Judul : Midnight for Charlie Bone
Pengarang : Jenny Nimmo
Penerjemah : Iryani Syahrir
Penyunting : Siti Aenah
Sampul : Scott Altmann
Tebal : 409 halaman
Cetakan : 1, November 2010
Penerbit : Ufuk Press
Perkenalkan, Charlie Bone, seorang anak usia 10 tahun yang tinggal bersama Ibu, paman, dan nenek-neneknya yang sangat nyentrik. Dalam pandangan Charlie, ia adalah sepotong bukti dari dunia yang normal dalam rumah mereka yang dihuni oleh orang-orang berperangai aneh. Mulai dari Paman Patton yang tidak pernah keluar rumah di siang hari, nenek Bone yang selalu mengawasi, serta tiga nenek dari keluarga Yewbeam—dari pihak ayahnya—yang benar-benar mirip nenek sihir dalam cerita. Semuanya berjalan dengan biasa-biasa saja sebelum akhirnya Charlie mulai mendengar suara-suara dari setiap foto yang ia pandangi. Yups, Charlie adalah salah satu dari sedikit orang yang diberkahi. Melihat kemunculan bakatnya ini, ketiga nenek Yewbeam malah bergembira dan memaksa Charlie untuk pindah ke sekolah bergengsi khusus untuk anak-anak berbakat, Bloor’s Academy.
Di sekolah barunya, Charlie mendapat teman-teman baru, mulai dari Fidelio yang jago musik tapi bukan siswa terbekati, hingga Billy yang mampu berbicara dengan hewan. Kejadian semakin aneh ketika Charlie bertemu dengan seorang wanita yang tengah mencari foto dari keponakannya yang hilang, dan ternyata keponakannya itu juga bersekolah di Bloor’s Academy dan masih sepantaran usianya dengan Charlie. Dari wanita itu, Charlie mendapat kotak misterius yang katanya bisa menyadarkan kembali si gadis misterius yang konon diculik itu. Bersama dengan teman dekatnya Benjamin serta Fidelio, dan juga teman-teman barunya, Charlie berjibaku melawan komplotan gelap yang ternyata melibatkan pihak keluarga Yewbeam. Ketiga neneknya ternyata memiliki andil dalam konspirasi dan penculikan ini.Begitu pula paman Patton yang ternyata juga diberkati dengan kekuatan khusus.
Sekolah, bakat ajaib, anak usia 10 tahun, nenek yang misterius; semua itu pasti mengingatkan pembaca pada salah satu tonggak fantasi modern, Harry Potter. Yups, bisa dibilang novel ini mengambil sedikit aura Harry Potterian untuk memulai kisahnya, walaupun semakin ke belakang semakin jelas bahwa penulis ingin mengambil jarak dari Harry Potter—untuk lebih memantapkan karakter Charlie sendiri. Berbeda dengan Harry Potter yang memiliki tongkat dan sihir, Charlie hanya memiliki bakat mendengarkan orang-orang dalam foto. Dengan melihat foto, ia bisa mengetahui apa yang sedang dibicarakan oleh orang-orang yang ada dalam foto tersebut saat foto itu diambil. Dari sinilah Charlie bisa menelusuri jejak dari penculikan gadis misterius yang diculik saat masih bayi. Ok, dari sini semakin jelas bahwa Charlie Bone bukan Harry Potter. Sayangnya, sihir novel ini hanya sampai di situ saja. Satu orang satu bakat, dengan jalur cerita yang sangat meminimalisir dan mengurangi potensi aksi dan perang sihir yang bisa ditawarkan oleh sebuah novel fantasi.
Cover dari Midnight for Charlie Bone, saya akui, luar biasa indah. Benar-benar seperti lukisan yang dicetak dalam bentuk foto digital, lalu dialihrupakan lagi menjadi sebuah lukisan dalam sampul. Efek gelap dan lampu-lampu serta background malam hari benar-benar mampu merangsang pembaca untuk turut dalam perjalanan Charlie di malam hari menyusuri kota London (atau sebuah kota di Inggris). Konflik yang berupaya dibangun pun seru, simpel tapi seru. Awalnya mungkin agak lambat di mana pembaca musti menerka-nerka apakah ketiga nenek dari Yewbeam itu penyihir baik yang pura-pura jahat. Setelah ketahuan bahwa ketiganya memiliki maksud jahat, maka tahap hitam-putih pun mulai jelas, dan alih-alih kecewa, saya malah senang karena bisa memutuskan “bagaimana memperlakukan buku ini”. Yah, seperti misalnya: oke jadi Charlie dkk plus ibunya plus paman Patton versus Tiga Nenek dari keluarga Bone. Oke, meluncur.
