Search This Blog

Monday, January 23, 2023

The Song of Achilles (Nyanyian Achilles), Bromance era Yunani Kuno

Judul    : The Song of Achilles (Nyanyian Achilles)

Pengarang : Madeline Miller

Penerjemah : Tanti Lesmana

Teal : 488 pages, Paperback

Cetakan: 1, April 2019 

Penerbit:  Gramedia Pustaka Utama

ISBN : 9786020628202


Selama ini lebih tahu Achilles dari mitos tendon Achilles yg konon menjadi satu satunya titik lemah pahlawan Yunani ini. Konon, saat bayi dia dicelup ke sebuah sungai legendaris di Dunia Bawah sehingga memuat tubuhnya kebal dari senjata apa pun. Tetapi ada satu titik yang tidak terbasuh air sungai keramat dan itu yang bikin pahlawan ini punya titik lemah. Dalam bayangan saya, Achiles adalah sosok prajurit ala-ala Sparta yang hidupnya didedikasikan untuk perang , berkelahi, dan maskulinitas. 

Membaca buku ini, saya memdapat versi lain dari kisah Achilles--versi lebih lembut dan mungkin lebih manusiawi dari sosok ini. Kisahnya sendiri adalah bagian dari kisah epic Illiad karya Homer, khususnya terkait penyerbuan pasukan Yunani ke Troya untuk mengambil kembali Helen yang diculik Paris. Tentu kisah ini bakal mengingatkan kita pada Kisah kuda Troya yang terkenal. Banyak yang mungkin sudah membaca epik legendaris Yunani kuno ini, dan Miller menghadirkannya dengan sudut pandang yang sama sekali baru.

Novel Nyanyian Achiles adalah bentuk alternatif penceritaan Illiad dengan mengambil sudut pandang salah satu tokoh "sampingan" di dalamnya. Lebih spesifik lagi, buku ini begitu detail menggambarkan hubungan khusus antara Achilles dan Patroclus, teman akrab sekaligus kekasihnya. Fakta sejarah yang masih entah ini sempat heboh ketika dulu disinggung di film kolosal Troy. Dan di buku ini, kisah keduanya mendapat fokus utama, bahkan sangat utama. Pembaca akan dibuat jumpalitan nggak jelas menyimak bagaimana interaksi kedua cowok Yunani yang dibesarkan dalam lingkungan maskulin ini sebelum perlahan mulai tumbuh benih rasa suka di antara keduanya.

Achilles menjadi bagian dari pasukan Yunani pimpinan Raja Agamemnon (maaf kalo salah tulis) dan dia menjadi pahlawan kunci kemenangan pasukan Yunani. Kisah penyerbuan Troy ini diawali dengan penculikan Helen oleh Paris, salah satu dari banyak pangeran Troya. Sebagai bentuk kesetiakawanan, para pangeran dan prajurit menyerang dan mengepung kota Troya sampe 10 tahun lamanya. 

Tapi serbuan pada Troya hanya menjadi latar sejarah di buku ini, meskipun penting dan menarik juga untuk disimak sehingga saya bisa jadi lebih tahu dengan urut-urutan linimasa berlangsungnya Perang Troya. Selebihnya, pengarang berfokus mengulik perjalanan hidup Achilles dan Patroclus mulai dari kecil, remaja, hingga dewasa. Bagaimana persahabatan di antara keduanya kemudian tumbuh menjadi rasa sayang yang melebihi saudara. Dan kisah asmara kedua pria ini dibeber habis habisan di buku ini. Walau di beberapa bagian penggambarannya lumayan vulgar dan meresahkan vulgar, secara garis besar kisah keduanya  cenderung manis.

Satu hal yang menarik perhatian saya adalah campur tangan Dewa Dewi Yunani dalam kisah buku ini. Walau fiksi sejarah, tetapi sosok Dewi Minor Tethys yang merupakan ibu dari Achilles punya peran besar dalam menggerakkan cerita. Kemunculannya seperti membawa warna segar dalam kisah ini, menyelingi sikap Patroclus yang kadang terlalu baper, serta Achiles yang kadang begitu bucin. Kemunculannya menjadi sela dalam gelaran drama politik manusia yang kadang  membosankan.

Awalnya geregetan sama Tethys ini, tp semakin ke belakang sosoknya makin unik dan punya tempat tersendiri. Kita bisa mamahami bagaimana perasaan seorang ibu (apalagi ibunya ini dewi loh) terhadap putranya: antara ingin membuatnya bahagia (sesuai pemikiran orang tua) dan membiarkan putranya memilih kebahagiaannya sendiri. 

Kisah Achilles dan Patroclus ini berujung sedih, tetapi sedih yang entah bagaimana manis. Pengarang elok sekali menyusun cerita yang benar-benar menarik untuk terus dibaca, terutama di separuh bagian belakang. Diawali dengan perkenalan polos, lalu keakraan yang intim, bucin dan aper diantara dua cowok, hingga berujung pada pengorbanan epik perlambang puncak kisah kasih. 

Membaca buku ini ibarat membaca Illiad dalam versi yang lebih ringan sekaligus dari sudut pandang yang benar-benar berbeda. Cinta ada sejak awal sejarah peradaban manusia, dan akan terus tumbuh bersemi dalam berbagai bentuknya.

No comments:

Post a Comment