Judul: Aru Shah and the End of Time
Pengarang: Roshani Chokshi
Penerjemah: Nadya Andwiani
Tebal: 444 hlm
Cetakan: 2019
Penerbit: Mizan Fantasi
Aru Shah bukan seorang sosok anak biasa. Dia dikenal sebagai tukang bohong sehingga teman-teman sekolahnya pun menantangnya untuk menyalakan sebuah artefak terkarang di Museum Seni dan Kebudayaan India Kuno, yang merupakan tempat tingalnya. Aru terpancing dan dia pun menyalakan lilin terlarang. Aru menyalakan Pelita Bharata yang dapat membangunkan sang Penidur, sosok demon yang akan memanggil Betawa Siwa, sang Dewa Kehancuran. Entitas ini yang akan memberikan pesembahan tarian kepada dunia dan mendatangkan akhir zaman. Begitu pelita dinyalakan, waktu seakan berhenti. Aru serta Mini, dalam 9 hari harus mencari senjata langit untuk mengalahkan Sang Penidur. Jika tidak maka waktu akan berhenti total.
Dunia Aru pun berubah. Dia harus menerima konsekuensi dari perbuatan nekatnya ketika dewa-dewi dalam legenda Mahabharata menjelma nyata. Tetapi, peristiwa ini juga yang menjadikannya menyadari identitas dirinya sebagai putri (demigod) dari salah satu dewa terkuat yang pernah ada! Aru, bersama Boo, seekor merpati penjaga, dan Mini, demigod lainnya, bersatu untuk memasuki Kerajaan Kematian dan harus lolos dari sana hidup-hidup untuk mencari senjata yang dapat menghentikan berakhirnya masa.
Dua demigod yang merupakan anak dari dewa Dewi India kuno ini pun mendapat misi untuk menghentikan entitas kuno yg hendak membekukan dunia. Dalam perjalanan ajaib mereka, keduanya menemui berbagai entitas dan juga mahkluk ajaib yang bahkan saking ajaibnya malah jadi berbahaya. Sama seperti di Percy, dewa atau para Batara tidak boleh mencampuri (eh tetapi mereka memberikan senjatanya) perjalanan demigod dalam menyelesaikan misinya.
Secara cerita, Aru Shah novel fantasi yang seru. Tetapi, secara orisinalitas, dia terasa tidak orisinal. Dimaklumi karena memang seri ini dipandu oleh Rick Riordan dalam penggarapannya. Tidak heran jika dalam kisahnya terdapat elemen-elemen yang Rick Riordan banget.
1. Alur cerita berupa pencarian dengan batas waktu yang dahsyat (misalnya dunia bakal kiamat). Aru dan Mini, dua demigod India harus mencari senjata langit untuk mengalahkan Sang Penidur dalam waktu 9 hari. Atau jika tidak, dunia akan selamanya membeku dalam artian tidak bergerak karena terhentinya waktu.
2. Elemen humor yang Riordan banget. Dalam buku-buku beliau, Dewa-Dewi bertindak tidak ubahnya sosok manusiawi yang terutama sangat humoris. Walaupun banyak monster atau asura yang ganas dan berbahaya di buku ini, kebanyakan mereka masih memiliki rasa humor. Ini salah satu keunggulan cerita Riordan, bikin entitas tinggi jadi lebih manusiawi. Bayangkan Hanoman yang dicurhati perihal cowok cakep oleh Aru.
3. Elemen humor kekinian yang menyatu dalam cerita. Mini dan Aru begitu sering menyebut Wikipedia sebagai laman yg kelak mencatat perjalanan agung mereka. Walau belum sengakak para Nymph Yunani yang berswafoto demi banyak banyakan likes, unsur komedi kekinian di buku ini cukup menghibur.
Begitulah, buku ini memang bagus tetapi memang terasa tidak orisinal. Kita eh saya aja dink terus menerus teringat pada Rick Riordan dan betapa si penulis novel ini berulang kali berusaha keras meniru humornya.
Untungnya, setting dari dewa Dewi India di buku ini juara. Kita mungkin lebih dekat dengan mitologi Hindu ketimbang Yunani (yang masa kecilnya nonton Mahabharata dan Ramayana di TPI ngacung hayoo) karena itulah banyak istilah yang dekat. Misalnya saja Siwa, Hanoman, dan Rama. Tetapi, tenryata masih banyak yg belum kita eh saya ketahui dalam mitologi Hindu. Buku ini banyak menjelaskan sisi sisi tersebut.
Selanjutnya, seperti standar buku-buku Riordan, yang berarti buku ini memang bagus.
No comments:
Post a Comment