Judul :
City of Fallen Angels
Pengarang :
Cassandra Clare
Cetakan :
First edition, 2011
Ilustrasi cover : Cliff Nielsen
Halaman :
424 hlm
Penerbit :
WALKER BOOKS
“Love is the most powerful force on earth. More powerful than anything
else.” (hlm 372)
Sekilas tentang seri The Mortal Instrument karya Cassandra
Clare, buku ini berkisah tentang keberadaan Penghuni Dunia Bawah yang
tersembunyi dari pandangan manusia biasa (mundane).
Mereka adalah kaum vampire (Anak-anak Malam), warlock (Anak-Anak Lilith), manusia
serigala, dan faeries. Maisng-masing golongan tidak boleh mengganggu satu sama
lain dan dilarang keras untuk mengganggu atau menyakiti manusia biasa
berdasarkan semacam kontrak bersama yang telah mereka tanda tangani ratusan
tahun yang lalu. Untuk menjaga agar masing-masing pihak tidak melanggar
perjanjian, maka golongan shadowhunters (pemburu bayangan) yang dikatakan
merupakan anak-anak malaikat. Para pemburu bayangan ini bertindak sebagai
polisi atau semacam pasukan penjaga agar baik manusia biasa maupun penghuni
dunia bawah tidak saling mengganggu dan menyakiti.
Dalam buku ketiganya City of Glass (yang menurut saya
menrupakan puncak dari seri ini), kota Idris yang merupakan kota sucinya para
pemburu bayangan diserang dan hampir dilumpuhkan oleh serangan demon atau makhluk-mahkluk jahat dari
dunia kegelapan yang dibawa oleh Valentine. Keempat faksi akhirnya dipertemukan
kembali: faery, vampire, manusia serigala, dan warlock bahu membahu bersama
para pemburu bayangan untuk melawan serangan tersebut. Di akhir buku, ketiga
instrumen mortal berhasil diamankan dan Valentine pun dikalahkan.
Setelah kejatuhan Valentine dan
serangan terhadap Idris, Institute di New York seolah menjadi semakin muram.
Atmosfer berat ini ditambah dengan kenangan buruk akan kematian Max, anggota
termuda dari keluarga Lightwood, di tangan
Sebastian (saudara sekandung Clary yang ternyata adalah abdi kejahatan).
Jace yang berhasil dibangkitkan kembali dari kematian oleh Malaikat Rhaziel terus
mendapat mimpi buruk terkait hubungan asmaranya dengan Clary. Sementara, Simon
masih bingung menentukan kemana ia hendak melabuhkan hatinya, apakah ia
mencintai Maia ataukan Isabelle—atau kedua-duanya. Saat-saat labil ini semakin
diperparah dengan adanya sekelompok orang misterius yang seolah hendak
menangkap atau melukai Simon. Simon, yang adalah seorang Daylighter (vampire
yang bisa berjalan-jalan di bawah sinar matahari tanpa terbakar menjadi abu)
tentu saja menjadi incaran banyak Penghuni Dunia Bawah yang hendak
menjadikannya sekutu. Masalahnya, Simon bukanlah vampire biasa. Tanda Cain (The
Mark of Cain) yang diterakan oleh Clary di dahi Simon membuatnya hampir-hampir
tak dapat dilukai. Semua yang hendak melukai, memukul, membakar, atau membunuh
Simon, maka serangan itu akan berbalik dan mengenai pemiliknya. Walau hampir
tak terkalahkan, Simon adalah vampire baru yang masih galau sehingga ia mudah
diombang-amingkan oleh pengaruh luar. Ia tidak tahu mana yang salah dan mana
yang benar.
Sementara, Clary dan Jace juga
memiliki masalahnya sendiri. Mimpi buruk Jace terus menerus menghantuinya
sehingga perlahan ia mulai menjauh dari Clary. Ia tahu bahwa itu yang terbaik,
tetapi Clary tentu saja tidak akan membiarkan Jace mengabaikannya. Ia terus
mendesak Jace hingga akhirnya Jace mengakui mimpi buruknya dan keduanya
memutuskan untuk meminta bantuan para Saudara Hening. Dalam meditasinya, Jace
berupaya mengeyahkan mimpi-mimpi buruk tersebut. Ada kekuatan jahat yang selama
ini terus-menerus mengintai jiwa dan pikirannya, membuatnya membayangkan hal yang
tidak-tidak tentang Clary yang amat dicintainya.
