Search This Blog

Tuesday, March 7, 2023

Ada Jawa dalam Perjalanan Mustahil Samiam Dari Lisboa

Judul: Perjalanan Mustahil Samiam

Penulis: Zaky Yamani

Editor: Karina Anjani

ISBN: 9786020648613

Halaman:361

Cetakan: Pertama-2021 

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Novel ini menarik karena ada (1) perjalanan, (2) sejarah, dan (3) Peta Orang Jawa. Perpaduan yang untuk sebuah kisah yang terjadi di Portugal pada sekitar tahun 1500-an.

Kisah dibuka dengan narasi Prof. Barend Hendrik van Laar, seorang pecinta buku kuno di Batavia tahun 1900. Dia tengah berburu buku-buku langka berisi  perjalanan seorang  pria bernama  Samiam Nogueira (dibaca Sang'iang yang lahir di Lisboa, Portugal) sekitar tahun 1513. Nama Samiam ini unik, sangat tidak lazim untuk nama seorang Eropa. Kisah kemudian berlanjut pada buku harian pertama (jilid 1--rencananya novel ini akan ada 3 jilid alias trilogi) yang ditulis Samiam. 

Samiam mengisahkah masa kecilnya yang dibesarkan sebagai anak dari pasangan nelayan di Lisboa, Portugal, sebelum kemudian menjadi pembantu seorang bangsawan. Ciri khas penulis ini, fakta dan narasi sejarah dibikin menarik dengan menambahkan plot yang dramatis dan mengaduk-aduk emosi pembaca. Si Samiam muda difitnah, dijebloskan ke penjara, sebelum akhirnya dia mengalami petualangan lintas samudra di dekat Pilar Herkules.

Selesai satu petualangan, datang lagi petualangan lain. Begitu hidupnya terasa mapan dan menetap, Samiam menemukan sebuah peta aneh yang konon adalah Peta Orang Jawa. Peta kuno itu mengusik rasa ingin tahunya, berbarengan dengan misteri bayangan hitam yang terus mengacaukan ketentraman hidupnya. Tidak hanya bayangan misterius, hidupnya yang tenang semakin kacau dengan hilangnya Bianca--calon istrinya. 

Masalah seolah tidak berhenti sampai di situ. Samiam diincar oleh pihak Kerajaan Portugal karena diduga terlibat intrik untuk mengulingkan Raja. Dari sini, Samiam menemukan fakta mengejutkan bahwa keluarga besarnya tidak hanya menyembunyikan asal-usul dirinya, tetapi juga terlibat dalam sebuah organisasi terlarang pecahan dari Ordo Ksatria Kuil. 

Dari sini, kita bisa menikmati perjalanan perdana Samiam ke arah timur, yang akan menjadi rentang perjalanan pertamanya. Dari Lisboa, Samiam menempuh perjalanan yang nyaris mustahil menuju Venesia yang saat itu menjadi pemasik rempah-rempah dari Timur Jauh menuju Eropa. Dalam perjalanan ini Samiam menyaksikan sendiri kebesaran kota-kota yang makmur karena perdagangan rempah-rempah, aneka intrik politik dan kekuasaan, hingga perbudakan yang mengerikan.

Dalam semua kebimbangan akibat apa yang dilihat dan dirasakannya, Samiam selalu berpegang pada arahan dari sosok bayangan hitam yang terus menghantuinya. Penuhi takdirmu, Nak! Penuhi takdirmu! Baca peta itu; Teruslah ke timur. Jangan ikuti petunjuk orang-orang, kau akan tersesat terlalu jauh. Ikuti hata hatimu, teruslah ke timur! Inilah yang menguatkan Samiam untuk terus meneruskan perjalannya yang sepertinya mustahil demi mencari tanah leluhurnya.

Hal paling mencuri perhatian dari novel ini tentu saja adalah keberadaan peta orang Jawa dalam sebuah kisah yang berlangsung di jantung Eropa tahun 1500. Sepotong info tentang nusantara kuno dalam buku ini membuat pembaca Indonesia terus menyimak kisahnya, hingga tanpa sadar telah larut dalam kehidupan Samiam yang penuh drama. Sosok Samiam sendiri sebenarnya bukan tokoh yang karakternya loveable. Karakternya cenderung lemah hati, tidak terhitung berapa kali dia ditolong orang lain. Tetapi ada satu kualitas positif dalam dirinya: mau menulis.

Dengan menuliskan jurnal hidupnya, Samiam telah memunculkan sebuah kisah dari abad ke-16 untuk dinikmati pembaca. Tulisan yang tidak hanya menjadi pengingat dan penenang bagi jiwanya saat sedang riuh dan rapuh, tetapi juga menjadi gambaran historis bagi pembaca modern tentang hiruk pikuk pusat-pusat perniagaan dunia di tahun 1500-an. Ini memang perjalanan yang mustahil kelihatannya, tetapi para pembaca sudah siap untuk menemani Samiam menemukan tanah leluhurnya lewat kisah-kisah yang akan dikisahkannya di buku kedua dan ketiga. 

"Kita manusia, Samiam, jangan sampai berlaku bodoh dan biadab terhadap manusia lain." (Hlm. 243)


No comments:

Post a Comment