Judul :
His Majesty’s Dragon (Naga Sang Kaisar)
Pengarang :
Naomi Novic
Penerjemah :
Ine Milasari H
Cetakan :
1, 2012
Tebal :
529 hlm
Penerbit :
Elex Media
Setelah seri Eragon yang buku-bukunya hampir setebal bantal itu, sepertinya kisah fantasi yang mengangkat tentang naga sudah habis dieksplorasi. Sejak era Tolkien, makhluk mitologis yang satu ini memang seolah begitu laris dijadikan sebagai bahan cerita di buku-buku fantasi. Mungkin, ini sebabnya pasar pembaca kemudian mulai jenuh dengan cerita naga-naga yang begitu saja. Kemudian, datanglah His Majesty's Dragon menyelamatkan naga dari kemonotonan pembaca. Buku ini begitu fresh, begitu special, begitu "baru" dalam memperlakukan binatang naga dalam cerita. Lalu, apa yang membedakan naga dalam HMD dengan naga-naga lainnya? Ada satu hal yg paling mencolok, yakni unsur historical fiction-nya yang kental!
Mengambil setting era perang
Napoleon pada abad ke-19, HMD menyuguhkan sebuah babak sejarah yang seru ketika
Napoleon secara perlahan mulai menguasai seluruh Eropa dan hendak melengkapi
kegemilangannya dengan mengusai Kerajaan Inggris. Antara Eropa dan Kepulauan
Inggris, hanya dipisahkan oleh sebuah selat sempit yang dijaga dengan ketat
oleh blockade armada angkatan laut kerajaan Inggris. Kita tahu, armada AL
Inggris adalah salah satu yang terkuat di dunia selama beratus-ratus tahun.
Maka, Napoleon menggunakan satu-satunya alternatif yang ada, yakni lewat
angkasa. Para prajurit dan penerbang
Inggris pun bangkit dengan gagah berani demi membela negaranya. Mereka naik ke
angkasa … bukan dengan menunggang pesawat, tetapi dengan naga!
Dalam HMD, keberadaan pesawat sepenuhnya
digantikan oleh para naga. Mereka adalah makhluk-mahkluk raksasa yang dalam
buku ini dikisahkan benar-benar ada dan berhasil dikembangbiakkan oleh negara-negara
besar dunia sebagai angkatan udara mereka. Maka, perang udara pun diganti
dengan perang naga di angkasa, seluncuran bom diganti dengan semburan napas
api, dan pilot pesawat tempur diganti dengan para penunggang naga. Alih-alih
membersihkan badan pesawat, para pembersih membersihkan sisik naga. Alih-alih
membangun lapangan udara terapung, mereka membangun landasan terapung sebagai
pijakan bagi para naga. Lucu juga melihat naga dalam HMD diperlakukan laiknya
sebuah pesawat, dengan bagasi yang dibawa di cakarnya, serta para penembak dan
pembawa bendera sinyal yang bergelantungan dengan lincah pada sisik-sisik dan
duri-duri di badannya. Tapi, kelucuan ini hilang juga ketika pembaca larut
dalam pesona cerita yang begitu luews dan lancar dalam buku ini.
Kapten Laurence adalah kapten
dari kapal HMS Reliant milik Kerajaan
Inggris. Dalam salah satu patrolinya, mereka berhasil mencegat dan mengambil
alih kapal fregat milik Prancis yang membawa sebutit telur naga yang hampir
menetas. Sebagaimana di Eragon, nagalah
yang akan memilih penunggangnya, dan naga yang kemudian diberi nama Temeraire
itu pun memilih Kapten Laurence sebagai penunggangnya. Sang kapten pun harus
memilih untuk meninggalkan kariernya yang cemerlang di Angkatan Laut untuk
menjadi seorang penerbang sekaligus penunggang naga. Sebuah pilihan yang sulit
di awal, namun akhirnya terbukti merupakan pilihan yang sangat bijak karena
hidup Laurence tidak akan pernah sama lagi. Hilang sudah kehidupan yang jenuh
dan monoton di tengah laut, digantikan dengan keseruan menjelajahi angkasa
dengan menunggang naga.
Berangkat dari nol, Laurence pun harus
segera memulai sesi latihan panjangnya untuk menunggang naga, sekaligus
menjalin hubungan yang akrab dengan naganya. Karena seorang naga dan penunggang
yang terpilih ibarat dua hal yang satu dan saling mengisi. Dan, kemudian, bersama naga-naga lainnya,
mereka harus bangkit membela Inggris untuk menghadapi serbuan Napoleon yang
juga dilengkapi dengan armada-armada naga dari daratan Eropa.
Kalau penulis sekaliber Stephen
King saja sampai bilang bahwa novel ini “Sangat menghibur”, maka His Majesty’s Dragon (HMD) memang layak
untuk coba dibaca. Ini, plus komporan dari resensi Ren dan pasokan dana ultah
dari Alvina, membuat saya tidak ragu lagi untuk segera membaca buku ini.
pertama, ini buku tentang naga. Bukan sekadar naga, tapi bumbu perang Napoleon
dan setting waktu dalam HMD –lah yang membuat novel ini begitu memikat. Penulis
mampu menulis sebuah kisah fantasi yang tetap berpijak pada situasi dan kondisi
yang benar-benar ada dalam sejarah dunia. Bahkan, seragam, tata krama, serta
adat kebiasaan formal yang begitu dijunjung tinggi pada abad ke-19 juga tetap
dipertahankan. Mungkin, inilah yang membuat gaya bahasa dalam novel ini seperti
terasa kaku dan formal, tapi memang begitulah percakapan di era itu. Modelnya
hampir mirip dengan pengisahan di novel Jane Austen. Ini diperjelas dengan model-model
“penceritaan ala sindiran halus atau komentar miring dibalik tata krama”
yang banyak kita temukan dalam banyak novel klasik Inggris abad -19.
Bacaan yang hebat, sangat
direkomendasikan bagi para pecinta bacaan fantasi sekaligus sejarah!
No comments:
Post a Comment