Search This Blog

Wednesday, December 5, 2012

Silang Hati


Judul               : Silang Hati
Pengarang      : Sanie B. Kuncoro dan Widayawati Oktavia
Editor              : Ayuning
Proofread       : A.T. Palupi, G. Romadhona
Letak              : W. Suwarni, D. Novitasari
Sampul           : Dwi Anissa Anindhika
Cetakan          : pertama, 2012
Penerbit         : Gagas Media



            Buku ini unik dari dua sisi yang paling utama, pertama, sampulnya yang seperti amplop. Ada telinga di sampul belakang yang bisa ditangkupkan menutup sampul depan, kesannya seperti sampul surat cinta kehijauan yang cantik. Kedua, buku ini ditulis oleh dua pengarang. Bukan ditulis berbarengan tapi memang ada dua cerita berbeda yang ditulis oleh dua orang yang berbeda. Kisah berbeda, orang yang berbeda, tapi mengangkat satu tema yang sama: pencarian dan pengungkapan cinta. Antara kisah pertama dengan kisah  kedua juga memiliki keterkaitan pelaku, yakni Rajesh dan Aria, keduanya adalah sahabat sejak SMA. Kisah cinta keduanya dipertautkan oleh satu hal: pendakian.

Cerita Pertama: Senandung Hujan
By Sanie B. Kuncoro

            Ini pertama kalinya saya membaca karya mbak Sanie karena wishlist lama saya blm juga kesampaian sata sekarang (which is membaca Memilikimu). Seperti yang sudah saya duga, mbak Sanie ini jagonya bikin orang larut dalam dunia rekaannya melalui alunan kata-kata merdu yang menyenandungkan puisi. Kekuatan utama dari novel-novelnya adalah pemilihan kata yang susatra dan indah sekali, sampai-sampai jalanan berdebu pun menjadi begitu indah jika dideskripsikan oleh mMbak Sanie. Entah berapa kali saya menjadi mendayu-dayu terpesona oleh untaian kata-kata indah yang terjalin hangat, dengan banyak sekali kalimat-kalimat indah yang “berteriak-teriak” minta dikutip.

“ Bahwa hidup adalaf dunia yg bergerak, dunia yg berubah, itulah dinamika, variasi yang membuat hidup menyenangkan.” (hlm 103)

“Alam memang ajaib. Dengan caranya sendiri alam mengajarkan pada kita  begitu banyak hal yang tak terduga. Tidak hanya membantu kita mengenal diri sendiri dengan lebih baik, tapijuga memungkinkan kita untuk melihat orang lain dengan dimensi yang berbeda.” (hlm 116)

            Cerita diawali dengan hujan, entah mengapa fenomena alam yang satu ini sering sekali memicu kejadian-kejadian romansa. Rajesh tengah berteduh di sebuah halte malam-malam ketika ia bertemu dengan sosok wanita misterius itu, sosok yg mengingatkannya akan kekasihnya yang dulu. Cerita pun mengalun flashback¸ menyeret pembaca pada masa-masa indah perkenalan Rajesh dengan Magnolia. Mbak Sanie luar biasa menciptakan tokoh Rajesh ini, begitu utuh dan romantis, karakternya tetap sepanjang cerita gak berubah-ubah (konsisten): agak sendu, bijaksana, dan romantis habis.

            “Tentu bukan cuma karena cantikmu yang membuat dirimu tak terlupakan.” (hlm 3)
*Duh gombalannya ga nguatin* Tapi, keduanya ternyata terlalu berbeda. Rajesh yang anak gunung (suka mendaki) dan Magnolia yang social freak (gaul dan suka ke pesta-pesta). Galau dan sendu sempat menghampiri Rajesh, tapi sakit itu segera terobati dengan hadirnya sesosok gadis yang menjadi rekannya dalam sebuah pendakian. Mendaki dan menaklukan gunung memang bs menjadi pilihan saat orang sedang patah hati atau mengalami kegagalan. Berhasil mencapai puncak gunungakan  menyadarkannya bahwa ia belum kalah, bahwa ia bisa menang, dan bahwa dirinya mampu melakukan pencapaian. Dalam kasus Rajesh, ia malah menemukan dua keuntungan sekaligus: melupakan Magnolia dan menemukan sang gadis  korek api yang telah menghangatkan jiwanya saat di halte dulu.
           
“Kalau seorang laki-laki yang terluka hatinya dan kini mulai berpikir tentang gadis lain, itu berarti awal pemulihan. Awal yang baik untuk memulai.” (hlm 49)

Dan, cerita cinta akan terasa hambar jika tidak berliku. Hubungan Rajesh dengan si Lotus, gadis korek api itu, begitu rumit. Rajesh yang merasa sudah menemukan tambatan hatinya harus menahan gejolak cintanya karena sikap Lotus yang entah mengapa dingin. Tentang kisah pencarian cinta Rajesh dan perjuangan untuk melupakan masa lalu yang pahit, tentang itulah kisah Senandung Hujan ini berawal dan berakhir. Lalu, apakah Rajesh bisa mencairkan kebekuan hati Lotus? Biar kutipan ini yang menjawabnya (Arghh …telalu banyak kutipan indah dalam buku ini)

“Pada saatnya nanti, jalan cinta itu akan terbuka seluas-luasnya sehingga ke arah mana pun kita menuju, selalu akan tersedia cinta untuk kita.” (hlm 43.)

