Judul : Seraphina
Penulis : Rachel
Hartman
Penerjemah :
Poppy D. Chusfani
Sampul :
Martin Dima
Halaman :
543 hlm
Cetakan :
Pertama, Mei 2013
Penerbit :
Gramedia Pustaka Utama
Another romantic story about dragon, itulah kesan pertama saya setelah membaca satu novel lagi yang bertema naga ini. World building-nya unik, mengambil setting di sebuah negeri antah berantah yang terdiri dari kerajaan Gorredd, Sapophyry, Samsam, dan kawasan liar di utara yang dihuni oleh kaum naga. Dalam Seraphina, dikisahkan bahwa telah terjadi semacam kesepakatan damai antara manusia dengan naga. Kaum naga sudah menemukan cara untuk membaur dengan bangsa manusia, yakni mengubah wujud fisiknya menjadi wujud manusia. Naga berwujud manusia inilah kemudian disebut sebagai saarantras (jamaknya: saarantrai). Para saarantrai kemudian diizinkan tinggal di kota-kota manusia untuk “belajar” menjadi manusia dengan berbagai syarat yang ketat.
Masa
damai itu telah berlangsung selama 40 tahun ketika Seraphina Domberg merintis
karier cemerlangnya sebagai pemusik istana. Selain bakat musiknya yang
menonjol, gadis ini juga menyimpan rahasia unik yang senantiasa ia sembunyikan:
ia memiliki sisik naga di pergelangan tangan kanan dan pinggangnya. Ya,
Seraphina adalah wanita separuh naga,
hasil perkawinan antara manusia dan saarantras. Gadis itu bisa memahami bahasa
naga, ia juga bisa mencium dan menandai bau saarantras, juga memiliki visi aneh
terkait makhluk-makhluk aneh dalam pikirannya. Bertahun-tahun ia mencoba
menutupi rahasianya itu dengan kepandaiannya dalam bermusik, pengetahuannya
yang luas, serta kebiasaannya untuk berdusta di saat-saat mepet. Namun,
pertemuannya dengan Pangeran Lucian Kiggs—pewaris ketiga Kerajaan
Gorredd—membuat rahasia itu terancam terkuak.
Keduanya
dipertemukan dalam sebuah penyelidikan terkait tewasnya Pangeran Rufus, putra
tunggal Ratu, yang diduga dilakukan oleh seekor naga liar. Perjanjian damai
yang telah berlangsung puluhan tahun terancam koyak sehingga kaum naga
mengirimkan pemimpinnya Ardmagar Comonot, untuk mengunjungi ibukota Kerajaan
Gorredd sebagai bukti bahwa perdamaian itu masih terjaga. Seraphina bersama
Kiggs, masing-masing dengan motifnya, berupa menyelidiki apa yang sebenarnya
terjadi, siapa naga yang membunuh Rufus (kalau benar pelakunya naga), dan siapa
pengkhianat yang bersembunyi di istana. Pada saat yang sama, Seraphina juga
harus menyimpan rahasia naganya rapat-rapat karena intensitas kedekatannya
dengan Kiggs telah memunculkan percikan-percikan rasa yang seharusnya tidak
ada.
Seraphina
memiliki alur yang agak lambat di awal, namun semakin menanjak begitu
pertengahan. Ciri khas dari novel ini adalah setting menyerupai abad
pertengahan dengan intrik dan cerita ala istana: bangsawan, ratu, pesta dansa,
perang, dan tentu saja musik. Latar belakang penulis di bidang musik juga turut
dimasukkan dalam novel ini, menjadikan tokoh Seraphina terasa begitu nyata
sebagai seorang pemusik istana. Pembaca akan menemui berbagai istilah musik
sepanjang cerita, yang disulamkan secara harmonis dalam struktur cerita
sehingga menjadikannya cerita yang benar-benar berbeda. Kekurangan novel ini mungkin adalah tidak adanya peta yang seharusnya
akan sangat membantu dan memandu pengembangan imajinasi pembaca.
Unsur romance juga
cukup kental, naga dalam Seraphina rupanya
lebih menitikberatkan pada unsur emosi manusia ketimbang keunggulannya sebagai
naga. Alih-alih didedahkan berbagai hal terkait hewan mitologis ini, pembaca
akan lebih banyak menjumpai aspek-aspek emosi manusia yang hendak dipelajari
naga. Adegan pertempuran antar-naganya (jujur) sangat kurang. Hanya di halaman
belakang saja dan itupun kurang diceritakan secara detail. Tapi, pembaca akan disuguhi
detail melimpah tentang kaum naga ala penulis, lengkap dengan sisik-sisiknya.
Nilai
unik lain dari Seraphina adalah
penceritaannya yang menggunakan sudut pandang orang pertama tunggal, yakni
Seraphina sendiri. Gadis yang ceplas-ceplos ini mengingatkan saya pada karakter
Sophie di HexHall yang suka
mngkritisi orang atau keadaan lingkungan dengan sindiran-sindiran ironis dan
lucu. Menjelajahi pikiran Seraphina melalui diksi Hartman ini akan membuat
pembaca kagum, betapa penulis pasti banyak membaca sehingga memiliki diksi yang
pas dan bagus serta memancing anggukan pembaca. Begitulah, alur Seraphina yang agak lambat akhirnya
tertutupi oleh kepiawaian penulisnya dalam merangkai kata dan menuangkan
gagasannya. Ini adalah sebuah novel tentang naga yang layak dikoleksi oleh para
penggemar cerita tentang naga.
yah berantemnya dikit yak? *malah nyari adegan silatnya
ReplyDelete