Search This Blog

Monday, November 17, 2014

Simfoni Kematian

Judul : Simfoni Kematian
Pengarang : Abdullah Harahap
Tebal : 160 hlm
Penerbit : Bintang Usaha Jaya

Kover tidak dipajang karena terlalu mesum tidak ketemu datanya di internet


Membaca Simfoni Kematian ibarat flashback menonton film horor tahun 1980-an yang mengambil setting di sebuah desa terpencil dan dikelilingi hutan dan pegunungan. Dengan meyakinkannya penulis mengambarkan suasana pedesaan yang sunyi senyap sehabis magrib. Tidak ada lagi orang yang meronda, nonkrong di warung kopi, apalagi main di warnet. Walau tidak dijelaskan, setting waktu novel ini diperkirakan sekitar tahun 80-an akhir atau paling banter tahun 90-an awal, ini dilihat dari masih jarangnya mobil pribadi, belum maraknya sepeda motor, sementara angkutan umum masih laris dinaiki. Dalam sebuah adegan, Ansari bahkan dimarahi kakaknya karena datang tanpa menulis surat terlebih dahulu. Jadi, bisa disimpulkan, telepon belum masuk ke desa tersebut. Untuk tempat, walau penulis menyebut di sebuah desa di Sumatra, namun logat atau dialek atau karakter Sumatranya sangat minim. Namanya juga horor, jadi penulis pastinya lebih menekankan pada sisi horornya. Dan beliau berhasil.

Berkebalikan dengan sampulnya yang agak seronok tapi serem-serem sedikit, isi buku ini sangat bagus dan sama sekali tidak terkesan sebagai sebuah karya mesum atau stensilan. Sangat jauh berbeda. Saya pikir, si pembuat sampul pasti tidak membaca buku ini saat dia mengarap sampulnya, yang mana masih dilukis tangan. Sayang sekali saya tidak menemukan file sampul buku ini diinternet, mungkin karena sangking jadulnya. Saya gambar saja sekilas sampul buku ini: ada gambar cewek bahenol dengan pakaian minim dalam posisi seperti tengah mengelinjang *haduh* trus di atasnya adalah gambar hutan dengan tengkorak-tengkorak dan juga sesosok pocong di latar belakang. Hiyaaaa…. Sekali memandang, orang pasti salah mengira isi buku ini, dikiranya pasti novel mesum ala ala supir truk yang dikerjain hantu-hantu cewek. Ya, memang di awal seperti itu, tapi semakin ke belakang semakin tidak kok. Saya sangat yakin, novel ini salah sampul.

Lalu, bagaimana cerita sendiri? Kisah dibuka dengan tibanya Ansari di kampong halamannya. Jam dua dini hari! Dan sudah tidak ada ojek yang mangkal. Itu wajar. Yang tidak wajar adalah kondisi kampungnya yang kini sunyi senyap, nyaris tanpa ada orang yang keluar rumah. Ini ditambah dengan kabut misterius yang bergulung-gulung serta lolongan anjing di kejauhan. Belum terjawab rasa penasarannya, dia dihampiri sebuah dokar yang dikusiri oleh sesosok kakek yang mengenakan pakaian serba hitam. Si kusir misterius menawari Ansari diantarkan ke rumahnya. Karena capek dan sudah sepi, Ansari menyanggupi. Anehnya, selama di kereta kuda, perjalanan yang biasanya lama jadi terasa cepat. Di samping itu, Ansari juga sempat menyaksikan sosok-sosok anjing misterius yang menyongsong di kegelapan, sebelum kemudian serempak terdengar koor lolongan anjing di seantero kampong. Sebuah simfoni lolongan yang menandakan telah jatuh satu korban lagi.

Sesampai di rumah sang Kakak, Ansari menceritakan pengalaman mistisnya. Diceritakan pula bagaimana dia sempat dikejar gerombolan anjing. Kakak dan iparnya kaget, setelah diceritakan, barulah Ansari mengetahui kalau kusir misterius itu adalah Mbah Renggo, yang sudah meninggal 10 tahun sebelumnya. Esoknya, warga desa digembarkan dengan penemuan sesosok mayat suir truk dengan kondisi yang mengenaskan. raganya dicabik-cabik anjing liar dengan kondisi mayat yang sudah kering, semua darahnya seperti telah disedot habis. Dan dia adalah korban ke-4.

Salah satu ciri khas tulisan beliau memang hantu hantu yang gemar menyedot darah korbannya. Korban biasanya seorang pria hidung belang atau yang bernafsu tinggi. Mau tahu bagaimana darahnya disedot? Disedot saat korban diajak berhubungan badan, dan nyedotnya lewat *maaf* selangkangan #duh. Namun selain ciri khas ini, penulis tetap mempertahankan style tulisan model lama, yakni tokoh protagonis yang mendekati sempurna. Si Ansari ini digambarkan sebagai bujang dari kota yang tampan, sopan, pemberani,gentle, dan taat beribadah. Bagian adegan mesum hanya ditampilkan satu kali, tetapi agak gimana gitu bacanya soalnya mesum trus mati hiyaaaaa *tutup mata

Buku ini adalah seri pertama dari judul yang sama. Seri kedua entah saya bisa menemukannya atau tidak soalnya seri pertama ini juga nemu di onggokan buku bekas seharga 3rb di Shopping Centre. Walau sampul mesum, tak dinyata isinya sangat sopan bila dibandingkan dengan novel-novelnya ChrisMor misalnya (sungguh perbandingan yang tidak adail), bahkan mengajarkan pada pembaca tentang pentingnya ibadah dan berbuat baik. Bahwa tidaklah layak manusia takut kepada setan, karena kepada Tuhanlah seluruh mahkluk di semesta ini tunduk. 

No comments:

Post a Comment