Pengarang : James Freller
Ilustrator : Iacopo Bruno
Penerjemah : Nuraini Matsura
Penyunting : Noor H Dee
Cetakan: Pertama, Maret 2015
Penerbit: Noura Books
Dibandingkan dua seri sebelumnya, saya paling suka dengan seri ketiga
ini. Tidak lain dan tidak bukan karena horor yang diangkat di buku ketiga ini
adalah horor yang benar-benar horor menurut saya, yakni tentang mayat hidup
alias zombie! Sosok-sosok tua berpakaian seperti orang masa lampau, kulitnya
kisut, giginya hitam dan membusuk, dan paling mengerikan adalah matanya, bola
mata yang terbalik dan kosong, tidak menunjukkan apapun selain awan putih
menyeramkan di rongga mata. Saat membaca buku ini, pada waktu tengah malam,
saya sibuk lirik kiri dan kanan sampai harus menyeret kucing saya masuk rumah
hanya agar ada suara, ada yang bergerak di tengah keheningan malam. Bergerak
dan hidup maksud saya.
Ceritanya,
ada tiga anak SD yang terperangkap di sekolah mereka pada Jumat malam. Mereka
adalah Carter, Esme, dan Arnold. Ketiganya tidak saling mengenal, dan ketiganya
terjebak di sekolah yang telanjur dikunci pada suatu petang di akhir pekan.
Yang lebih aneh, pintu-pintu itu dikunci alias digembok dari dalam. Dalam
artian, ada orang lain di dalam gedung sekolah sekalin ketiga anak itu. Lalu,
mengapa pintunya digembok dari dalam? Seolah-olah, gembok itu sengaja dipasang
untuk mencegah agar tidak ada yang bisa masuk ke dalam gedung sekolah di saat
malam.
Lalu,
apakah itu? Apa yang ada di luar gedung sekolah yang tidak seharusnya masuk ke
dalam? Yang jelas, ketiga anak itu harus mencari jalan keluar. Tetapi, semua
pintu dan jendela telah digembok rapat sehingga satu-satunya jalan keluar
adalah mencari petugas piket malam, Tuan
Van Der Klemp yang sama misteriusnya. Pria tua yang kurus itu malah melarang
ketiganya untuk keluar. Dialah yang mengunci dan mengembok semua pintu di
keluar, agar mereka yang sudah mati tidak bisa masuk ke dalam. Dan, tahulah
ketiga siswa itu bahwa mereka telah terperangkap di gedung sekolah bersama
seorang penjaga malam yang aneh. Sementara di luar, di tengah keheningan malam
dan kabut dingin yang turun, terdengar suara garukan kuku yang sudah patah,
langkah-langkah sempoyongan, serta tubuh-tubuh membusuk para zombie yang
mengitari halaman sekolah.
Dibanding
dua buku sebelumnya, Good Night Zombie ini adalah yang paling seram menurut saya. Posisi
ketiga anak yang terjebak di sekolah pada malam hari, tidak bisa keluar kecuali
setelah fajar, dengan mayat-mayat hidup yang mengepung di luar, ini semua
memunculkan semacam kesan terperangkap yang ngeri. Suatu kondisi ketika kita
tidak bisa berbuat apa-apa kecuali tetap tenang, diam, dan menunggu sampai
malam berlalu. Tapi, suara apakah itu? Kaca jendela yang pecah? Dan gedebuk
langkah-langkah gontai yang berjalan di lorong sekolah, apakah zombie-zombie
itu akhirnya masuk ke sekolah? Benar-benar mendebarkan membaca buku ini.
No comments:
Post a Comment