banyak lagi muncul novel-novel karya penulis lokal yang seperti ini.
"Memang, mengakui sebuah aib rasanya sangat memalukan. Tapi, menutupi sebuah aib dengan kejahatan lainnya adalah suatu tindakan yang sangat biadab!" (hlm 270)
Love youuuu
ReplyDelete