Search This Blog

Saturday, March 9, 2013

Redfang



Judul     : Redfang
Pengarang   : Fachrul R.U.N
Editor            : Louis Javano
Ilustrator     : happy Mayorita
Sampul          : V. Weyland dan Felix Adrianto
Cetakan         : 1, 2012, 418 halaman
Penerbit        : Gramedia Pustaka Utama

 


                Wow, sungguh sebuah cerita yang tidak main-main dan benar-benar tidak nanggung. Itulah impresi saya setelah merampungkan membaca seri Vandaria terbaru Redfang ini. Menggambil setting kerajaan Valta di masa ketika Kerajaan Nirvana berkuasa dan baik frameless maupun manusia memiliki kedudukan yang setara, Redfang  masih menyoroti tema yang sama dengan karya penulis sebelumnya, Hailstorm. Cerita masih berkutat tentang ambisi, tapi dalam Redfang ambisi itu telah begitu politis dan luar biasa absurb sehingga menjadikan masalah yang muncul semakin membesar. Semakin ke belakang, keadaan tidak bertambah baik dan cenderung memburuk. Persis seperti dalam buku Hailstorm, buku ini benar-benar mengumbar darah dan kematian. Jika dihitung, entah ada berapa banyak darah yang tumbah atau tokoh yang menjumpai maut sepanjang cerita. Sadis mungkin, tapi penulis benar-benar konsisten dalam menyusun ceritanya. Kentara sekali bahwa ia mampu menjaga alur dan penokohan, sehingga pembaca (walau eneg dengan segala unsur negatif dalam kisah ini) tanpa sadar ikut larut dalam jalannya kisah.

                Semuanya berawal dari makar Cassius Redfang yang demi ambisi pribadinya telah rela menghabisi adik kandungnya sendiri Velius. Ketika tahta tidak jatuh ke tangannya, secara licik ia mengundang adiknya dalam duel maut untuk menentukan siapa yang berhak. Dan, sebagaimana politik pada umumnya, yang culaslah yang menang. Cassius berhasil membunuh Velius lewat kecurangan dan pertarungan yang tidak adil. Hilang sudah sikap ksatria dalam dirinya. Cassius pun diangkat menjadi raja di Canivius dan pemerintahannya berjalan hampir tanpa insiden apapun. Kemudian, semuanya berubah ketika entah bagaimana sang adik tiba-tiba hidup kembali dari alam kubur. Bukan hanya hidup lagi, tapi ia juga mengincar sang kakak dan terus menerus membayanginya, membunuhi antek-antek dan orang-orang kepercayaan Cassius.
                Memang, semua yang didapatkan lewat cara yang culas tidak akan pernah memberikan ketentraman atau kemenangan sejati. Cassius memang berhasil merebut tampuk tahta, namun dirinya goyah dan tidak tenang karena merasa telah melakukan kesalahan yang tak terampunkan. Bahkan, istri dan harta serta jabatannya tidak mampu memberikan kepuasan batin. Masalahnya semakin bertambah dengan kehadiran kembali Velius yang diduga telah tewas. Orang itu benar-benar kuat dan merongrong baik jiwa dan raga Cassius, membuat sang raja menjadi gila secara perlahan-lahan.

                Kemudian, perang pun pecah. Dan, Cassius seperti telah kehilangan kewarasan maupun tahtanya. Intrik-intrik politik antara keluarga kerajaan berkelindan di sekitarnya, begitu kotor dan memuakkan, dengan satu rencana makar dan bertumpanng tindih dengan rencana makar lainnya. Tanpa disadari, ada sebuah sekenario besar tengah berlangsung hendak mengguncang Kerajaan Valta. Berkaitan dengan pemujaan terhadap deimos, senjata-senjata tak terkalahkan, hingga manusia-manusia kuat yang sepertinya tidak memiliki keinginan lain kecuali bertarung. Di penghujung cerita, akan terkuak siapa sebenarnya dalang dibalik semua masalah tersebut, sebuah alur makar yang disusun ecara cermat dan halus sekali, dan berhasil memukul secara telak kekuasaan Cassius Redfang secara telak.

                Membaca Redfang, pembaca harus siap menjumpai pertarungan yang berlangsung dengan sangat sengit sekaligus berdarah-darah. Tubuh yang hancur, tangan yang patah, hingga tubuh yang remuk; semuanya disajikan secara gamblang oleh penulis. Terlihat benar bahwa penulis tidak mau setengah-setengah dalam menggarap novel ini. Alurnya juga cepat, dengan deretan misteri serta makar politik kotor yang saling berjalinan. Bisa dibilang, Redfang mengikuti Hailstorm dari segi pengemasan cerita dan juga karakterisasi, yang diciri dengan tokoh petarung yang kuat, alur cerita yang muram, dan juga kematian di mana-mana. Ini adalah seri Vandaria yang keras, Tabir Nalar apalagi Trilogi Elir jauh lebih lembut jika dibandingkan dengan Redfang. Namun demikian, ceritanya telah dijalin rapat dan utuh, mengalir lancar serta konsisten. Yang jelas, masih akan ada kelanjutan dari seri keluarga bangsawan ini. Kita tunggu bersama apakah buku ketiga akan segera rilis dengan judul Mordino?

2 comments:

  1. akkkkkkk, kapan aku bacanya? hiks *waktu mana waktu*

    ReplyDelete
  2. ini ceritanya memang gelap ya. ngomong-ngomong katanya buku ketiga judulnya winterflame.

    ReplyDelete