Search This Blog

Tuesday, November 30, 2021

Belajar Mengelola Prioritas Hidup dalam Semangat, Tante Sasa!

Judul: Semangat, Tante Sasa!

Pengarang: Thessalivia

Cetakan: Pertama, Novembar 2021

Penerbit: Gramedia Pustaka Utama





“Nggak ada yang namanya orangtua sempurna, Sa. Lo kira gue ngerti cara ngerawat anak?" (hlm. 141)

Terbiasa hidup bebas dan mandiri, Sasita mendadak dipasrahi tanggung jawab merawat anak usia 6 tahun. Sasita sehari-hari tinggal di apartemen, pergi pagi pulang malam ke kantor, lalu kadang menghabiskan malam dengan hangout bersama rekan-rekan sekerjanya. Ia adalah gambaran ideal untuk mbak-mbak independent SCBD yang sempat viral beberapa waktu lalu. Mandiri, mapan, dan single. Apa jadinya kalau Sasita harus mengasuh keponakan perempuannya yang berusia enam tahun selama satu bulan lebih? Repot itu pasti, tetapi yang lebih penting adalah tanggung jawab besar yang menyertai pengasuhan itu. Sasita terbukti dapat diandalkan di kantornya. Ia tidak mengeluh tiap kali harus lembur sampai pukul 10 malam. Semua tugas yang diberikan oleh Sugeng, pimpinan di kantornya, bisa diselesaikan dengan baik. Nah, bagaimana dengan mengasuh anak kecil selama satu bulan. Bisakah mbak-mbak independen ini mengatasinya?

“Membelikan sesuatu untuk orang yang kita sayangi memang rasanya berbeda dibanding membeli untuk diri sendiri.” (hlm 69)

Selama sebulan lebih, Sasita dipasrahi untuk mengasuh keponakannya, Velisa. Selama ini, Velisa tinggal bersama neneknya (ibunya Sasita). Kedua orang tua Velisa meninggal dalam sebuah kecelakaan dua tahun sebelumnya. Dan karena neneknya harus menunaikan ibadah Haji ke Tanah Suci, selama sebulan ke depan dia lalu dititipkan kepada tantenya. Tentu tidak mudah mengasuh seorang anak kecil bagi wanita singel seperti Sasita. Baginya, ada begitu besar tanggung jawab yang harus diemban, tugas baru yang menanti, bermacam keterampilan baru yang harus dipaktikkan, juga waktu dan prioritas yang kudu disisihkan untuk si penghuni baru. Jelas, Sasita awalnya sangat kelimpungan. Disamping harus memikirkan dan mengerjakan tugas kantornya, sekarang Sasita juga punya satu eh banyak hal untuk juga dipikirkan terkait keponakannya itu.

"Kalau ada yang mengatakan pekerjaan ibu rumah tangga itu gampang karena hanya di rumah saja, mereka salah besar.” (hlm. 128)

Masalah yang harus dihadapi Sasita ternyata tidak sampai di situ. Seno, seseorang dari masa lalunya mendadak hadir menggoda hatinya. Citra Sasita sebagai wanita mandiri dan tangguh sedikit terguncang dengan hadirnya Seno. Cowok itu telah dan pernah mengisi hatinya di masa lalu, tetapi sekaligus juga pernah menyakitinya. Sekarang, Seno kembali hadir di tengah beragam hal baru yang harus dijalani Sasita dengan tanggung jawab barunya. Seno pun kini sudah memiliki tanggung jawab baru dengan keluarga kecilnya. Tapi, getar-getar itu masih ada di dada Sasita. Jauh dalam lubuk hatinya, Sasita masih berharap Seno mau kembali kepadanya.

“Kebahagiaan anak itu menular.” (Hlm 94)

Pekerjaan, mengasuh ponakan, dan cinta lama yang menolak sembunyi; semuanya menghantam gadis itu sehingga membuatnya kelabakan. Belum lagi masalah dengan ibunya yang belum terselesaikan. Semua ibarat bom waktu yang siap-siap meledak. Tetapi, entah bagaimana, Velisa menjadi tonggak yang menjaga Sasita tetap kokoh. Gadis kecil itu dengan segala kepolosan dan kejujurannya menjadi rumah tempat Sasita bernaung dan mencari pegangan. Lewat keponakannya itu, Sasita menyadari apa yang penting dan harus diutamakan dalam hidup, serta apa-apa yang sering kali kita anggap penting, setelah dipikirkan lagi dengan bijak, ternyata tidak begitu mendesak.

“Walaupun lebh banyak yang harus diurus, rasanya hati lebih hangat aja, gitu.” (hlm 111)

Semangat, Tante Sasa! mengusung tema yang sederhana tetapi konfliknya sedemikian kompleks. Tidak hanya tentang bagaimana menyesuaikan diri dengan perubahan yang datang, tetapi juga tentang penerimaan diri, tentang keluar dari toxic relationship, tentang mengakui kesalahan, tentang mengungkapkan uneg-uneg, tentang pengorbanan, tentang cinta dan keluarga. Dan terutama, novel ini bercerita tentang hal-hal kecil tapi sejatinya besar dalam kehidupan kita.

‘Tapi begitu lihat rumah sepi tanpa anak-anak, gue langsung kangen berat sama kehebohan mereka. Memang mereka bisa ngangenin dan ngerepotin di saat bersamaan, ya.” (hlm. 141)

Saya suka dengan bagaimana kisah sederhana ini bisa begitu terhubung dengan banyak orang dalam kehidupan nyata. Wahai para om dan tante yang pernah, sedang, dan mungkin akan harus mengasuh keponakan atau adik kecilnya, novel ini akan memberi kalian semangat sebagaimana Velisa menjadi semangat bagi Sasita. Kepada para ibu yang kadang kewalahan mengurusi bocil-bocil kesayangannya, segala kerepotan yang indah itu tergambarkan sedemikian mengalir dalam buku ini. Mengingatkan bahwa merawat anak adalah sebuah tanggung jawab berat tetapi sekaligus kesempatan dan anugrah yang luar biasa. Memang benar sebuah ungkapan kalau setiap anak membawa rezeki dan berkahnya sendiri. Berkah yang niscaya akan turut melimpahi kita ketika kita melimpahi mereka dengan kasih sayang.

“Mau di rumah, mau kerja, yang paling penting itu rasa sayangnya. Karena bagaimanapun, kalau seorang ibu udah sayang dengan anaknya, ia akan melakukan apa pun yang terbaik.” (hlm 141)


Selamat untuk Mbak Thessa. 


No comments:

Post a Comment