Search This Blog

Tuesday, April 1, 2014

Manjali dan Cakrabirawa

Judul : Manjali dan Cakrabirawa
Pengarang : Ayu Utami
Sampul : Wendie Artswenda
Cetakan: 1, Juni 2010
Tebal : 251 hlm
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia



                Manjali dan Cakrabirawa adalah seri kedua dari serial Bilangan Fu karya Ayu Utami  yang mengangkat kisah petualangan trio Parang Jati, Sandi Yuda, dan Marja Manjali. Kisahnya sendiri merupakan penggalan dan perluasan dari lini masa kisah dalam novel Bilangan Fu, yakni ketika Yuda menitipkan Marja—kekasihnya—kepada Parang Jati. Ketiganya memang sobat akrab, dan sama sekali tidak ada rasa risih menitipkan seorang pacar bagi Yuda. Well, jika sudah membaca Bilangan Fu, pembaca pasti bisa maklum tentang persahabatan tiga anak muda yang tidak biasa ini. Dalam novel kedua ini, kita diajak lebih mengenal siapa Parang Jati dan bagaimana di antara ketiga orang ini bisa muncul cinta segitiga seperti yang kita jumpai dalam novel Bilangan Fu.

                Alkisah, Yuda menitipkan Marja kepada Parang Jati selama satu minggu. Yuda sedang ada proyek pelatihan bersama pihak militer dan ia tidak mau Parang Jati mengetahuinya. Kita tahu dari Bilangan Fu betapa dia sangat benci pada militer. Gadis itupun mengikuti petualangan Parang Jati dalam upayanya menemukan dan merekonstruksi sebuah candi peninggalan Kerajaan Kediri yang berada di kawasan perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kali ini, mereka ditemani oleh seorang arkeolog dari Perancis bernama Jacques. Jacques inilah orang tua yang “menyelamatkan” Marja agar tidak jatuh cinta kepada Parang Jati, sahabat dari pacarnya sendiri. Dalam seri ini, kita akan menyaksikan bagaimana benih-benih cinta terlarang itu tumbuh di antara kedua muda-mudi ini, dan Marja sekuat tenaga harus berusaha mengabaikan tatapan mata Parang Jati yang bagaikan bintang jatuh itu.

                Bertiga, mereka menyusuri pedalaman Jawa, menembus hutan dan makam berhutan kamboja, menaiki tebing tanah terjal sebelum akhirnya menemukan sebuah reruntuhan candi yang diperkiraka merupakan makam dari Calonarang, seorang ratu teluh yang konon hidup dan membuat resah Raja Airlangga pada sekitar abad 10 – 11 Masehi. Dan dalam perjalanan mereka, beragam kebetulan terjadi, seolah bagian dari puzzle yang saling melengkapi. Tahulah Marja bahwa nama belakangnya adalah Manjali, nama dari putri Calonarang yang dipersunting murid Empu Barada, tokoh yang berhasil mengalahkan Caloranang dan membuat ratu teluh itu moksa. Di candi itu pula mereka menemukan peripih berisi mantra cakrabirawa, sebuah mantra sakti dari Dewa Shiva. Kebetulan juga, Sandi Yuda berkenalan dengan seorang militer yang terkait dengan operasi Cakrabirawa, sebuah operasi yan mengubah wajah sejarah Indonesia tahun 1965.

                “Jika kebetulan-kebetulan terjadi terlalu banyak dan cocok satu sama lain, apakah kita tetap percaya bahwa itu adalah serangkaian kebetulan belaka?” (hlm 18)

                Dengan piawai, Ayu Utami mampu mengaitkan dua peristiwa sejarah yang semula saling tidak berkaitan. Tahun 1965, PKI memiliki basis massa yang sangat kuat. Diperkirakan, merekalah pemenang pemilu sekiranya pemilu dilakukan secara demokratis. Namun, sempalan dari PKI yang dipimpin oleh colonel Untung memutuskan untuk menghabisi 7 perwira angkatan darat dan membuang mayat mereka di sebuah sumur di Lubang Buaya. Peristiwa ini begitu terkenal dalam benak kita, peristiwa G 30 S PKI 1965. Sebuah peristiwa yang kemudian menjurus pada pembantaian massal sekitar lebih dari satu juta orang yang terkait PKI di seluruh Indonesia, sebuah pelanggaran HAM berat yang sampai sekarang masih belum jelas kebenarannya. Sebuah luka dalam sejarah bangsa yang kemudian coba ditutup-tutupi. Dari sini, Marja (atau mungkin Ayu Utami memaksudkannya untuk pembaca) mulai memahami apa yang keliru dalam pengajaran sejarah kita. Bahwa sejarah adalah milik pihak yang menang (history = his story), dan tidak seharusnya kita memandang sejarah sebagai hitam dan putih, tetapi siapa pemenang dan siapa yang menjadi korban.

                “Maka, marilah, jangan kita melihat sejarah ini sebagai pertarungan bala tentara setan dan malaikat. Lihatlah pada si manusia.” (hlm 240)

                Membaca Manjali dan Cakrabirawa ibarat berkelana ke Jawa pada abad kesebelas Masehi, untuk kemudian kita tiba-tiba kita menyadari telah berada di tahun 1965. Penulis membuka dan mendedahkan dua peristiwa sejarah yang sempat mewarnai haru biru perjalanan kita sebagai sebuah bangsa. Khasnya Ayu Utami, kalimat-kalimatnya selalu bermakna ganda dan membuat pembaca merenung. Dan, novel ini juga obral pengetahuan sejarah (yang sangat saya sukai) tapi dengan cara yang elegan dan tidak menggurui. Kita diajak untuk mengenal bagian-bagian dari candi, sejarah pembangunannya, perbedaan antara candi di Jawa Tengah dengan candi di Jawa Timur, tentang kompas spiritual orang Jawa (bahwa gunung selalu menjadi arah utara sebagaimana Merapi di Jogja dan gunung Agung di Bali), tentang hantu banaspati dan leak, tentang apa yang terjadi di tahun 1965, tentang cinta dan tentang Parang Jati.

                Bagi yang tertarik membaca seri ini, disarankan untuk membaca terlebih dulu novel Bilangan Fu walaupun novel ini bisa dibaca langsung tanpa membaca sekuel pertamanya. Tetapi, banyak hal tentang Parang  Jati dalam buku ini yang jawabannya bisa ditemukan di Bilangan Fu. Dan kau akan semakin jatuh hati dengan pria berjari dua belas ini, sebagaimana yang dialami oleh Marja. Untuk kualitas editing, saya hanya menemukan 1 typo dalam novel ini. Secara fisik, terlihat bahwa buku ini didesain hemat dan irit. Salut kepada Ayu Utami yang pernah bilang ke penerbit bahwa ia ingin menulis buku dengan harga yang terjangkau sehingga lebih banyak orang Indonesia yang bisa membacanya. Ini bisa dilihat dari kualitas kertas yang “kelas menengah”, huruf dan spasi yang rapat, juga settingan yang di press agar novel ini tidak terlalu tebal dan tidak mahal. Ini terbukti dengan harganya yang hanya Rp 40.000 padahal dengan isi dan cerita yang selayaknya dihargai Rp 80.000 ke atas. Terima kasih Mbak Ayu Utami.  

1 comment:

  1. mas dion perkenalkan saya dyah prabaningrum, mahsiswa susastra undip, bolehkah saya membeli buku manjali dan cakrabirawa? saya cari sudah tidak ada :-)

    ReplyDelete