Judul : Menunggu Pulang, Sebuah
Kumpulan Cerita Pendek
Penulis : Suryawan WP/@yuyaone
Sampul : Amalia Achmad
Cetakan : 2012
Penerbit : nulisbuku.com
“Hidup sejatinya adalah menunggu pulang.
Sementara pulang adalah sebuah perjalanan menuju tempat yang dirindukan, rumah.
Namun, pulang tak akan terjadi tanpa pergi yang mendahului. Akan ada saatnya
untuk kita pulang. Akan ada banyak kisah untuk diceritakan, sampai waktunya
pulang tiba.”
Kutipan
yang begitu mengena di sampul belakang kumcer inilah yang seolah menjadi
penyulut awal dari tumpahan aneka kisah keseharian manusia yang kemudian
berhasil ditangkap dan dirajut kembali oleh @yuyaone dalam cerpen-cerpen yang
sederhana namun bermakna. Menunggu Pulang
adalah 18 cerita pendek, masing-masing dengan cerminnya sendiri, cermin
yang mampu mengolok-olok kisah keseharian kita yang sebenarnya luar biasa, tapi
kadang oleh tertutupi oleh coreng-moreng kita sebagai manusia pada umumnya.
Tapi, sekali lagi, suatu saat nanti, kita semua pasti akan pulang. Pulang ke rumah,
pulang ke hati yang tepat, pulang ke akhirat. Sebelum waktu pulang itu tiba,
luangkan waktu untuk menikmati cerita-cerita berikut. Jangan khawatir, Menunggu Pulang adalah sederhana. Tidak
perlu mengerutkan kening untuk mencernanya. Sekali baca, Anda bisa
merampungkannya, tidak perlu menyita terlalu banyak waktu ada. Tapi, percayalah
bahwa yang sebentar bersama Menunggu
Pulang itu tidaklah tidak bermakna.
Anda akan semakin hangat dan kaya setelah membacanya.
Atas Nama Kusta Aku Cemburu adalah kisah
pertama. Mengisahkan sudut pandang dari dunia yang mungkin selama ini belum
pernah kita selami. Bagaimana merasakan bersyukur dari berbagai pandangan, dan
tentang jangan pantang menyerah, itulah cerpen perdana ini. Abimanyu, si anak dari Arjuna. Kisah
tentang pencarian jati diri seorang anak yang mencari kebenaran tentang
ayahnya. Tentang pengorbanan dari sang pangeran Pandawa. Bambu Runcing adalah kisah ketiga, saya sangat menyukainya karena
entah bagaimana penulis telah berhasil membawa ingatan saya pada serial Keluarga Cemara, sederhana tapi berjiwa
kaya-raya.
Berdua di Suatu Senja, kisah ini mungkin
ada hubungan atau terinspirasi dari cerpen Seno Gumira Ajidarma nan fenomenal
itu, Sepotong Senja untuk Pacarku. Bisakah
senja itu dipotong dan dikirimkan? Ternyata bisa, yakni lewat e-mail. Bagaimana
caranya, biar kisah keempat yang akan menjawabnya. Sedingin Es sekali lagi, adalah tentang pengorbanan. Sebuah kisah
pendek tentang penari seluncur es dengan ending
yang bikin trenyuh tapi sekaligus
menghangatkan. Kisah ketujuh, Aku Anak
Bintang, sama dengan cerita kedua, adalah tentang pencarian jati diri
seorang anak terhadap ayahnya. Ada
dua petunjuk di sini, “Ares” dan “Satu Bintang Kemerahan yang hari ini terlihat
sangat dekat”. Mungkinkah ini berkenaan dengan peristiwa konjungasi Planet Mars
yang sempat terlihat paling jelas beberapa waktu yang lalu? Entahlah, yang
jelas Ares dan Mars adalah dua nama untuk satu dewa yang sama.
Mari
lanjutkan ke kisah ketujuh, Asmaradana, salah
satu dari beberapa jenis lagu macapat di
mana penulis seperti mengajak pembaca ke masa lalunya bersama sang kakek.
Telusuri beragam petuah agung yang tertulis dalam syair-syair indah sarat mana:
“Ngelmu iku kelakone kanthi laku” (“Ilmu itu tak akan ada artinya jika tidak
dipraktikan”). Terminal Kedatangan akan
membawa pembaca ke sudut bandara di mana, sekali lagi, penulis menyoroti tema
pencarian terhadap ayah kandung seorang manusia muda, tapi dalam kisah
kedelapan ini punya kejutan menyenangkan untuk si ayah.
Kisah
kesembilan, Imlek, Aku Pulang, semakin
meneguhkan penguasaan si penulis akan berbagai tema. Tema tentang etnis
Tionghoa, yang jika digarap tanpa riset pasti akan menjadi cerita kosong tanpa
makna. Tapi, kisah Koh Wen dan Sarah di sini nyatanya begitu kental dan padat,
sarat emosi dan kenangan di dalamnya. Indah dan melegakan saat dibaca.
