Judul : Inferno
(Neraka)
Pengarang : Dan Brown
Penerjemah : Ingrid
D Nimpoeno dan Berliani M Nugrahani
Penyunting : Tim
Redaksi
Sampul : Maria carella
Cetakan: 2, Oktober
2013
Tebal : 642 hlm
Penerbit : Bentang
Setelah mengajak pembaca menelusuri Sejarah Amerika dalam Lost Symbols yang entah mengapa kurang greget itu, Dan Brown seperti mendapatkan kembali pesonanya dengan beralih ke mahzabnya semula sebagai seorang ahli sejarah seni Eropa abad Pertengahan. Dalam Inferno, dia kembali menggunakan setting sebuah kota di Italia sebagai basis cerita sekaligus sarana Robert Langdon memamerkan pengetahuannya tentang sejarah seni. Kali ini, pembaca akan diajak mengubek-ubek kota Florence, rumah dari Dinasti keluarga Medici, bangsawan penjaga karya seni dan ilmu pengetahuan di era Renaisans, asal dari klub sepak bola Florencia, serta kota tempat patung David yang sangat terkenal itu.
Gambar: Katedral Duomo, Florence
Khasnya tulisan Dan Brown yang rentang waktunya pendek dan dengan
cerita yang bergerak cepat, Inferno sudah
mulai mengajak pembaca berlari sejak awal buku dibuka. Robert Langdon terbangun
di sebuah rumah sakit dengan luka tembak dari sebuah proyektil peluru yang
menyerempet belakang kepalanya. Dia tidak mengingat kejadian apapun selama
seminggu terakhir, Sienna, dokter wanita yang menemukannya hanya bilang bahwa Langdon
terus menerus berkata ver…sorry serta
menemukan di jaketnya sebuah silinder logam (pointer Faraday) berisi stempel kuno yang bisa disorotkan ke
dinding dan memunculkan sebuah lukisan Map
of Hell karya Botticelli.
gambar: Map of Hell karya Botticelli
Lukisan ini mengambarkan kondisi Neraka yang digambarkan seperti gunung
terbalik, semakin ke bawah semakin mengecil, dan dibagi-bagi dalam beberapa
tingkatan. Masing-masing tingkatan diperuntukkan untuk setiap dosa besar, semakin
ke bawah, semakin besar dosanya. Lukisan Botticelli inilah yang kemudian mengarahkan
Langdon dan Sienna kepada petunjuk-petunjuk berikutnya. Lukisan Neraka Bottticelli dilukis dengan
terilhami oleh Divine Comedy, tulisan
besar karangan Dante Alliegri yang ditulis sekitar abad ke-13 yang
menggambarkan perjalanan pemuda Dante dan penyair Virgil ke Dunia Bawah
(Neraka). Buku legendaries itu konon berhasil membuat Gereja kembali kebanjiran
jemaat gara-gara penggambaran Dante yang begitu mengerikan tentang kondisi di dalam
neraka dan siksaan-siksaan yang diterima para pendosa di dalamnya.
Gambar : Divine Comedy karya Dante
Dari Dantelah semua misteri mulai terungkap. Meniru konsep Wabah Hitam (The Great Plague) yang
telah membunuh satu dari tiga populasi penduduk Eropa di Abad Pertengahan, eseorang
atau sesuatu hendak berusaha menghancurkan dunia menggunakan sebuah tabung
kecil berisi wabah baru yang belum dikenal dunia. Tinggal beberapa hari lagi
tabung itu akan pecah dan bibit wabah menyebar ke penjuru dunia. Dengan
dibayang-bayangi seorang pembunuh bayaran yang hendak menuntaskan misinya yang
belum selesai, Langdon dan Sienna harus bergegas menemukan keberadaan tabung
berisi bibit wabah berbahaya tersebut. Dimulai dari gang-gang kecil di kota
Florence, mereka lalu masuk ke berbagai tempat bersejarah di kota itu, mulai
dari Gerbang Batu Romana, Boboli Gardens, Koridor Vasari, Pitti Palace, dan
tentu saja ke Katedral Duomo yang masyhur itu.
