Search This Blog

Monday, March 23, 2015

Jukstaposisi

Judul : Jukstaposisi
Pengarang : Calvin Michel Sindjaja
Format : Free ebook
Tebal : 113 hlm

2585588

“… tapi bukankah ingatan, kenangan adalah bukti bahwa kita pernah ada?” (hlm 59)



            Jukstaposisi, cerita tentang tuhan-tuhan yang mati, sudah begitu lama saya mencari novel dengan judul yang sangat berani ini. Bukunya sendiri diterbitan sekitar tahun 2008/2009 oleh penerbit Gagasmedia, dan tentu saja sudah tidak bisa dibeli di toko buku. Sesekali, mereka yang berjodoh akan menemukannya di rak obralan, atau di lapak on line. Beruntung sekali saya karena dijodohkan dengan buku ini oleh penulisnya langsung. Calvin Michel Sindjaja beberapa hari yang lalu menulis status bahwa Jukstaposisi telah dibajak tanpa izin dan bisa dibaca di sebuah laman online tanpa seijin penulisnya. Sebagai bentuk perlawanan, penulis kemudian mengratiskan versi ebook dari buku ini, secara resmi, melalui inbox Facebooknya. Sama-sama gratis, tapi saya yakin yang gratis dan diberikan dengan ikhlas adalah jauh lebih baik ketimbang gratis tapi nyolong. Begitulah cerita saya mendapatkan buku ini. Memang benar kata orang, kalau berjodoh tidak bakal kemana. Hanya saja, kudu tetap dikejar dan diupayakan begitu ada jalan. Duh curcol lageh.


            Sekarang, apa itu Jukstaposisi? Satu hal yang membuat saya tertarik dengan buku ini adalah buku ini masuk dalam jajaran buku fantasi karya anak bangsa. Saya terobsesi mengumpulkan buku-buku fantasi lokal kelak bisa dijual eh dijadikan koleksi yang menunjukkan betapa pernah ada anak-anak bangsa yang turut merintis penulisan kisah fantasi). Kemudian, saya baca reviewnya di Goodreads, intinya banyak yang pusing baca buku ini. Saya yang memang aslinya suka ikut-ikutan, jadi penasaran dengan Jukstaposisi.  Apakah benar memusingkan? Hmmm … setelah saya baca sendiri sampai selesai, ya, saya memang ikut-ikutan pusing saat mencoba mengikuti alur buku ini. *plak


            Tetapi, pusing yang dibawa oleh buku ini adalah pusing yang berisi. Artinya, saya pusing karena mungkin saya belum mampu menangkap intisari yang hendak disampaikan pengarang. Dengan kata lain, otak saya belum nyampe wkwkwk. Saya tahu, ada sesuatu yang berbobot dalam Jukstaposisi, yang kalau saya dibedah, dianalisis, dan dikaji, pasti akan menghasilkan banyak sekali penafsiran. Saya merasakan hal yang sama dengan ketika saat saya membaca buku 100 Tahun Kesunyian karya Gabriel Marques. Terus terang, saya tidak tahu apa maksud novel legendaris itu, tapi ada keindahan tersendiri saat membaca halaman demi halamannya. Saya merasakan sebuah kelegaan yang hebat saat saya berhasil sampai di halaman terakhir. Untuk Jukstaposisi, efeknya mungkin belum sampai sedahsyat itu, tapi setelah membacanya—entah mengapa—saya jadi tergerak untuk menulis. Ini buku yang misterius, layak untuk coba dibaca.


            Sepenangkapan saya,novel Jukstaposisi mengangkat tema yang agak berat, yakni tentang tuhan (atau tuhan-tuhan). Ceritanya, ada tuhan yang ingin menjadi Causa Prima (bukankah tuhan juga adalah causa prima?) dengan membunuh tuhan-tuhan yang lain. Nah, ini agak-agak menyentil keyakinan (terutama umat agama samawi) karena disebutkan dengan jelas tuhan yang namanya empat huruf, yakni YHWH. Masih kurang pelik, penulis menghadirkan candi Borobudur sebagai kuil tempat tidurnya para tuhan yang bermimpi menjadi manusia. Tampaknya penulis juga memasukkan unsur ajaran Buddhha dalam karya ini.


            Jadi, antara manusia dan tuhan-tuhan ini, masing-masing saling bermimpi dan memimpikan (Pucink pala Ken, pala Ken. Pucink pala Ken, pala Ken!). Untuk menjadi sang Causa Prima, Tuhan yang Utama, seorang gadis bernama Ashra Trivurti, harus memakan 10 tuhan yang lain agar dia bisa menjadi Maha Melihat, Maha Merasakan, Maha Mengetahui, Maha Bercahaya, dan maha-maha lainnya. Hanya boleh ada satu tuhan, karena tuhan Maha Pencemburu, dan dia harus memakan tuhan-tuhan lain agar menjadi satu-satunya Causa Prima. Luar biasa berat kan konsep ceritanya. Kalau yang baca nggak kuat, atau keburu-buru berpendapat, Jukstaposisi akan dianggap sebagai karya yang menghujat.


