Judul :
The Book of Lost Things (Kitab tentang Yang Telah Hilang)
Pengarang :
John Connolly
Penerjemah :
Tantri Lesmana
Sampul :
Rob Ryan
Cetakan :
Keempat, 2010
Halaman :
472
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
“Segala yang bisa dibayangkan adalah nyata.” (Pablo
Picasso)
Kutipan
di atas sangat tepat sekali menggambarkan isi dari buku ini. David, seorang
bocah yang merasa ditinggalkan oleh ayahnya yang menikah lagi, berupaya mencari
penghiburan lewat cerita. Dan, kisah apa lagi yang bisa menjadi pengalih
perhatian dari dunia nyata selain kisah fiksi fantasi. Sayangnya, kisah fantasi
itu tidaklah selalu menyenangkan seperti yang sering kita baca dalam buku-buku
dongeng dunia. Sering kali, apa yang tersuguhkan dalam kisah itu benar-benar
berbeda dengan yang ada dalam bayangkan kita. Di dunia ini, segala sesuatu ada
harganya, termasuk sebuah cerita. Maka, ketika David yang marah pada dirinya,
pada ibu tirinya, pada ayahnya, pada mereka yang telah mengabaikannya, ia tanpa
ragu mengikuti suara-suara dalam buku cerita yang membujuknya untuk masuk ke
dunia ajaib yang hanya ada dalam buku-buku cerita.
Dan,
masuklah David ke sebuah dunia yang benar-benar berbeda dari dunianya. Ia tiba
di negeri fantasi yang menawarkan
petualangan seru. Sayangnya, ia langsung menyesali keputusannya untuk masuk ke
dunia tersebut karena yang menantinya di sana hanyalah gigi taring yang
berlumuran darah, cakar setajam silet yang suka mengoyak, hutan-hutan kelam
berisi makhluk air kegelapan, serta penyihir kejam yang suka menyula di atas
kastilnya. Namun, ia tetap harus menempuh petualangan ini demi mencari Kitab tentang Yang Telah Hilang, sebuah
buku yang bisa mengirimkannya pulang kembali ke dunia nyata. Perhatian, kisah
ini bukanlah untuk konsumsi anak-anak. Karena walau masuk dalam genre fantasi,
tapi Gramedia melabeli buku ini sebaai
novel dewasa, karena banyak hal-hal yang seharusnya tidak boleh dibaca(apalagi
dilihat) oleh anak-anak dalam buku ini.
Petualangan David adalah petualangan maut, dan ia harus bisa melewati itu semua
jika ingin kembali ke dunianya.
Dari
awal, dongeng ini sudah kelam. Mungkin penulis terinspirasi oleh
dongeng-dongeng Grimm bersaudara yang ternyata kejam dalam versi aslinya. Dalam
perjalannya, David akan menjumpai serigala dan manusia setengah serigala,
SnowWhite yang jauh dari kesan anggun dan *uhuk* ramping, penyihir penjaga
kastil yang gemar mengoleksi tengkorak para ksatria, hingga monster-monster
bercakar yang sebaiknya tidak dituliskan di sini demi kebaikan pembaca
sekalian. Untungnya, John Connolly sangat piawai dalam menuliskan cerita.
Petualangan-petualangan David dituliskan lewat alur yang naik turun,
mendebarkan, dan tidak terduga. Kita tidak akan tahu apa yang menanti David di
balik pepohonan di depannya. Alurnya dijaga agar tidak membuat pembaca bosan.
Pertempuran dan cabikan dan keberanian muncul silih berganti, dengan plesetan
versi horor dari dongeng-dongeng klasik dunia.
Susah sekali berpisah dari
buku ini kalau belum benar-benar selesai membacanya. Di samping seru, banyak
adegan berdarah-darah dalam novel ini sehingga sebaiknya anak-anak dijauhkan
(untuk sementara) dari membaca buku ini. Perhatian, ini adalah dongeng untuk
orang dewasa. Tapi, pembaca akan mengalami sebuah pengalaman membaca yang
menyenangkan, ironis tapi menghibur. Dengan kisah-kisah yang sama sekali baru.
Di akhir cerita, buku ini akan ditutup dengan penuh rasa kepuasan. Bukan puas
seperti “hidup bahagia selama-lamanya”, tapi perasaan puas ketika kita sudah
menyelesaikan sebuah perjalanan dan kemudian bertambah dewasa dan lebih baik
setelahnya—bagaimanapun ujung dari perjalanan itu. Sebagaimana David, yang
bertambah semakin dewasa dalam memandang semuanya. Ini adalah sebuah kisah yang
tidak hanya menghibur, namun juga mendewasakan pembaca.
“…dan menjelaskan kepada mereka bahwa kisah-kisah itu ingin diceritakan
dan buku-buku itu ingin dibaca, dan segala sesuatu yang perlu mereka ketahui
tentang kehidupan serta negeri yang ditulisnya, atau tentang negeri atau dunia
apa pun yang mereka bayangkan, semua itu ada di dalam buku-buku.” (hlm 467)
No comments:
Post a Comment