Sementara, Curhat Saat Kau Lelap, adakah
cerita ini semacam curcol indah sang penulis? Memenangkan Medali, cerita kesebelas ini bertema nasionalisme,
tentang badminton, tentang Indonesia
yang telah bertahun-tahun kehilangan Piala Uber. Kejelian penulis dalam meramu
linimasa badminton dalam cerpen ini menginsyaratkan ketertarikannya yang
mendalam pada olahraga yang (pernah) menjadi kebanggaan rakyat Indonesia ini.
Kadang, ada
alasan mengapa seseorang menghindari fitrahnya untuk pulang. Sekuat tenaga ia
menghindari kehangatan rumah demi alasan yang sepele dan tidak luar biasa. Jika
Anda tidak ingin menyesal di masa depan karena mengabaikan panggilan pulang,
maka bacalah kisah kedua belas, Pesan
Terakhir. Sementara, para perokok seharusnya mampu menangkap pelajaran
kesehatan tentang betapa besar kesia-siaan kehidupan akibat merokok dari kisah Pada Sebuah Koridor Panjang. Cerita
keempat belas, Fatima , agak miris dan berbau etnis. Tapi
tidak jika kita menelusuri alasan dibalik penulisan kisah ini. Bagaimana
menilai dari sudut pandang seorang TKW yang disiksa majikan di negeri sana . Gendhis, si manis gula, adalah kisah
indah tentang cinta, tentang kenangan, tentang harapan di masa depan. Kisah ini
begitu indah, sarat dengan luapan cinta khas anak muda yang tengah terbuai
kasih sayang menjelang pernikahan. Tapi, hati-hati dengan endingnya.
Cerita keenam belas adalah yang
paling saya sukai. “ Kalau akhirnya Tuhan
saja bisa kamu khianati, apalagi aku. Aku tidak ingin di antara kita ada yang
menipu Tuhannya masing-masing.” Cukuplah kutipan indah tersebut mewakili
apa yang ada dalam Kita yang Tak Sama.
Anda akan menyukainya sebagaimana saya pun seolah tercenung mendalam lewat
kisah ini. Kisah selajutnya, Agustus, adalah
tentang nasionalisme. Mungkin penulis membuatnya saat-saat menjelang euphoria
hari kemerdekaan. Ada
sedikit pelajaran sejarah nasional di cerita ini. Terakhir, sebagai penutup,
adalah kisah Aku Takut Pulang. Mungkin,
kisah ini adalah cerminan dari kita semua, kebanyakan manusia yang sering kali
lupa akan asal-usul dan tujuannya hidup di dunia. Begitu terpikatnya kita
dengan kemilau dunia, tanpa sadar akhirnya kita takut atau bahkan menolak
pulang. Padahal, sebagaimana kutipan di atas, pulang adalah sebuah perjalanan menuju tempat yang dirindukan.
Suryawan WP, pertama kali
menuliskan Menunggu Pulang dalam
blognya yang segera mendapat kritik sekaligus apresiasi dari berbagai
pengunjung dan komunitas dunia maya. Kepiawaiannya dalam mengamati tingkah
polah manusia, berhasil ia tuangkan dalam bentuk cerita, di mana kita kemudian
bisa mengambil makna dari isinya. Semangat untuk membagikan “cerita kehidupan”
inilah yang lalu mendorongnya menerbitkan Menunggu
Pulang lewat media penerbitan mandiri @nulisbuku. Sesungguhnya, sang
penulis telah memiliki bakat dan sentuhan itu, menjadi novelis. Dengan
ketekunan, pengamatan yang tajam akan keseharian, dan kepiawaiannya dalam
meramu kata-kata, modal ini sudah lebih dari cukup untuk memulai menuliskan
kisah yang lebih panjang dan lebih satu, lebih utuh. Semoga, penantian kita terhadap
peluncuran novel perdananya tidak akan berlangsung terlalu lama.
Kayaknya bagus. Udah lama nggak baca kumpulan cerpen.
ReplyDeleteCovernya juga menarik gambarnya terbalik gitu.
Aku belum pernah beli buku di nulisbuku. Editannya bagus ya? hehe..
Ngak pake editor, tapi aku belum nemu typo. Keren dah. Hanya pada penggunaan koma saja yang kurang sesuai kaidah EYD, tp itu bs diabaikan atas nama sastra
Deletekeren kayaknya mas, tapi ini self publishing yah. Pengalaman buku2 self publishing biasanya mahal-mahal deh
ReplyDeleteHarga 35rb, coba kontak penulis @yuyaone mungkin bs lebih murah
Delete