Search This Blog

Saturday, January 28, 2023

Melihat Pengarang (sedang) Bekerja

 Judul: Melihat Pengarang Tidak Bekerja

Penulis: Mahfud Ikhwan

Tebal : 128 halaman

Cetakan: Pertama, Februari 2022

Penerbit: Diva Press


Kita sudah sering membaca tentang bagaimana para pengarang sedang bekerja, bagaimana proses kreatif mereka, dan apa saja yang mereka lakukan sembari proses mengarang itu berjalan. Lalu, bagaimana ketika pengarang sedang tidak bekerja?

Adakah hidup dan senggangnya bisa lepas dari proses kreatif? Ternyata tidak, atau setidaknya begitulah yang dialami dan dipaparkan oleh Mahfud Ikhwan di buku ini.

“…nikmat terbesar seorang penulis adalah masih bisa terus menulis." (hlm. 124)

Buku ini memuat esai-esai pengarang yang pernah dimuat di situs mojok.co, kemudian diterbitkan ulang dalam bentuk buku. Isinya tentu tidak jauh dari keseharian penulis dan dunia kreatif mereka.

Satu aspek khusus mungkin nuansa pandemi yang memang mewarnai masa ketika tulisan tulisan ini dibuat tahun 2020an. Ketika penulis (dan juga banyak yang lainnya disarankan untuk di rumah saja).


Bagaimana Penulis Menulis

Kekhasan kehidupan penulis pemula (di Jogja) dapat dibaca di sini. Bagaimana pengarang dengan royalti pas pasan harus bertahan hidup, bagaimana proses kreatif harus tetap berjalan meski duit mepet, bagaimana menghadapi pandangan miring orang lain tentang profesi penulis yang bekerjanya hanya duduk duduk. Dan juga, kebanggaannya ketika novel pertamanya terbit walau dengan segala ketidakmaksimalannya.

"...tak terkenal tidak apa, yang penting dapat uang." (hlm. 100)

Mereka yang pernah, sedang, dan masih menulis bakal banyak menganggukan kepala membaca buku ini. Ada begitu banyak persoalan tentang dunia jalan sepi ini yang ditulis dengan gaya sarkas tapi menghibur.

Misalnya saja, bagaimana Mahfud harus menghadapi dunia luar yang sepertinya masih sangat awam soal dunia penerbitan buku. Penerbit dianggap sama dengan percetakan yang mencetak tidak hanya buku tapi juga undangan, poster, baliho, dan lain-lain.

"... menulis selalu menghadapi godaan begitu dia hendak ditunaikan." (hlm. 38)

Paling menarik menurut saya adalah bab “Alasan untuk Tidak Menulis” yang pasti sering dihadapi oleh banyak penulis. Sekuat apa pun kemauan untuk menulis pasti tidak sebesar alasan untuk tidak menulis. Dan, ini pun dialami juga oleh pengarang novel Kambing dan Hujan ini.


Apa itu Sastra?

Pengarang tentu asyik ketika diajak bincang tentang sastra. Bagaimana Mahfud menjawab sastra itu apa, yang coba dia jawab dengan sederhana tetapi ternyata malah menunjukkan betapa dalam pengetahuan dan penghayatannya kepada sastra.

Atau setidaknya, ada begitu beragam buku buku sastra yang sudah dibacanya. Memang, sulit untuk membaca apa itu sastra karena cara terbaik memahaminya tentu dengan membaca karya-karya sastra. Tapi pertanyaannya kemudian, apa saja novel yang bisa digolongkan sebagai karya sastra? Nah mumet lagi kan.

Seperti biasa, omelan jika keluar dari tangan seorang penulis pasti terasa beda. Omelan Mahfud tentang bahasa  Indonesia (bahasa Melayu?) cukup membuat kepikiran.

Betapa para pengarang dari Sumatra seolah mendapat privilese lebih karena mereka lebih dekat secara budaya dan tradisi dengan bahasa Indonesia. Bahasa yg kini menjadi media penulisan karya-karya sastra di negeri ini. Padahal, pandangan yang selama ini berlaku, para pengarang dari Jawa dirasa mendapat keistimewaan lebih dari suku-suku lainnya.

Masih banyak hal menarik di belakang dunia menulis nan megah itu dikupas di buku menarik ini. Hal-hal yang sayangnya tidak semegah popularitas sang pengarang. Seperti pernah ditulis oleh Mario Vargas Llosa, bahwa ketenaran seorang penulis tidaklah sama dengan ketenaran seorang artis. Dunianya kadang tidak bergelimang harta karena royalty tidak seberapa yang itu pun masih dipotong pajak.

Buat kamu yang ingin menjadi penulis, atau bertekun di dunia menulis, atau berencana menggantungkan hidup pada jalan sunyi ini; bacalah sejenak buku ini. Tulisan-tulisan Mahfud di buku ini adalah sebuah refleksi asyik tentang bagaimana menulis dan penulis itu bekerja. 

No comments:

Post a Comment