Search This Blog

Wednesday, November 17, 2021

The House of Secret 2, Battle of the Beasts

Judul: The House of Secret 2, Battle of the Beasts

Pengarang: Chris Columbus dan Ned Vizzini

Penerjemah: Putro Nugroho

Tebal: 452 hlm

Penerbit: Noura Books




Novel fantasi rasa movie besutan Chris Columbus dan Ned Vizzini berlanjut ke buku kedua: Battle of the Beast. Sesuai judulnya, memang terjadi pertempuran antar binatang buas di penghujung buku. Namun selebihnya, novel ini tentang petualangan ketiga anak keluarga Walker yang dikirim masuk ke dalam buku cerita oleh si Penyihir Angin. Seperti dikisahkan di buku pertama, Penyihir Angin memiliki dendam kepada tiga anak ini karena mereka telah mebuangnya ke tempat paling mengerikan. Tetapi tempat itu ternyata tidak jauh-jauh amat, bahkan sedemikian dekat dengan keberadaan anak-anak Walker. Dengan tipu dayanya, si penyihir jahat berhasil terbebas dan bahkan melakukan kejahatan-kejahatan yang semakin tak terbayangkan. Namun setiap kali dia berusaha menghabisi ketiga Walker bersaudara, usahanya selalu gagal. 

Meski demikian, bukan berarti dia tidak bisa membuat anak-anak itu menderita. Menggunakan kekuatan sihirnya, dia mengirimkan ketiga petualang kita masuk dalam buku-buku cerita yang dikarang oleh ayahnya. Cordelia, Brendan, dan Eleanor Walker sekali lagi terlempar masuk dalam cerita di dalam buku dengan kisah baru serta petualangan baru yang tidak kalah berbahaya. Kali ini mereka bersama rumah Keluarga Kristoff terlempar tepat di tengah-tengah Coloseum di zaman Romawi kuno yang tengah mengelar pertarungan antara gladiator melawan singa. Roma saat itu tengah diperintah oleh seorang Kaisar mini tapi dengan ambisi yang terlampau besar. Dia juga tahu cara memanipulasi orang banyak demi egonya. Keterampilan yang kemudian menjerumuskan Brendan dalam egonya sendiri.

Belum selesai dengan Penyihir Angin dan kaisar yang egomaniak, Coloseum mendadak diserbu sekelompok pasukan Nazi dari abab kedua puluh. Realitas dalam cerita telah saling berbenturan dan semua tokoh dan tanggal dalam sejarah saling bercampur baur. Pasukan Nazi dengan senjata modernnya tentu dengan mudah mengusir pasukan Romawi yang tertinggal dalam hal teknologi selama hampir dua ribu tahun. Cordelia, Eleanor, Will, dan seorang gladiator muda Yunani sekarang giliran menjadi tawanan Nazi. Brendan memutuskan untuk tetap di Roma, tempat ia merasa dirinya benar-benar dohargai dan dimuliakan—setidaknya menurutnya. Ketiga anak-anak Walker kembali terpisah. Hal yang menjadikan mereka paling lemah.

Menjelang halaman 300, cerita mulai bergerak cepat meskipun 300 halaman awal tetap memiliki sisi menariknya sendiri. Cordelia dan kawan-kawan masuk ke dunia buku ketiga yang sepertinya mengambil setting di Tibet dengan para biksunya. Bedanya, dalam kisah ini para biksu itu bisa sihir dan mereka diancam oleh raksasa salju pemakan daging yang meminta korban binatang dan manusia secara rutin. Jika mereka ingin biaranya tetap tegak berdiri, korban harus diserahkan setiap beberapa hari sekali. Saat Cordelia sampai di sana, mereka dianggap pahlawan yang akhirnya akan memusnahkan para manusia salju jahat itu. Namun, apa daya yang dimiliki Cordelia dan Eleanor untuk menghadapi segerombol binatang raksasa seputih salju bergigii tajam yang gemar memakan daging? Sementara nasib Branden juga tidak lebih baik Dia mendapati betapa panggung politik ternyata tidak semenyenangkan seperti kelihatannya.

Membaca novel ini memang terasa begitu filmis, bergerak cepat dengan dialog-dialog pendek dan deskripsi lugas sederhana. Ratusan halaman pun terbaca tanpa terasa lama karena memang mengalir walau masih ada bolong logika di sana dan di sini. Anak-anak Walker ini baru berusia kuran dari 15 tahun, tetapi bahaya yang mereka hadapi luar biasa berbahaya. Mustahil rasanya ada anak-anak seusia mereka yang bisa sedewasa itu dalam usia segitu. Malah-malah, bisa jadi psikologisnya terganggu karena harus menghadapi ancaman-ancaman tak terbayangkan. Tapi, siapa tahu, seperti disadari oleh Brendan, tantangan-tantangan luar biasa itu yang justru telah menempa ketiganya menjadi anak-anak yang luar biasa. 

Kelebihan lain ada pada nilai-nilai kekeluargaan yang dibawakan. Brendan membuktikan sendiri betapaa egoism dalam persaudaraan tidak akan menghasilkan apa-apa kecuali kerugian. Ketiga anak Walker juga membuktikan betapa mereka bisa mengalahkan hampir apa saja dan selalu berhasil melewati semua tantangan yang ada selama mereka masih tetap bersama. Keluarga, ada akhirnya, adalah orang-orang yang akan menolong kita.  


3 comments:

  1. covernya mana, masdi? hehe. tumben nggak ada cover bukunya :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tiap unggah gambar sampul kok gambar tidak muncul itu kenapa ya mbak?

      Delete
    2. Nah, engga tahu ni, masdi. Apa error blogspotnya ya? Tapi postingan terbaru udah ada gambarnya. Yang ini ga ada.

      Delete