Perseteruan yang muncul menambah seru cerita. Nenek Yewbeam mengawasi dan menjebak Charlie dan teman-temannya sementara Patton juga tidak tinggal diam. Sedikit demi sedikit pembaca diajak untuk menaiki tangga-tangga ketegangan menuju “perang besar” yang diharapkan ada di ujung cerita—yang sayangnya perang besar itu tidak ada. Seperti menaiki anak tangga satu demi satu, lalu pembaca dijorokin ke bawah, begitulah rasanya. Ketika Charlie terancam bahaya, dan tiga anak diberkahi dari pihak Yewbeam berusaha menghabisi Charlie menggunakan kekuatan telekinetis dan perubahan wujud pada bab Perang antara Mereka yang Diberkahi, Charlie tiba-tiba menjumpai dirinya selamat. Alurnya begini:
Charlie masuk reruntuhan à dijebak oleh anak berbakat yang jahat à dia dijatuhi batu-batu yang bisa bergerak sendiri à ada bayangan hitam aneh mengikuti à DUAR (peristiwa ajaib yang entah apa dan bagaimana dan mengapa, karena tiba-tiba à Charlie keluar dan mendapati dirinya selamat dan 2 orang anak berbakat dari pihak jahat telah terkapar, pingsan.
Masih dalam bab yang sama, langsung diadakan pesta meriah semalam suntuk. Pembaca yang sudah tegang karena menantikan adegan perang antar anak-berbakat, tiba-tiba menjumpai bahwa semuanya baik-baik saja. (Aduh tepok jidat). Mungkin karena baru novel pertama dari seri-seri berikutnya, Midnight for Charlie Bone terkesan masih datar dan nanggung—walaupun cerita ini menyimpan potensi untuk dikembangkan dalam bentuk sekuel-sekuel. Setting, karakterisasi, dan konflik sudah terbangun; walau eksekusinya masih kurang berani. Semoga seri kedua dan selanjutnya mampu lebih menunjukkan sisi AKSI dari Charlie dkk, ketimbang dalam buku perdana ini. Tidak ada masalah jika sihir dalam buku ini hanyalah bakat sederhana, karena satu bakat sederhanapun jika diramu melalui narasi dan pemfiksian yang ciamik pasti dapat menghasilkan novel petualangan yang seru. Saya menantikan seri kedua dari Charlie Bone, Charlie Bone and the Time Twister yang dilihat dari judulnya, seharusnya lebih seru dan lebih mampu bergerak cepat daripada novel pertamanya.
heh? ada sekuelnya yah?? aku dapat buku ini dari bookwar kemarin, mas Dion. Errr... jangan-jangan sama nih sumber dapetnya.. hahahhaa
ReplyDeleteEh kalo aku beli donk di IRF 15rb. Iya sekuelnya sudah dibikinkan covernya tuh
ReplyDeletemas Dion am kaming,
ReplyDeleteSemoga perkenalan ini, bisa membuat saya belajar lebih banyak..:)
Maaf aku belum banyak kasih pendapat, soalnya referensi soal novel aku ndak punya #acak-acak rak buku#
Bondan
Waduh saya yang masih belajar mas, ini cuman seneng2 saja belum diseriusin hehehe sebagai ajang belajar menulis juga ... mari belajar bersama mas
ReplyDeleteHehehe.. Agak susah ya nyari fantasy yang seseru Harry Potter atau Lord of the Rings :)
ReplyDeleteanisa: iya sih, apa kudu kita bikin sendiri cieee
ReplyDeleteSetuju, covernya bagus begete.
ReplyDeleteIya sana mba annisa sama mas dion bikin gih, cerita perdukunan gitu kayaknya oke juga *digampar*
hehehehe kok kalau setting Indo agak begimaaannaaa gt ya hahahaha
ReplyDeleteyaampun buku ufuk 15rb? mauuu
ReplyDeleteeh Sulis, iya hehe Ufuk kmaren emang diskonnya bener2 dah dibanting. kalo ngak di stop sama mas Silvero, aku mungkin udah ngangkut 5-6 buku lg hadewww ahahaha
ReplyDeleteya amfuuunnn...kl ada buku murah gini aq dikasih tau siihhh....* nitip maksudnya...^^
ReplyDeletebisa kasih info ga yg masih jual novel seri 1nya ini dmn? soalnya aku cr di gramedia dmn2..uda kosong..thx y..
ReplyDeleteSis aq jual, cek instagram aq sis @dinidudul
Deleteyeezy 500
ReplyDeletemichael kors outlet
nike air max
fila shoes
adidas stan smith women
nike air max
kyrie shoes
jordan shoes
golden goose sneakers
off white shoes
xiaofang20191213