gambar: Koridor Vasari
Sepanjang perjalanan yang serba terburu-buru itu, Langdon terus
mengobral pengetahuannya tentang sejarah bangunan dan karya seni arsitektur
yang menghiasi kota Abad Pertengahan tersebut. Mulai dari patung-patung
terkenal, mural atau lukisan dinding di langit-langit, air mancur legendaries,
katedral berkubah dan strukturnya yang berat namun tetap awet selama ratusan
tahun; banyak sekali pengetahuan sejarah yang akan kita dapatkan. Bisa
dibilang, novel ini adalah novel visual. Pembaca akan dimanjakan dengan narasi
yang sangat detail tentang berbagai tempat bersejarah dan karya seni. Pembacaan
Inferno akan terasa lebih asyik jika ditemani
dengan booklet panduan tentang kota Florence. Atau, setidaknya sambil googling di Internet. Jadi, kita akan
langsung bisa membayangkan keindahan kubah Duomo yang masyhur itu, atau Koridor
Vasari yang memanjang di atas kota bak jembatan penghubung yang begitu bekelas.
Seolah-olah, kita benar-benar tengah ikut mengagumi pemandangan seni yang
tengah dilihat Langdon.
Spoiler allert: Katedral St. Markus
Begitu banyaknya narasi dan sejarah seni yang dikisahkan di buku ini, membuat pembaca mendapatkan ilmu baru sekaligus penghiburan lewat ceritanya yang bergerak cepat. Meskipun tidak mengangkat tema yang laris seperti The Da Vinci Code atau Angel and Demon, novel Inferno mampu memenuhi ekspektasi pembaca yang merindukan karya Dan Brown. Hanya saja, sepertinya penulis belum bisa move on dari dua karya terkenalnya itu. Pola yang sama masih ditemukan di Inferno, seperti Langdon yang selalu ditemani seorang wanita cerdas dalam pelariannya, alur cerita yang ecpat, sisipan-sisipan pengetahuan sejarah (yang terus terang adalah yang paling saya sukai dari buku ini), lokasi tujuan yang tersembunyi, waktu yang terbatas sebelum dunia hancur, serta ending tak terduga tapi sudah bisa diprediksi. Polanya hampir serupa dengan Angel and Demon tapi dalam versi lokasi yang lebih luas, kali ini mencakup tiga kota, yakni Florence, V, dan K (terlalu spoiler kalau saya bocorkan, yang jelas ketiganya adalah kota kuno). Ibaratnya, karyanya ini masih berupa “jalan-jalan mencari sumber wabah sambil mengagumi deretan karya seni bersejarah di sepanjang perjalanan.”
Spoiler allert: Hagia Sophia
Karena begitu banyak spoiler yang menakutkan jika saya jabarkan sinopsisnya, cukuplah saya bilang kalau Inferno sangat layak untuk dibaca. Untuk konsep cerita, Dan Brown masih belum kehilangan kemampuannya dalam menuliskan cerita yang cepat-selesai-setebal-apapun-bukunya. Bab-babnya yang pendek, yang kadang diputus begitu saja ketika kondisi tengah kritis; ramuan ini terbukti manjur membuat pembaca tetap bertahan menyelesaikan buku setebal 600 halaman lebih ini. Saya saja kelar dalam 3 hari, aslinya sih 2 hari karena di hari kedua saya hanya membaca lima halaman. Jadi, karya ini masih memiliki candunya. Untuk cerita, saya rasa kisah besarnya sudah dapat, hanya saja mungkin pengetahuan sejarah seni dan arsitektur di buku ini begitu padat, sampai-sampai berisiko mengeser ceritanya (meskipun saya tidak keberatan dicekoki oleh berbagai pengetahuan sejarah yang sangat saya sukai). Tapi, buku ini tetap menyenangkan untuk dibaca.
Kayaknya kalau di lihat dari gambarnya buku ini keren banget. :)
ReplyDeleteWisata Kuliner Teknologi Dunia Peluang Usaha
Gambarnya aja bagus banget, pengen beli... pengen beli... :)
ReplyDeleteaduh rasis banget kauu
ReplyDeletediet mayo Gorrygourmet.com
cara menambah berat badan Gorrygourmet.com