Search This Blog

Friday, May 23, 2014

Xar dan Vichattan 3, Empat Tubuh Statera

Judul : Xar dan Vichattan 3, Empat Tubuh Statera
Pengarang : Bonmedo Tambunan
Editor : Tendy Yulianes Susanto
Tebal : 431 hlm
Cetakan : 1, Januari 2012
Penerbit : Adhika Pustaka



Perhatian: Disarankan untuk tidak membaca resensi ini bagi yang anti-spoiler!
                Pertempuran antara Chao dan Statera, Sang Kekacauan dan Si Penjaga Keteraturan, menjadi focus utama di buku ketiga ini. Berbeda dengan buku pertama dan buku kedua, di mana pembaca disuguhi pertempuran epic antara cahaya dan kegelapan, buku ketiga ini menyuguhkan tema yang sangat berbeda, bahkan berlawanan. Dari backcover buku ini kelihatan bahwa musuh utama dalam buku ini bukanlah gelap, tetapi cahaya. Kok bisa? Komentar Mbak Truly Rudiono di halaman pertama buku ini bisa menjadi petunjuk tentang bagaimana perjalanan cerita dalam buku ini, … hitam tak selamanya “hitam” dan putih tak selalu “putih.”

                Melanjutkan cerita sebelumnya, ketika akhirnya seluruh pendukung Kuil Kegelapan akhirnya berhasil dikalahkan dalam pertempuran di Kuil Cahaya dan Khalas serta pengikutnya pun tersedot masuk ke dalam Void.Namun, ada satu tokoh gelap yang selamat, ia yang berkhianat dan malah telah membunuh kekasihnya sendiri yang sudah berkorban untuknya, Corbus. Sendirian, ia membangkitkan kembali tokoh-tokoh kegelapan dari Void: pasukan tengkoran hidup, kelelawar raksasa, dracolupin, ksatria gelap, bahkan Shaba. Gelap telah mendorong Corbus untuk mengerahkan semua kekuatannya demi menarik kembali pasukan gelap ke dunia.

                Sementara itu, keanehan terjadi di Vichattan. Butir-butir salju turun di daratan Vichatan, hal yang seharusnya hanya terjaid di Kuil Gelap. Keanehan ini muncul setelah Antessa berhasil mengimbuhi Kristal Utama dengan Cahaya, yang seharusnya membuat kekuatan Cahaya jauh di atas kegelapan. Elemen alam menjadi semakin kuat sehingga kekuatan para pasukan Vichattan melonjak naik. Maka terjadilah ketidakseimbangan di alam, cahaya melesat naik sementara gelap merosot turun. Ketika keseimbangan hilang, datanglah kekacauan sebagai penggantinya. Datanglah Chao, kekacauan!

                Chao, musuh utama sejak awal masa, begitu kuatnya sehingga mampu mengubah seluruh pasukan Vichattan menjadi abdinya. Seolah dihipnotis, para tiarawati Kuil Vichattan tiba-tiba menyerang prajurit Xar. Bahkan, para Tiarawati itu tega menyerang Kara dan teman-temannya. Termasuk Nana Mirrell yang saying disayangi Kara, malah tega menyerang cucunya sendiri. Dan kali ini, keempat ahli waris cahaya diselamatkan oleh Shaba dan Frigus! Ya, keadaan berbalik dan semakin kacau. Vichattan menjadi “jahat” sementara para abdi kegelapan malah menjadi pihak penyelamat. Pihak Gelaplah yang pertama kali mengetahui taktir Chao yang ingin kembali bertahta di dunia dengan menggunakan kekacauan.

                Maka, untuk pertama kalinya, pihak cahaya bahu membahu dengan pasukan kegelapan untuk melawan pasukan Vichattan. Sungguh miris melihat bagaimana Shaba berjuang bersama pasukan istana Xar untuk melindungi Ruang Hati di Kuil Xar dari serbuan pasukan Vichattan yang menggamuk ganas dengan kekuatan elementalnya. Keseimbangan harus dikembalikan, Antessa harus kembali ke Kristal Utama dan mengembalikan Kristal itu sebagaimana aslinya, tidak diimbuhi cahaya ataupun gelap, netral, seimbang antara unsur-unsur penyusunnya. Tetapi, Chao tidak tinggal diam. Kekacauan itu telah memberinya tenaga yang luar biasa besar untuk kembali bangkit ke dunia. Baru saja Antessa berhasil membebaskan Kristal Utama dari imbuhan cahaya (yang menyebabkan seluruh pasukan Vichattan kembali sadar dan menjadi diri mereka sendiri), Chao langsung bergerak cepat dengan menyerang Kuil Vichattan.

                Sebagaimana poster pin up keren di halaman 394 buku ini, kita akan menyaksikan ketika cahaya, gelap, Xar, Vichattan, serta para peri berjuang bahu membahu melawan Chao. Seluruh orang bersatu, empat ahli waris cahaya, para pasukan dan pengabdi gelap, Amor, Pietas, Nolacerta, Frigus, Shaba, para biarawati Xar dan Tiarawati Xar; semuanya bersatu menyerang Chao yang hendak menghadirkan kekacauan kembali ke dunia. Nasib dunia di pertaruhkan, dan kali ini keempat ahli waris cahaya yang sudah beranjak remaja kembali menjadi penentu nasib dunia. Chao hanya bisa ditandingi oleh Statera, sang keteraturan yang terwujud dalam empat tubuh statera. Berhasilkah Antessa, Gerome, Dalrin, dan Kara menggenapi takdir mereka kali ini?


                Sebagai laga pamungkas dari seri Xar dan Vichattan, buku ini berhasil memenuhi keinginan pembaca tentang akhir yang tuntas tetapi sekaligus masih mampu menghadirkan twist yang membuat pembaca tercengang. Masih seperti buku satu dan dua, buku ini tetap mempertahankan alur yang cepat dan gaya penceritaan yang susah untuk berhenti membacanya. Sepanjang membaca halaman demi halaman di dalamnya, pembaca akan terus dibuat penasaran dan ingin segera menyelesaikannya. Inilah penyebab mengapa walau buku ini sebenarnya cukup tebal dan dengan font yang kecil, kita tetap bisa menyelesaikan membacanya dengan cepat. Sukses untuk mas Boni yang keren banget bisa menghasilkan seri sebagus ini hingga tuntas.

No comments:

Post a Comment