Search This Blog

Thursday, November 4, 2021

Belajar Mensyukuri Kehidupan di The Midnight Library

Judul: Perpustakaan Tengah Malam (The Midnight Library)

Pengarang: Matt Haig

Penerjemah: Dharmawati

Cetakan: Pertama, Agustus 2021

Tebal: 367 hlm

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama




Kemajuan teknologi dan masifnya penggunaan media sosial di dunia modern telah berhasil mengikis jarak dan waktu, membuat setiap orang bisa saling terkoneksi kapan pun dan di mana pun di berbagai belahan dunia. Di saat yang sama, teknologi sosial ini memunculkan semacam perasaan tidak nyaman karena setiap orang dibombardir untuk bertemu, melihat, dan mungkin berinteraksi dengan begitu banyak orang—bahkan yang sama sekali tidak dikenal. Keriuhan ini memunculkan sejumlah efek, termasuk dampak negatif yang membuat manusia merasa tidak puas dengan dirinya sendiri karena dia bisa melihat pencapaian begitu banyak orang yang dia sendiri tidak bisa mencapainya. Tidak heran jika kemudian muncul jargon “media sosial bukan ukuran kesuksesan seseorang karena yang ditampilkan di sana hanya yang baik-baik saja” untuk mengkonter serangan pencapaian ini. Hanya saja, kadang serangan itu sedemikian berat sehingga tanpa sengaja kita jadi sering membanding-bandingkan serta berandai-andai jika aku di posisi  mereka yang lebih sukses, lebih kaya, lebih pintar, lebih bahagia, lebih lengkap, dan lebih-lebih lainnya. Hasilnya, muncul perasaan yang akhir-akhir ini sepertinya sedang populer-populernya: insecurity.

"Tidak usah cemas. Tisu seperti kehidupan. Akan selalu  ada lebih banyak lagi." (hlm. 49)

Inilah yang mungkin dialami oleh Nora, tokoh dalam novel keren karya Matt Haig ini. Wanita ini merasa seluruh hidupnya adalah kegagalan dan bencana. Entah karena dia salah mengambil keputusan, tidak terlalu keras dalam berusaha, atau pun memang dirinya sendiri yang tidak kompeten. Yang jelas, dalam hidupnya yang sudah berusia 30-an tahun, tidak ada hal yang baik-baik saja. Ia dipecat dari pekerjaannya di toko alat musik. Abangnya menjauhi dan sepertinya membenci dirinya karena sebuah keputusan yang menurutnya keliru di masa lalu. Nora tidak punya suami atau bahkan pacar karena dua hari menjelang pernikahannya, gadis itu tiba-tiba membatalkan semuanya. Teman akrabnya tidak lagi mengabarinya secara rutin karena Nora menolak ajakannya untuk pergi melancong dan menikmati dunia. Nora juga kehilangan pekerjaan sambilannya sebagai guru les piano dengan alasan “anaknya sudah tidak mau lagi belajar piano.” Lebih dari semua, Nora kehilangan kucing kesayangannya yang sepertinya tertabrak mobil di jalanan. Hidup Nora seakan sebuah kesalahan. Setiap keputusan dan tindakannya seolah mengarah pada bencana. Dan dia tidak tahan lagi. Setelah menuliskan pesan singkat pada abang dan temannya, Nora mencoba bunuh diri. Waktu itu hampir tengah malam.

"Jangan pernah meremehkan arti penting dari hal-hal kecil." (250)

Untungnya, Nora masih diberi kesempatan. Dalam kondisi peralihan antara hidup dan mati, dia sampai ke sebuah perpustakaan luar biasa bernama Perpustakaan Tengah Malam. Tidak berbeda dengan perpustakaan lainnya, tempat itu dipenuhi dengan rak-rak dan begitu banyak buku. Bahkan ada pustakawati yang mirip dengan pustakawati Nora ketika dia masih bersekolah, namanya Mrs. Elm. Keajaiban perpustakaan itu adalah buku-bukunya menawarkan alternatif kehidupan yang mungkin saja dialami Nora seandainya dia mengambil keputusan yang berbeda atau seandainya dia menjadi salah satu yang dulu dipilihnya. Mirip sebuah dunia pararel dengan begitu banyak kemungkinan-kemungkinan, bahkan tak terbatas. Nora diberi kesempatan untuk mencoba merasakan dan tinggal di dunia-dunia tersebut untuk menemukan kehidupan versi mana yang benar-benar diinginkan dirinya.

