Search This Blog

Monday, November 19, 2012

Sang Penantang Takdir


Judul               : Sang Penantang Takdir
Pengarang      : Ardani Persada
Editor              : Louis Javano
Ilustrator isi dan sampul      : Henry Trisula
Perancang sampul     : Hans J. Gumulia
Cetakan                     : Pertama, 2012 (378 halaman)
Penerbit                     : PT Gramedia Pustaka Utama




            Awal dari segalanya, mungkin frasa inilah yang paling tepat menggambarkan novel ini. Permulaan dari segala konflik dan peradaban besar di Tanah Utama Vandaria, siapa dan mengapa kerajaan Edenion begitu berkuasa, sumber dari kekuatan dan  kekuasaan kaum frameless, juga asal-usul dari legenda-legenda kuno di bumi Vandaria; semuanya ada di Sang Penantang Takdir.Novel ini menggambil setting waktu atau lini  masa ketika bumi Vandaria dikuasai oleh Ratu Seraph, pemimpin abadi kaum frameless yang telah mengusai dan memimpin Vandaria selama ribuan tahun. Sang ratu tak pernah tua atau memudar kekuatannya. Mereka menguasai sihir dan bersama Empat Raja Surgawi (yang juga muncul dalam seri Ratu Seribu Tahun), bangsa Edenion bertanggung jawab menjaga keseimbangan di Tanah Utama. Tentu saja, keseimbangan di sini berarti menindas manusia. Pada lini masa ini, kaum frameless memang sangat berkuasa sementara manusia dianggap sebagai bangsa rendahan karena lemah dan tidak menguasai sihir, atau mana.

            Alkisah, adalah seorang anak frameless yang kemudian diasuh dan dididik oleh Edenion sebagai prajurit tangguh. Ia kemudian diberi nama Deus. Anak ini begitu tangguh, begitu bertekad kuat sehingga dari pancaran matanya yang penuh semangat saja orang bijak bisa tahu bahwa si anak memiliki takdir hebat di masa depannya kelak. Para Vanadin memberkatinya dengan kecerdasan, kekuatan, serta tekad pantang menyerah, yang segera membuat kariernya melesat naik ke puncak sehingga akhirnya ia bisa menjadi pengawal pribadi Ratu Seraph. Dan, di sinilah takdir perubahan itu mulai bergulir. Cinta bersemi ketika keduanya sering bertemu. Maka terjadilah kisah cinta terlarang antara ratu dan pengawal pribadinya, sesuatu yang sangat aib bagi sang penguasa Edenion yang seharusnya tidak boleh terlarut dalam emosi rendahan seperti cinta. Tapi, seperti biasa, cinta selalu menemukan jalannya. Maka, dilemparkanlah ujian cinta kepada Deus. Ia diwajibkan membunuh 9 naga legenda untuk membuktikan dirinya memang layak bersanding dengan Ratu Seraph.

            Maka dimulailah tahun-tahun petualangan Deus menjelajahi sudut-sudut Tanah Utama demi membantai naga legenda. Dengan bantuan seorang frameless penyihir bernama Azulmagia, Borr—separuh frameles yang bisa berubah menjadi monster raksasa, dan seorang manusia pedagang bernama Arhan; Deus menjalani tahun-tahun pengejaran. Satu demi satu mereka berhasil membantai para naga legenda, membuat amuk bagi naga-naga lainnya yang mereka incar. Dengan menggunakan kekuatan pedang legenda, Deus dengan mudah membunuh tiga naga terlemah dan menyerap kekuatan mereka. Tidak ada pantang menyerah, kelompok ini menciptakan pertumpahan darah, membasmi mahkluk-mahkluk kuno yang telah sejak lama menjelajahi daratan Vandaria. Ada yang salah ketika Deus membantai para naga itu. Walaupun para naga itu kejam dan berbahaya, tapi mereka adalah mahkluk-mahkluk legenda yang tidak seharusnya dipunahkan.

            Ketika dalam pertempuran terakhir melawan naga kesembilan, terkuaklah fakta dari apa yang selama ini disembunyikan oleh Edenion. Terkuaklah konspirasi dan kekejian dari negara Edenion. Mereka yang selama ini merasa berwenang menjaga ketertiban di Vandaria, ternyata tidak ubahnya pihak penguasa lalim yang kejam pada umat manusia. Dari sang naga, Deus tahu bahwa ia telah diperalat. Ini jugalah yang kemudian mendorong terjadinya pemberotakan umat manusia kepada Edenion, demi menuntut keadilan dan keseimbangan yang sejati di Vandaria. Kisah ini sendiri menjadi pengantar dari era-era sebelum pecahnya perang besar antara Edenion melawan manusia dan separuh frameless, masa-masa ketika Deus kembali membuktikan dirinya sebagai prajutir dan pejuang tak terkalahkan menuju takdirnya sebagai sang pengubah takdir.