“…if there was anything in the world as painful as not being able to
protect the people you loved.” (hlm 308)
Dalam kegalauannya, baik Simon
maupun Jace dipertemukan dengan pemuda Kyle—yang ternyata menyimpan rahasianya
sendiri. Sebuah rahasia yang jauh lebih dekat daripada yang mereka bayangkan
sebelumnya. Pada akhirnya, semua karakter tersebut dipertemukan dan saling
dikaitkan oleh benang merah yang sama. Mereka semua akan bahu-membahu melawan Iblis
Tingkat Tinggi, Lilith yang dikatakan lebih tua daripada zaman. Dan, cinta
antara Jace dan Clary pada akhirnya harus melalui satu lagi tantangan berat
dalam hubungan mereka.
Model cerita dalam seri City of Fallen Angels hampir mirip
dengan genre-genre novel young adults yang selama ini membanjiri pasaran.
Keberadaan vampire dan manusia serigala tampan seolah hendak mengikuti demam Twilight dan Vampire Diaries yang telah booming lebih awal. Ceritanya khas
romance dan sebenarnya bukan jenis buku yang sangat saya sukai. Hampir 75% isi
buku ini adalah tentang cinta dan romansa anak muda.
Hal yang membuat saya betah
membaca seri ini tidak lain adalah kepiawaian penulis dalam merangkai kata.
Membaca versi asli dari City of Fallen
Angels benar-benar mampu menyeret pembaca dalam keindahan orisinalitas yang
ditorehkan penulis dalam karya ini. Diksi (pilihan kata) yang digunakan
benar-benar deskriptif, ditambah dengan karakter-karakter di dalamnya yang
dikisahkan dengan begitu mendalam. Membaca seri buku ini, kita akan menjumpai
sosok jace, Isabele, Alec, Clary dan tokoh-tokoh lain yang dikisahkan dengan
begitu kuatnya. Diksi dan pilihan kata para tokohnya begitu (apa ya istilahnya)
“cerdas”. Mulai dari komentar Jace yang sarkartis, percakapan dalam diri Clary
yang reflektif, hingga kalimat-kalimat romantis yang bertebaran di sana sini.
Semuanya enak dibaca. Bukan indah seperti karya sastra fiksi klasik, tapi indah
dengan caranya sendiri. Keindahan yang “orisinal” mungkin lebih tepat untuk
menggambarkan kelebihan buku ini.
Penulis juga sangat jeli perihal detail. Susuanan kalimat yang ia
gunakan begitu deskriptif, indah, sekaligus mampu mengalir dengan lancar. Banyak
kata-kata dan kalimat indah yang berterbaran dalam buku ini, yang pasti lebih
terasa efeknya saat kita membacanya dalam bahasa asli. Dengan kata lain,
tulisan dan kalimat yang digunakan penulis begitu “kaya”.
Nilai plus lainnya adalah kelihaian penulis dalam menuliskan apa-apa
yang sering terlintas dalam pikiran kita dan kemudian mengaplikasikan pada
tokoh atau karakter ciptaannya. Itulah menga[a tokoh dan setting dalam buku ini
terasa begitu vivid, jelas, dan seolah-olah memang nyata. Dan, begitulah
tulisan yang baik, yang bisa membuat pembaca berimajinasi secara utuh selama
proses membaca sebuah novel. Orisinalitas dan penggarapan yang baik, keduanya
merupakan kunci dari keunggulan novel ini.
My will and my desire were turned by love, the love that moves the sun
and the other stars. (Dante’s Paradiso).
Resensi ini
dibuat untuk mengikuti reading challenge Book in English 2013.
ciyeeehh.. akhirnya selese juga buku iniih..
ReplyDelete
ReplyDeleteiya, untung Kamis libur jd bisa kebut ini
tiffany and co outlet
ReplyDeletecheap true religion jeans
mlb jerseys authentic
christian louboutin shoes
michael jordan shoes
oakley sunglasses
cheap nfl jerseys
tiffany and co outlet
michael kors handbags clearance
oakley sunglasses wholesale
oakley store online
michael kors handbags
yeezy sneakers
cheap basketball shoes
michael kors outlet online
kobe sneakers
cheap jordan shoes
michael kors handbags
adidas nmd for sale
adidas yeezy boost
basketball shoes
Wow..keren tulisan blognya.
ReplyDeletebalenciaga sneakers
ReplyDeletemoncler
chrome hearts store
golden goose
nike react
michael kors
lebron 15
supreme new york
jordan 4
jordan 13
xiaofang20191213