 "Ternyata hampir mustahil untuk berdiri di dalam perpustakaan dan tidak ingin menarik buku-buku dari rak-rak." (hlm. 90)

Mrs. Elm lalu memilihkan buku-buku kehidupan yang mungkin tepat untuknya. Dan Nora lalu masuk dan mencoba merasakan bagaimana seandainya dulu dia tidak mengecewakan kakaknya lewat keputusan bodohnya, bagaimana seandainya dia lanjut menikah, bagaimana jika dia menjadi atlet olimpiade, jadi ilmuan di artik, bagaimana jika dia lebih dekat dengan ayahnya, bagaimana jika dia pergi melancong menikmati dunia, bagaimana seandainya kucingnya berhasil ia selamatkan, bagaimana jika seandainya dia jadi bintang rock terkenal. Puluhan kehidupan alternative dicobanya. Semua coba dialaminya sebagai upaya menemukan versi kehidupan mana yang paling cocok untuknya. Sayangnya, semakin banyak kehidupan alternative yang dijalani, semakin besar keinginannya mencari versi kehidupan yang lebih baik lagi. Nora bahkan bertemu dengan salah satu slider atau orang yang sedang mencoba-coba berbagai  versi kehidupan yang belum menemukan mana yang cocok untuknya meski sudah pernah mengalami 300 lebih kehidupan alternatif.

"Kita menghabiskan sangat banyak waktu berharap kehidupan kita berbeda, membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain dan pada versi-versi lain dari diri kita sendiri, padahal sebetulnya sebagian besar kehidupan memiliki berbagai tingkatan baik dan buruk." (hlm. 230)

Pada akhirnya, Nora belajar bahwa tidak ada kehidupan yang benar-benar sempurna. Setiap versi kehidupan di dunia alternative mana pun selalu ada lebih dan kurangnya. Yah, seperti hidup yang selalu ada lebih dan kurangnya. Nora menyadari bahwa bukan hidupnya yang tidak sempurna, tetapi membanding-bandingkan serta berandai-andailah yang menjadikan kehidupan terasa tidak pernah sempurna. Kalau orang Jawa bilang, urip kui wang sinawang. Apa yang terlihat bagus di depan belum tentu bagus di belakang. Apalagi di media sosial, orang sering hanya menampilkan yang baik-baik saja tapi tidak yang jelek-jeleknya. Inilah yang lalu memunculkan rasa insecure.

"Rasanya menyenangkan—menghibur, menguatkan—untuk menjadi orang baik." (252)

Lewat Perpustakaan Tengah Malam, Nora belajar bahwa kehidupan terbaik adalah kehidupan yang sedang dijalaninya sekarang, bukan yang lain. Setiap keputusan selalu ada dampaknya, bahkan hal-hal kecil pun akan mengarah pada berbagai perubahan yang kita tidak pernah tahu persis akan berujung di mana. Tetapi, yang pertama dan utama adalah menghargai dan mencintai hidup yang tengah dianugrahkan kepadanya saat ini. Setiap kita pasti dan pernah dan akan membuat keputusan yang keliru atau bertindak salah, tetapi itulah hidup. Semuanya serba tidak bisa ditebak dan tidak pernah sempurna. Tetapi satu hal yang kita bisa: menikmatinya dan menjalaninya dengan sebaik-baiknya. 

Siapa yang butuh pintu kalau sudah ada buku?



No comments:

Post a Comment