Search This Blog

Wednesday, March 9, 2022

Mengenang masa Remaja dalam Lupus ABG: Sur...Sur... Surprise

 Judul: Lupus ABG: Sur...Sur... Surprise (Lupus ABG #7)

Pengarang: Hilman Hariwijaya, Boim Lebon

Tebal:  112 pages

Cetakan: September 2007 

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama


Serial Lupus tidak bisa dipisahkan dari masa remaja generasi 1980-an dan 1990-an. Pertama kali dimuat sebagai cerita bersambung di Majalah Haii, serial ini akhirnya dibukukan menjadi semacam kumpulan cerita dan juga sejumlah novel. Dan penjualannya laris manis, terutama tahun 1990 – 2000.  Serial ini bahkan bisa dibilang mewakili stereotype cowok pertengahan dekade  1990an yang sebelumnya ditempati oleh Balada si Roy  (dan disusul Dilan tahun 2010-an). Keunikan serial Lupus ada terutama pada banyolannya. Lupus ini usil, bandel, tapi sebenarnya cerdas. Yang paling khas dari dirinya tentu saja tebakan-tebakan lucunya selain jambul dan permen karetnya.

Tebakan-tebakan lucu dalam Lupus sempat lucu pada masanya, meskipun bisa jadi jayus jika dibaca pada abad internet ini, terutama generasi yang lahir setelah tahun 2000. Tetapi sebagai generasi 1990an, saya merasakan betul kalau tebakan-tebakan ini memang benar-benar lucu pada masanya. Masa-masa saya di SMA bisa sedikit lucu gara-gara saya membaca serial Lupus sejak kelas dua SMP. Lupus juga saya masih ingat adalah buku atau mungkin novel pertama yang saya beli dengan menabung uang jajan saya selama sebulan. Waktu itu tahun 1998, dan ada sebuah toko buku kecil di kecamatan saya. Luar biasa.

Serial Lupus bisa dibagi menjadi tiga kelompok besar sesuai usia si Lupus, yakni Lupus Kecil, Lupus ABG, dan Lupus yang dewasa muda. Masing-masing karakter punya keunikan dan lucunya sendiri. Serial Lupus yang pernah diangkat sebagai sinetron di TV adalah Lupus ABG dan dewasa muda. Saya pribadi lebih menyukai seri Lupus kecil karena humornya polos dan isinya tidak melulu cinta-cintaan, walau tetap saja semua serial ini saya embat baca di persewaan buku Cendekia saat kuliah wkwkwk. 

Di buku ini, ada kisah Lupus dan Lulu saat masih SMP. Setting waktunya Jakarta tahun 1998, yang saat itu diwarnai dengan terjadinya krismon atau krisis moneter. Kala itu dolar Amerika yang tadiya Rp2.500 melesat jadi Rp12.000 lalu sempat pula mencapai Rp20.000. Tentu saja banyak perusahaan yang kolaps dan gulung tikar, pengangguran merebak di mana-mana, begitu juga bibit-bibt demo juga mulai marak. Walau situasi ekonomi mencekam, Lupus dan keluarga bisa menghadirkan hiburan hangat di tengah deraan kesulitan.Sungguh, mereka yang menjadi remaja tahun 1990an akhir berutang banyak pada serial yang telah membentuk sekaligus menghibur pikiran mereka ini.

Walau terbit lebih dua puluh tahun lalu, membaca buku ini tetap menghadirkan perasaan menyenangkan. Nostalgia ketika di sekolah sibuk ngobrol dan main tebak tebakan di kelas (belum musim hape dan internet), balada naik angkot yang jarang banget mau berhenti kalau yang nyetop anak sekolahan (mengalami ini banget, dulu pernah hampir sejam nunggunya karena angkotnya ga mau ngangkut), serta pengiritan besar-besaran akibat krismon yang kerasa banget. Tapi di masa-masa sulit itu, Lupus dan keluarganya mampu menghadirkan drama yang menghibur. Walau kesulitan keuangan, Lupus keluarga dan teman temannya cari akal untuk cari tambahan, bukannya larut dalam status dan tweet keluh kesah (tapi mungkin karena blm ada medsos aja sih wkwk).

Yang paling berkesan dari seri Lupus ini adalah bagaiamana mereka selalu berusaha menyempatkan membantu orang lain, terlepas dari caranya yang kadang begitu sederhana: menghibur sesama. Benar kata penulisnya, cara membahagiakan diri sendiri salah satunya adalah dengan membahagiakan orang lain. Maaf ini jadinya malah bukan ulasan, tapi sekadar ungkapan curahan hati untuk serial kesayangan ini. 

Terima kasih Mas Hilman (dan juga Mas Boim) telah menghibur masa remaja kami.


No comments:

Post a Comment