Deus, Sang Raja Tunggal 

            Sang Penantang Takdir adalah bukti nyata perkembangan dan pertumbuhan seorang Ardani Persada dalam berkarya. Jika dalam Ratu Seribu Tahun masih ditemukan banyak bolong di sana-sini, maka novel ini adalah pembuktian bahwa ia belajar dan benar-benar bersungguh-sungguh untuk mengkristal bersama Vandaria. Masalah utama dalam Ratu Seribu Tahun adalah sudut pandang Yang Maha Mengetahui yang sering berselip dengan sudut pandang orang ketiga, sementara di novel Sang Penantang Takdir ini penulis seluruhnya sudah menggunakan sudut pandang orang ketiga. Kualitasnya sebagai seorang pengarang (bukan sekadar penulis) juga tampak dalam diksi dan deskripsi yang ia gunakan. Pemilihan kata-kata dalam novel ini sudah begitu beragam, telah menyerupai sebuah novel yang memang utuh, bukan novel agak berbau game seperti di Ratu Seribu Tahun. Kelebihan ini ditambah dengan ilustrasi-ilustrasi menawan yang menghiasi halaman-halaman  di dalam novel ini, yang sangat membantu pembaca dalam membayangkan atau mengukuhkan karakter ke dalam imajinasinya.

            Tambahan lain, novel ini juga ada editornya. Horeee. Sepengamatan saya, ini adalah novel pertama dari seri Vandaria yang mencantumkan nama editor di dalamnya, CMIIW!  Terus terang, keseruan membaca petualangan menakjubkan di Vandaria begitu terusik dengan sejumlah typo dan penyusunan kalimat yang agak kurang luwes di beberapa bagian novel seri Vandaria sebelumnya. Baru di seri Kristalisasi dan Hailstorm-lah kesalahan akibat  absennya editor sudah mulai banyak diperbaiki. Sayangnya, ukuran font dalam novel ini termasuk sedikit kecil di bawah rata-rata. Kebijakan ini mungkin  diambil untuk mengurangi jumlah halaman dan untuk menurunkan harganya sehingga novel ini lebih terjangkau bagi lebih banyak pembeli. Untuk alasan ini, saya setuju.

            Kekurangan dari Sang Penantang Takdir mungkin pada keputusan penulis untuk agak mempercepat cerita, terutama bagian awal-awal. Ketika Deus berangkat membantai naga, ia menemukan naga pertama. Belum sempat digambarkan bagaimana adegan pertempurannya, tahu-tahu ia dan kelompoknya telah berhasil membantai tiga naga legenda. Bayangkan, tiga naga legenda nan perkasa tiba-tiba saja diceritakan telah berhasil mereka bantai tanpa dijelaskan bagaimana. Mungkin, pilihan ini diambil penulis dengan pertimbangan agar pembaca tidak bosan dengan adegan sadis berdarah-darah yang jumlahnya ada sembilan (yang kenyataannya hanya muncul 6 kali, 5 kali dengan perkecualian di pertarungan dengan naga kesembilan). Tapi, tetap saja ini meremehkan 3 naga legenda yang pertama. Saya kira, pembaca tidak akan keberatan menyaksikan adegan pertempuran dengan sembilan naga tersebut karena penulis memang mampu menggambarkan sesi-sesi pertempuran itu dengan begitu seru.

            Tapi, terlepas dari kekurangannya itu (dan memang bisa dimaklumi karena seri Vandaria ini ditulis oleh para penulis muda dengan bakat hebat), novel Sang Penantang Takdir telah   mengikat pembaca begitu rupa dengan alam Vandaria. Perlahan tapi pasti, alam rekaan anak bangsa ini mulai tersusun secara utuh dengan jalinan cerita nan menawan, menarik siapa saja untuk turut mengkristal di dalamnya. Selamat sekali lagi, kalian memang hebat! Proyek ini memang luar biasa. Hidup fantasi karya anak bangsa. 

4 comments:

  1. Saya setuju soal kalimat yang kurang luwes di serial Vandaria. Baru baca Kristalisasi dan Takdir Elir, tapi kadang berasa seperti main game (melompat-lompat) :D

    ReplyDelete
  2. Novelnya lumayan bagus, saya sudah baca. Makasih informasinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya rasa ini jauh lebih bagus drpd Ratu Seribu Tahun. Selamat u/ si penulis.

      Delete