***

Cerita Kedua: Persimpangan
by Widyawati Oktavia

            Masih mengusung tema yang sama, atas nama pencarian cinta. Kisah ini mengangkat kisah cinta Aria, sahabat Rajesh yang sama-sama suka mendaki gunung. Dibandingkan kisah pertama, kisah ini terasa lebih dinamis dengan bahasanya yang tidak terlalu mendayu-dayu dan cerita yang lebih “ramai” dari segi konflik. Dikisahkan dengan lebih banyak menyorot Rubina, cewek yang jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Aria, yang membuatnya rela mendaki gunung untuk pertama kalinya agar lebih dekat dengan cowok pujaannya itu.

            “Cinta, kau tahu, membuatmu lebih kuat, bukan melemahkan.” (hlm 175)

            Dalam pendakian panjang itulah keduanya saling mengenal. Rubina makin mengetahui kelebihan dari sosok Aria, sementara Aria pun mulai merasakan getar-getar aneh yang baru kali itu muncul. Mereka menjadi saling mengenal di tengah keluasan hutan pinus dan ditudungi oleh lengkung langit dengan hiasan rasi bintangnya nan elok.
           
            “Kita akan mengenali seseorang saat orang itu menjadi teman seperjalanan dalam perjalanan panjang.” (185).

            Sayangnya, keindahan cinta baru terasa setelah diuji, dan ujian itu datang pertama kali justru saat Rubina tengah membumbung tinggi karena pengharapan dan cinta. Aria tanpa sadar mengatakan bahwa sudah ada orang lain, yg langsung mengugurkan segala harapan dan rasa cinta Rubina. Dan gadis itu pun langsung down dan menyerah saat itu juga. Terlalu tampak sendunya dalam perilakunya, menjadikan keindahan puncak gunung dan upaya turun tidak seindah proses pendakiannya. Rubina tidak pernah mengatakan bahwa ia suka Aria, sementara Aria kurang jeli dalam mengamati tanda-tanda itu pada diri Rubina. Maka, pendakian itu menjadi awal dari kisah cinta yang berkebalikan: Rubina yang mulai melupakan Aria dan Aria yang mulai memikirkan Rubina. Nah!

            “Cinta seperti cuaca saat ini, kata orang-orang, tidak bisa ditebak.” (hlm 258)

            Tampaknya di seputar tema inilah cerita ini berputar hingga akhir. Aria akhirnya mmenyatakan cintanya pada Rubina. Tapi Rubina telanjur jatuh dan sekuat tenaga ia berupanya mengabaikan jeritan hatinya demi melupakan Aria. Sebuah kesalahpahaman semakin memperumit keduanya.  Saat prosesi wisuda Aria, Rubina yang sudah begadang membuat kue cokelat, harus mendapati kenyataan Aria sedang digandeng oleh wanita lain yang  jauh lebih feminim dan berkelas. Dan, kegalauan itu mulai menancapkan taring-taringnya. Luka itu kembali terkuak dalam hati. Tanpa konfirmasi dulu, Rubina memutuskan untuk melupakan Aria, dan sesudahnya ada rentang masa dua tahun yang kembali memisahkan mereka.

            Cerita kedua ini terasa lebih dinamis karena hati yang berbelok-belok. Juga, terlalu dikuasai oleh alam pikiran Rubina yang begitu dramatisir dan penuh kegalauan. Aria harus berjuang lebih lama demi mencintai dan agar bisa bersama dengan Rubina. Saya sendiri sampe geregetan karena sampai menjelang kisah berakhir si Rubina ini masih tetep saja keukeuh untuk menolak Aria, yah namanya hati memang tak ingin terlukai lagi untuk ketiga kali.
***

            Silang Hati adalah dua kisah tentang mahasiswa pecinta alam, tentang dua cinta yang hendak menemukan tambatan hatinya, tentang keindahan dan kegigihan cinta. Kisah ini sekaligus menyadarkan kita tentang betapa sederhana cinta itu sebenarnya. Seringkali, kitalah yang membuatnya rumit dengan memasukkan unsur rugi-laba di dalamnya. Padahal, cinta itu murni dan ihklas. Cinta akan menghargatkan dan membahagiakanmu ketika kita membuka diri untuk mencintai, dan dicintai.

            “Cinta bukanlah sesuatu yang rumit, hanya sesuatu yang membuatmu tenang—membuatmu nyaman. Dan, yang terpenting, membuatmu tak kehilangan harapan.” (hlm 193)

2 comments: