Search This Blog

Wednesday, March 15, 2023

Kepulauan Nusantara

Judul: Kepulauan Nusantara

Penulis: Alfred Russel Wallace

Penerjemah: Tim Komunitas Bambu

Tebal: 498 hlm

Penerbit: Komunitas Bambu



Salah satu pencapaian bulan Februari lalu (dan selayaknya ini dicatat sebagai pencapaian) adalah menyelesaikan membaca The Malay Archipelago karya Alfred Russel Wallace. Buku setebal 500 halaman itu akhirnya tuntas terbaca lewat konsistensi membaca selama hampir sebulan. Harus dipaksa, harus disempatkan. Ini mungkin yg dibutuhkan untuk membabat timbunan di era tiktok dan Twitter yg begitu menyita perhatian dan waktu. Bagaimana lagi, membaca teks apalagi non-fiksi juga lama lama melelahkan, sementara internet terus memacu kita dengan tontonan yg memanjakan sekaligus dinamis.

Salah satu yg membantu adalah teknik menulis Wallace yang seperti bercerita. Perjalanannya ke Kepulauan Nusantaraemang benar benar dia lakukan tahun 1800an, dan dia menuliskannya sebagai sebuah jurnal meskipun itu adalah bagian dari pekerjaannya sebagai naturalis. Tidak hanya mencatat jenis serangga, binatang besar, dan bunga bunga yang dia temukan, Wallace juga mencatat interaksinya dengan penduduk lokal. Lebih dari sekali dia bahkan membuat semacam tafsiran etnografis dari penduduk yang tinggal di kepulauan terbesar di dunia ini. Sayangnya, dia sering melabeli ras manusia hanya karena melihat sekilas antau dari interaksi yg tidak lama. Yah, gimana lagi, fokus Wallace memang flora dan fauna Nusantara, bukan manusianya. 

Wallace melakukan perjalanan ke Nusantara setelah sebelumnya dia bepergian dan menjelajah Amazon. Maka beberapa kali kita akan menjumpai perbandingan antara kedua wilayah hutan hujan tropis ini. Tetapi secara keseluruhan, beberapa kali dia mengutarakan kalau penjelajahannya di Nusantara jauh lebih "menghasilkan". Selain mengumpulkan spesimen (dia mengumpulkan spesimen serangga dan burung, juga kumbang, dan orang hutan) dia juga mencatat berbagai jenis batuan,.mengamati bentuk geomorfologis pulau-pulau, juga makanan. Agak bercampur baur tapi untuk ukuran tahun 1800, apa yang dilakukan Wallace sudah sangat rapi, tertata, dan ilmiah. 

Wallace memulai bukunya dari penjelajahan di Semenanjung Malaya dan Singapura. Tempat yg tepat karena di sana lah gerbang masuk dari Kepulauan Rempah-Rempah. Tidak banyak hal baru di kedua tempat ini. Nusantara belum menyingkapkan diri yang sesungguhnya. Baru di Borneo, sang naturalis mendapati dunia tropis yang dicarinya. Sebagai warga Inggris, dia menjelajahi bagian Borneo yang diduduki Kerajaan Inggris yakni Sabah dan Sarawak. Di pulau besar ini dia mencatat banyak hal tentang suu Dayak, berburu dan mengamati orang utan (agak nyesek baca bagian dia pas menembak orabg utan meskipun tujuannya sebagai spesimen ilmiah), juga jatuh cinta pada buah durian. Wallace termasuk sedikit dari bule yang sangat menyukai semangka. Dalam tulisannya yang lain, dia juga berkata sangat jatuh cinta pada buah sukun. Naturalis emang beda ya. 

Jawa tentu mendapat perhatian Wallace, walau di pulau ini sepertinya dia hanya sekadar singgah. Banyak buku tentang Jawa telah ditulis (Raflles, Junghun, dan banyak lagi) jadi mungkin dia tidak menulis banyak ttg pulau ini. Satu yang dikaguminya dari Jawa adalah candi candi kuno dengan nilai seni yang tinggi. Jawa saat Wallace berkunjung ke sana pun sudah padat, tetapi fauna dan flora ya ternyata juga tidak kalah padat. Jawa saatbitu begitu didominasi Belanda, mungkin itu sebabnya dia tidak banyak menulis atau bertualang di sana. Di pulau Bali, sepertinya Wallace hanya mampir di bagian utara yang cenderung kering. Seandainya dia ke selatan sedikit, peson pulau ini mungkin akan melenakannya. Tapi Wallace pun memuji kebudayaan di pulau ini. 

Nusantara bagian barat ternyata tidak terlalu menyibukkan Wallace. Kemiripan tempat ini dengan wilayah Asia menjadikannya "mudah ditebak". Sebagaimana saat dia singgah di Sumatra, dengan catatan yang banyak tapi tidak melimpah. Tetapi beda kasusnya adegan Indonesia Tengah dan Indonesia Timur. Di kedua wilayah luas ini dia benar-benar terpukau dan mencatat begitu banyak hal. Bisa dibilang, kawasan ini menjadi fokus perhatian dan tulisannya. Dan ini yang saya suka karena kita berasa diajak jalan jalan ke wilayah Indonesia Timur yang baru akhir-akhir ini terkuak keindahannya. Wallace pernah ke Labuna Bajo, Flores, Kupang, hingga Timor. Dia lalu ke Kepulauan Aru dan Banda, sebelum menclok juga di Celebes atau Sulawesi. Menyimak penjelajahannya, serasa menonton jejak petualang yang sangat menyenangkan. 

Sulawesi menjadi pulau yang sangat berkesan. Selain sempat merasakan gempa besar, pulau ini juga menyajikan ragam flora yang berbeda antara barat dan timur Nusantara. Inilah yang memunculkan gagasan besarnya tentang celah geologis yang tidak hanya memisahkan daratan Asia dan Australia, melainkan juga fauna di kedua wilayah tersebut. Kita kini mengenalnya sebagai "Garis Wallacea". Dia menjelaskan dengan panjang lebar, kadang berulang ulang mengenai fakta ini. Bahwa proses geologis dan pembentukan permukaan bumi memiliki andil besar terhadap mahkluk hidup dan lingkungan. 

Penjelajahan paling menarik adalah ketika Wallace mengunjungi kepulauan Maluku, Aru, dan Banda, juga sedikit mampir di Papua. Bagian ini menyuguhkan petualangan samudra yang tak ada bandingannya. Wallace tidak hanya seorang naturalis, dia juga menunjukan dirinya sebagai penjelajah, perintis, sekaligus ilmuwan. Dia pandai memperbaiki kapal, jago berkelahi jika perlu, pandai berburu, pintar bernegosiasi dengan penduduk lokal, juga tidak sungkan blusukan keluar masuk hutan. Dalam sebuah perjalanan, kapal mereka sempat terdampar di sebuah pulau terpencil. Harus bertahan dengan minum air di tanah berlumpur dan memakan serangga. Benar-benar kayak Indiana Jones bertualang di kepulauan tropis. Tidak lupa dia juga menulis data data etnografis dari penduduk yang tinggal di pulau-pulau Indonesia Timur yang terpencil dan sepertinya jauh dari jangkauan pengaruh kolonialisme Belanda. 

Banyak yang membuat penasaran, seperti berapa banyak uang yang dibawa Wallace dan bagaimana dia bepergian dari satu pulau ke pulau lain dengan membaca serta semua awetan spesimennya itu. Hal lain adalah Wallace jarang atau sepertinya tidak banyak membahas hantu atau siluman penghuni hutan meskipun dia berulang kali masuk ke wilayah hutan liar sendirian. Ini yg sering jadi bahan pertanyaan, kenapa bule jarang kesurupan atau dilihatin penampakan saat mereka naik gunung atau masuk hutan. Mungkin karena pikiran logisnya, atau mungkin apa yang misteri bagi mereka adalah untuk dicari tahu, bukan malah ditakuti. Hal paling mengerikan menurut Wallace adalah binatang buas, juga serangga yang sempat membuatnya bengkak, demam hingga tidak bisa beraktivitas selama berbulan-bulan. 

Apa yang dilakukan Wallace adalah sebuah usaha perintisan dari penelitian paling awal tentang kepulauan Nusantara. Untuk ukuran tahun 1800an, apa yg dilakukannya adalah sesuatu yang luar biasa. Sebuah pengamatan dan pencatatan data data biologis, morfologis, geologis, bahkan etnografis dan sosiologis dari salah satu wilayah terindah di muka bumi: Kepulauan Nusantara. 


No comments:

Post a Comment