           Diperlukan pikiran terbuka, perenungan mendalam, dan tukar pendapat untuk berpendapat tentang Jukstaposisi. Saya beranggapan, bahwa satu tuhan yang memakan tuhan-tuhan lainnya adalah konsep yang memang harus sedemikian adanya, karena dunia akan kacau balau dengan begitu banyak realitas jika semua tuhan saling turut campur. Dengan menggunakan metode kebalikan, penulis seperti hendak menjelaskan bahwa tuhan semestinya memang satu, dan seperti itulah sehingga Dia adalah Causa Prima. Atau mudahnya begini, pernah nonton serial Hercules bukan? Dikisahkan, dewa-dewi sebagai penguasa alam hanya mempermainkan umat manusia. Bukannya melindungi, mereka malah suka berulah dan saling berperang. Begitulah jika tuhan ada banyak.


          Mungkin, seperti itu. Maaf jika saya keliru karena mungkin hanya sejauh itulah penangkapan saya terhadap buku ini. Banyak yang pucink baca buku ini mungkin karena menggunakan kata “tuhan” alih-alih “dewa” meskipun mungkin ceritanya akan lebih mudah jika semua kata tuhan di sini diganti dengan kata dewa, tapi rasanya memang kata “dewa” kurang bisa mewakili sejumlah sifat tuhan yang ada di buku ini. Yah pokoknya seperti itu deh. Cobalah baca Jukstaposisi, kemudian temukan tafsiranmu sendiri.


11 comments:

  1. Replies
    1. ebook kok Lis hehe tapi saya jg mau kalao ada yg fisiknya

      Delete
  2. waah, berutungnya dapet free ebook. pengin juga baca bukunya Calvin gara-gara liat ulasan Supernova dia yang rancakbana -- detail, jeli, dan kena gituu dikuliti sama dia. sampe seru baca ulasannya doang :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju, ulasannya keren dan bisa nebak pola Gelombang di review Partikelnya

      Delete
  3. pusing ya mas dion? hehehehee
    jangan-jangan sudah ada yang menjadikan topiknya ini sebagai skripsi/tesis

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mungkin juga, mas. Pucing tapi indah buku ini hahaha

      Delete
  4. Aku akhirnya kelar baca! Huwahahhahahaa. *merenung* e jangan lupa, ada naga juga di sinii XD

    ReplyDelete
  5. mas, aku bisa minta ebooknya nggak? kirim ke email aku ya mas, pelis (Herlinapangastuti@gmail.com)

    ReplyDelete
  6. Tuhan Tuhan agama dengan segala perbedaan budaya hukum ritual penyembahan pemujaan ibadah surga neraka dan penciptaannya telah membuktikan dengan sendirinya jika itu semua adalah mitos buatan manusia teisme kuno di wilayah lokalnya masing masing.
    Tetapi milyaran manusia bodoh, tidak terlalu bodoh, cerdas bahkan hingga profesor doktor yang memahami, menyadari, atau yang tidak perduli untuk memahami menyadari, ataupun tidak paham, tidak sadar, sengaja atau tidak, membiarkan dirinya tertipu mitos buatan para manusia kuno tersebut.

    ReplyDelete
  7. Kosa kata bergender dalam tata bahasa buatan manusia yang dipakai untuk menamakan semua sesembahan agama agama lokal yang ada di dunia seperti God dengan He sebagai kata gantinya yang berkelamin jantan dalam bahasa Inggris, Tuhan dari kata Tuan yang berkelamin jantan dalam bahasa Indonesia, Ellohim Yahweh Yeshua dalam bahasa Ibrani Yahudi dengan Yesus nama lainnya dari kosa kata Yunani yang berkelamin jantan, Allah dengan Hu sebagai kata gantinya yang berkelamin jantan dalam bahasa Arab, juga Roh dari kosa kata Ruach bahasa Ibrani dan Ruh ataupun dzat dari kosa bahasa Arab yang berkelamin betina untuk menamakan wujud sesembahan sesembahan agama, dan kosa kata semakna lainnya dalam bahasa manusia lokal manapun adalah bukti kesalahan manusia teisme kuno pembuat agama di wilayah lokalnya masing masing yang sebenarnya tidak tahu tentang pencipta yang dicurigai atau diduga ada itu bergender atau tidak bergender dan dianggap sebagai sesembahan agamanya masing masing.

    Tetapi jika kesalahan penamaan tersebut tetap dipaksakan sebagai kebenaran, maka kebenarannya adalah kebenaran lokal, parsial, bukan kebenaran universal imparsial. Kesalahan penamaan tersebut juga tidak hanya telah membuat para sesembahan agama mereka terpenjara dalam personalisasi sesuai dengan masing masing pragmatisme para manusia pembuatnya itu sendiri, tetapi itu juga adalah fakta tertulis yang tidak terbantahkan bahwa semua kosa kata bergender untuk menamakan semua sesembahan agama lokal dari wilayah manapun adalah personafikasi dan pragmatisme para manusia teisme pembuatnya itu sendiri yang sama dengan manusia lainnya, tidak tahu asal usul alam semesta dengan seluruh mahluk hidup dan penciptanya dan segala fenomena yang sudah sedang dan akan terjadi.

    ReplyDelete