Judul: Mengintip Metropolitan
Komikus: Muhammad "Mice" Misrad, Haryadhi, dan Sheila Rooswitha Putri
Tebal: 144 pages, Paperback
Published: November 1, 2014
Penerbit: Octopus Garden
ISBN 9786021442524
Jakarta selalu menjadi tema dan kota yang menarik untuk dibicarakan. Kota ini sudah banyak ditulis dan diulas, sering juga diberitakan di televisi. Sejarah kotanya dibahas paling rinci, beragam karakter unik penduduknya sudah sering kita jumpai, dan segala kemajuannya telah kita lihat di televisi. Tetapi Jakarta salah juga tentang macet, tentang klakson yang terlalu cepat dibunyikan, tentang stiker lucu di belakang mobil dan motor, tentang banjir dan mental / SDM yang kadnag bikin ngelus dada tp juga bikin tertawa.
Lewat kumpulan komik strip ini, tiga komikus bergabung menggambarkan Metropolitan Jakarta dari sudut pandang yang lucu : lewat komik. Haryadi dan Sheila baru sekali ini saya nikmati komiknya. Tetapi sosok Mice tentu Anda semua sudah sering melihat karyanya. Goresan gambar Haryadhi ternyata bisa mengimbangi tipe komik ala Mice. Hampir saja saya mengira keduanya orang yang sama. Tapi setelah dilihat lagi, gaya gambar Haryadi terlihat lebih lurus dan ramping dalam menggambarkan manusia. Sementara Mice khas dengan gaya meleyot komikalnya. Untuk Sheila, tipenya rinci dan rapi. Untung format komiknya besar jadi bisa dilihat detail gambar dan teksnya.
Menggambarkan kerasnya Jakarta dalam komik tentu tidak mudah. Kita sudah paham dengan karakter warga Jakarta yang khas: ga sabaran di jalan, tidak mau memberikan celah untuk lewat, perang dulu duluan di KRL , dan malas antre yang rapi. Semua ini berhasil ditangkap ketiganya dalam gambar-gambar yang menghibur. Kasarnya kehidupan ibukota jadi terasa lebih manusiawi sekaligus jenaka jika dipotret lewat komik seperti ini. Orang biasanya males lihat kemacetan di jalanan ibukota lewat televisi. Tetapi akan beda jika melihatnya dalam komik. Ada sesuatu yang lebih lembut dalam media gambar ini.
Bahwa kemacetan kemudian hanya menjadi satu bagian dari Jakarta yang mau tidak mau harus dijalani penghuninya. Setidaknya jika mau duitnya, kamu harus mau juga macetnya. Komik ini dapat menjadi semacam katalisator buat warga Jakarta untuk mau menerima kondisi kotanya. Dan tetap mencintainya. Sementara bagi mereka yang non Jakarta, segala keunikan metropolitan di buku ini bisa menjadi pemakluman yang akan menyiapkan mereka pada keras dan ramainya ibukota. Dalam kata lain, ibukota tidak lagi sekejam ibu tiri yang jahat ketika dilihat lewat sudut pandang tiga komikus ini.
Apa yang tergambar di buku ini membuat kita tersenyum. Bisa jadi, ia juga menyentil perilaku kita yang selama ini tak kita sadari, dan ternyata lewat baca komik ini baru sadar. Apa - apa di dalamnya seperti sudah khas dan kita banget. Ada rasa dekat dalam gambar gambar ini. Berapa kali Anda mengobrol sambil mengendarai motor jejer berdua di jalan sehingga menghalangi pengguna di belakang Anda? Hayo siapa yang ke Indomar*t cuma buat cari WiFi tp belinya minum sebiji? Dan berapa sering kecelakaan dan maling yang ketangkap dijadikan tontonan hingga malah memacetkan jalan? Atau, rencana 'waktu kebersamaan' di mal yang ternyata dihabiskan dengan masing-masing sibuk dengan hapenya?
Banyak di dalam gambar ini adalah saya, Anda, dan kita. Tidak heran jika banyak isinya memang dekat dan akrab. Kerja keren untuk tiga komikusnya.
No comments:
Post a Comment