Judul: Perjalanan Ajaib Edward Tulane
Penulis: Kate Dicamillo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: Fiksi
Jumlah Halaman: 208 halaman
Tahun Terbit: 2006 (cetakan kedua April 2014)
ISBN: 9792224874
Penulis: Kate Dicamillo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Genre: Fiksi
Jumlah Halaman: 208 halaman
Tahun Terbit: 2006 (cetakan kedua April 2014)
ISBN: 9792224874
“Buka hatimu. Akan ada yang datang, akan ada yang datang menjemputmu. Tapi kau harus membuka hatimu dulu.”
Jarang sekali saya membaca buku anak. Kalau saja dunia maya
tidak heboh karena Doo Min Joon yang membaca The Miraculous Journey of Edward Tulane dalam salah satu episode He who Came from the Star, saya mungkin
nggak bakal pernah tahu kalau buku bagus ini ada. Sebentar, ini buku anak bukan
ya? Sepertinya, lebih tepat jika dibilang bahwa ini adalah buku besar yang
disampaikan secara sederhana sehingga bisa dibaca setiap siapa saja. Orang
dewasa bisa membacanya, mereka yang tengah jatuh cinta juga bisa, termasuk kita
yang sering galau dengan perjalanan kehidupan. Bagi anak-anak, membaca buku ini
juga bisa menjadi penghiburan yang segar (meskipun ceritanya
sendiri bisa dibilang banyak sedihnya ketimbang bahagia). Tapi, paling tidak,
mereka akan bisa menikmati keindahan gambar-gambar ala vintage di dalamnya.
Adegan inilah yang bikin buku ini nge-hits lagi di pasaran.
Apa yang membuat Edward Tulane istimewa? Terlepas dirinya sebagai sebuah boneka kelinci yang terbuat dari porselen, kelinci ini telah melakukan perjalanan ke banyak tempat dan menyaksikan serta merasakan banyak kisah. Sedih maupun bahagia. Tentu saja dia tidak berjalan dengan sendirinya, dia boneka, ingat. Tapi, dari satu tangan ke lain tangan, dari satu orang ke anak, hingga ke penjual boneka, sampai akhirnya dia menemukan jalan pulang, Edward telah mengalami banyak cerita, cinta, duka, lara, hingga akhirnya ketekunan dan kesabaran itu terbalaskan.
Apa yang membuat Edward Tulane istimewa? Terlepas dirinya sebagai sebuah boneka kelinci yang terbuat dari porselen, kelinci ini telah melakukan perjalanan ke banyak tempat dan menyaksikan serta merasakan banyak kisah. Sedih maupun bahagia. Tentu saja dia tidak berjalan dengan sendirinya, dia boneka, ingat. Tapi, dari satu tangan ke lain tangan, dari satu orang ke anak, hingga ke penjual boneka, sampai akhirnya dia menemukan jalan pulang, Edward telah mengalami banyak cerita, cinta, duka, lara, hingga akhirnya ketekunan dan kesabaran itu terbalaskan.
Perjalanan ajaib itu dimulai ketika Edward dibawa oleh gadis
pemiliknya bernama Abilene yang tengah berpesiar bersama keluarganya. Bentuk Edward
memang unik dan mencolok, di samping sangat indah, sehingga segera saja dia
menjadi perhatian banyak orang. Termasuk dua anak nakal yang turut naik ke
kapal. Sekadar iseng, mereka merebut Edward dari tangan Abilene, kemudian
melempar-dan-mengoperkan boneka itu satu
sama lain. Sebuah ketidaksengajaan membuat Edward terlempar ke tengah samudra,
tengelam, dan terdiam di bawah lautan. Ratusan hari setelahnya, badai besar
mengaduk-aduk isi lautan, menangkat Edward hingga akhirnya si boneka terjaring jala nelayan dan dibawa ke rumahnya. Semenjak itulah Edward mengalami perjalanannya yang luar biasa.
Dioper-oper dari satu orang ke orang yang lain, Edward tanpa sadar belajar banyak tentang sifat manusia yang berbeda-beda. Dari pasangan nelayan yang baik hingga ke gelandangan kumuh namun berhati emas, Edward belajar tentang mencintai. Dari seorang anak gembel berambut pirang dan adiknya yang sakit, boneka porselen itu belajar tentang pengorbanan. Begitu pula, dari sesosok boneka tua yang masih saja dicari meskipun sudah berusia lebih dari 100 tahun, Edward belajar tentang membuka hati. Bagi saya, Edward ini seperti melambangkan hati manusia. Sebuah kelinci indah dari porselen, cantik tapi rapuh. Demikian pula hati manusia. Kadang, bisa retak, kali lain bisa pecah, namun bisa juga terasa hangat dan menyenangkan. Mungkin memang harus seperti itulah hati manusia, mengalami beragam emosi dan rasa sehingga setiap pemiliknya bisa belajar banyak dari kehidupan.
Membaca kisah perjalanan si kelinci porselen bernama Edward
memang seperti memandang cerita kehidupan. Kisahnya berselang-seling antara kesedihan
dan kesenangan. Ada orang-orang jahat, tapi juga banyak orang-orang baik.
Kadang, kita terpaksa tertahan oleh suatu keadaan. Di lain kali, kita tiba-tiba
terangkat oleh ombak kehidupan atau kereta perjalanan. Edward Tulane, sang
kelinci porselen, belajar banyak tentang kehidupan dan juga tentang menyayangi
dalam perjalanannya. Semoga, kita juga bisa. Empat bintang untuk buku cantik ini.
Salah satu buku favoritku.... semuanya tentang buku ini indah... ceritanya, ilustrasinya, bahkan format bukunya (matte paper... wow!) :)
ReplyDeleteBenar, Mbak. Ini buku sederhana yang sangat indah, jenis buku dengan cerita yang akan terkenang selamanya. Bagian hati itu, saya belajar banyak dari buku ini #eaaa
DeleteJadi pengen baca. langsung cari ke Gramedia
ReplyDeleteHayuk, ngak nyesel baca ini. Kalau nyesek sih iya :)
DeleteKomen yg tadi kok ilang sih?
ReplyDeleteKeren ripiunya Mas Dion Min Jun. Aku juga kalo bukan krn Abang Do Min Jun ga ngeh sama ni buku. Pdhl ternyata udah lumutan di rmh, hihihi...
Hyakakakak semoga pelataran hatinya enggak ikut lumutan hyakakakak ...eh itu saya ding hiks. *plak
Delete