Search This Blog

Saturday, July 13, 2013

Seraphina



Judul     : Seraphina
Penulis : Rachel Hartman
Penerjemah       : Poppy D. Chusfani
Sampul                 : Martin Dima
Halaman              : 543 hlm
Cetakan               : Pertama, Mei 2013
Penerbit              : Gramedia Pustaka Utama



Seraphina
               
                Another romantic story about dragon, itulah kesan pertama saya setelah membaca satu novel lagi yang bertema naga ini. World building-nya unik, mengambil setting di sebuah negeri antah berantah yang terdiri dari kerajaan Gorredd, Sapophyry, Samsam, dan kawasan liar di utara yang dihuni oleh kaum naga. Dalam Seraphina, dikisahkan bahwa telah terjadi semacam kesepakatan damai antara manusia dengan naga. Kaum naga sudah menemukan cara untuk membaur dengan bangsa manusia, yakni mengubah wujud fisiknya menjadi wujud manusia. Naga berwujud manusia inilah kemudian disebut sebagai saarantras (jamaknya: saarantrai).  Para saarantrai kemudian diizinkan tinggal di kota-kota manusia untuk “belajar” menjadi manusia dengan berbagai syarat yang ketat.  

                Masa damai itu telah berlangsung selama 40 tahun ketika Seraphina Domberg merintis karier cemerlangnya sebagai pemusik istana. Selain bakat musiknya yang menonjol, gadis ini juga menyimpan rahasia unik yang senantiasa ia sembunyikan: ia memiliki sisik naga di pergelangan tangan kanan dan pinggangnya. Ya, Seraphina adalah  wanita separuh naga, hasil perkawinan antara manusia dan saarantras. Gadis itu bisa memahami bahasa naga, ia juga bisa mencium dan menandai bau saarantras, juga memiliki visi aneh terkait makhluk-makhluk aneh dalam pikirannya. Bertahun-tahun ia mencoba menutupi rahasianya itu dengan kepandaiannya dalam bermusik, pengetahuannya yang luas, serta kebiasaannya untuk berdusta di saat-saat mepet. Namun, pertemuannya dengan Pangeran Lucian Kiggs—pewaris ketiga Kerajaan Gorredd—membuat rahasia itu terancam terkuak.

                Keduanya dipertemukan dalam sebuah penyelidikan terkait tewasnya Pangeran Rufus, putra tunggal Ratu, yang diduga dilakukan oleh seekor naga liar. Perjanjian damai yang telah berlangsung puluhan tahun terancam koyak sehingga kaum naga mengirimkan pemimpinnya Ardmagar Comonot, untuk mengunjungi ibukota Kerajaan Gorredd sebagai bukti bahwa perdamaian itu masih terjaga. Seraphina bersama Kiggs, masing-masing dengan motifnya, berupa menyelidiki apa yang sebenarnya terjadi, siapa naga yang membunuh Rufus (kalau benar pelakunya naga), dan siapa pengkhianat yang bersembunyi di istana. Pada saat yang sama, Seraphina juga harus menyimpan rahasia naganya rapat-rapat karena intensitas kedekatannya dengan Kiggs telah memunculkan percikan-percikan rasa yang seharusnya tidak ada.

                 Seraphina memiliki alur yang agak lambat di awal, namun semakin menanjak begitu pertengahan. Ciri khas dari novel ini adalah setting menyerupai abad pertengahan dengan intrik dan cerita ala istana: bangsawan, ratu, pesta dansa, perang, dan tentu saja musik. Latar belakang penulis di bidang musik juga turut dimasukkan dalam novel ini, menjadikan tokoh Seraphina terasa begitu nyata sebagai seorang pemusik istana. Pembaca akan menemui berbagai istilah musik sepanjang cerita, yang disulamkan secara harmonis dalam struktur cerita sehingga menjadikannya cerita yang benar-benar berbeda. Kekurangan novel ini mungkin adalah tidak adanya peta yang seharusnya akan sangat membantu dan memandu pengembangan imajinasi pembaca.

                Unsur romance juga cukup kental, naga dalam Seraphina rupanya lebih menitikberatkan pada unsur emosi manusia ketimbang keunggulannya sebagai naga. Alih-alih didedahkan berbagai hal terkait hewan mitologis ini, pembaca akan lebih banyak menjumpai aspek-aspek emosi manusia yang hendak dipelajari naga. Adegan pertempuran antar-naganya (jujur) sangat kurang. Hanya di halaman belakang saja dan itupun kurang diceritakan secara detail. Tapi, pembaca akan disuguhi detail melimpah tentang kaum naga ala penulis, lengkap dengan sisik-sisiknya.

                Nilai unik lain dari Seraphina adalah penceritaannya yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, yakni Seraphina sendiri. Gadis yang ceplas-ceplos ini mengingatkan saya pada karakter Sophie di HexHall yang suka mngkritisi orang atau keadaan lingkungan dengan sindiran-sindiran ironis dan lucu. Menjelajahi pikiran Seraphina melalui diksi Hartman ini akan membuat pembaca kagum, betapa penulis pasti banyak membaca sehingga memiliki diksi yang pas dan bagus serta memancing anggukan pembaca. Begitulah, alur Seraphina yang agak lambat akhirnya tertutupi oleh kepiawaian penulisnya dalam merangkai kata dan menuangkan gagasannya. Ini adalah sebuah novel tentang naga yang layak dikoleksi oleh para penggemar cerita tentang naga.

1 comment: