Judul: Seni Hidup Minimalis:
Petunjuk Minimalis Menuju Hidup Yang Apik, Tertata, Dan Sederhana
Penulis: Francine Jay
Tebal: 280 hlm
Cetakan: Agustus 2018
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Buku tentang hidup minimalis, tetapi bahasannya padat dan maksimalis (kalau dibandingkan dengan buku Marie Kondo yang bestseller itu). Paragraf gemuk dan rapat, dengan begitu banyak materi, anjuran, saran, larangan, perintah, contoh, dan teladan bagaimana untuk hidup lebih banyak dengan barang lebih sedikit.
Buku ini tidak bisa dihabiskan dalam sekali sesi baca, karena ada begitu banyak poin yang kudu ditandai (dan dilakukan). Juga font yang padat merayap rapat. Jangan membeli barang hanya karena keinginan, tetapi karena kebutuhan. Ini kita sudah paham. Tapi Jay bergerak lebih jauh dengan : membeli barang yang benar-benar dibutuhkan, tetapi juga awet, mahal dikit nggak apa-apa karena kualitas ketimbang kuantitas, plus ramah lingkungan.
Pokoknya benar-benar dipikir pas beli sebuah barang: ini nyimpennya gimana, merusak lingkungan nggak, besok buangnya gimana, bahannya bahaya nggak, bisa pinjem dulu nggak, harganya sepadan ga, kualitasnya gimana. Ada begitu banyak pertimbangan sampai-sampai nggak jadi beli barang. Justru ini yang disukai pengarang: ngga jadi beli. Cara terbaik hidup minimalis adalah dengan mengurangi membeli, kalau bisa malah nggak jadi beli saja.
Prinsip-prinsip hidup minimalis di sini aslinya sederhana, tetapi sering kelupaan, di antaranya
- Jangan menaruh barang di tempat yang bukan tempatnya.
- Barang yang ditaruh dan didiamkan akan menarik barang-barang lain untuk datang dan jadi menumpuk
- Satu barang masuk rumah = 1 barang keluar rumah
-Kita lebih sering tidak menggunakan barang-barang yang kita kira akan kita gunakan di masa depan
-Jangan terlalu mencintai barang secara material, cintailah kenangannya. Simpan kenangan, bukan barang
-Barang akan lebih berguna ketika dia digunakan, dan bukannya ditimbun eh disimpan dan dilupakan.
-Simpanlah foto perjalanan, bukan barang oleh-olehnya
-Koleksi kenangan dan kebahagiaan, bukan barang
-Jangan ragu memberikan barang yang sudah tidak terpakai dan menuh-menuhin rumah. Terutama barang-barang yang banyak tersedia dan mudah dibeli
- Simpan barang dalam bentuk "uang" yang lebih fleksibel
- Kurangi memberikan hadiah berupa barang, lebih baik berikan hadiah berupa waktumu untuknya, atau perhatian atau bantuan. Jika tetap mau memberi, berikan dalam bentuk uang sehingga bisa digunakan sesuai kebutuhannya.
-Rumah dan ruang yang lapang berarti pikiran yang juga lebih lapang. Saya membuktikan sendiri. Kamar yang penuh timbunan buku (meskipun I Love Books) terasa sesak, sempit, tidak nyaman baik bagi pandangan maupun badan. Bekerja dengan memandangi setumpuk buku ternyata tidak berhasil memancing ide-ide bagus. Tetapi memandangi alam luas dan sawah yang lapang benar-benar manjur memantik ide-ide aneh dan menarik.
- Menyimpan barang dan tidak menggunakannya = menimbun = mubazir
- Cintailah barang, tetapi seperlunya dan sewajarnya saja. Karena ketika kita butuh uang, bukan barang yang kta butuhkan saat itu juga, tetapi UAAANG. KITA BUTUH UANG wkwkwk.
-Jadilah konsumin (konsumen yang menimalis).
Sebagai penutup, sibuklah baca timbunanmu itu, Yon. Jangan malah sibuk memilih calon timbunan baru. Bisa yok 2025 lebih banyak baca, lebih banyak olahraga, lebih banyak mencinta.
No comments:
Post a Comment