Judul: Sepotong Hati di Angkringan
Penyair: Joko Pinurbo
Tebal: 80 Halaman
Terbit: March 2021 by DIVA press
ISBN139786232933163
Blurb (yang sekaligus salah satu puisi indah di dalam buku ini)
Pada suatu malam yang nyamnyam, kau menemukan sepotong hati yang lezat dalam sebungkus nasi kucing.
Kau mengira itu hati ibumu atau hati kekasihmu.
Namun, bisa saja itu hati orang yang pernah kausakiti atau menyakitimu.
Angkringan adalah nama sebuah sunyi, tempat kau melerai hati,
lebih-lebih saat hatimu disakiti sepi.
Berbeda dengan buku-buku puisi Jokpin sebelumnya, saya tidak menemukan pengulangan puisi yang pernah dimuat di buku lainnya. Memang ada kesamaan tema dan keserupaan teknik, tapi ini Joko Pinurbo loh yang diulang-ulang dibaca pun puisinya tetap mengena. Puisinya masih bercerita, tetapi kita akan menemukan banyak tema puisi baru selain tema ibu, celana, atau kopi; meskipun angkringan dan sarung masih muncul. Ada juga burung prendjak yang mulai diperkenalkan Jokpin.
Kalau melihat judul dan blurb, seolah buku ini isinya Jogja lagi Jogja lagi. Memang paruh pertama buku ini adalah puisi-puisi yang dijiwai oleh Jogja, tempat penyair bermukim. Tetapi tidak saya temukan di sini "Jogja terbuat dari rindu, pulang, dan angkringan" , tetapi saya temukan puisi Jogja baru dengan Bu Tjitro, Nyonya Kamto, nasi kucing mbah Singo, dan oseng mercon Mbah Wagino. Puisi "suara drumben dini hari" juga dengan bagus sekali menggambarkan misteri Jogja banget yang dirindu sekaligus tak ingin dimiliki ini.
Sebelumnya, jika lagi sedih atau marah, saya malas mandi. Kini, mau sedih atau gembira, saya tetap mandi. Mandi sudah menjadi sebentuk doa, menjalin cinta dengan air. Bahkan saya berani mandi dalam gelap. Dalam gelap tubuh saya yang sengsara ternyata bercahaya. Jangan heran, sebelum tampil dalam acara daring pun saya sempatkan beribadah mandi. Percayalah.
Paruh kedua yang justru menurut saya kurang terangkat dalam sampul bertema Ibadah Mandi. Salah satunya adalah puisi unik menggelitik yang saya kutip di atas. Jika sebelumnya Jokpin adalah ibadah puisi, maka di buku ini penulis memperkenalkan ibadah mandi yang terinspirasi oleh pandemi. Banyak banget puisi bagus bertema pandemi di buku ini. Saya sempat mengunggah cuplikan puisi "Jalan Korona" yang ternyata banyak mendapat tanggapan positif. Keren banget loh Jokpin menggambarkan masa ini sebagai "Jalan yang terasa jauh dan entah akan sampai di mana, padahal hanya berputar-putar di sekitar rumah kita." Satu kalimat yang merangkum imbauan tetap di rumah saja, fakta tentang pandemi yang entah kapan berakhirnya, dan awalnya jauh sebelum korona benar-benar muncul di sekitar lingkungan kita. Puisi ini entah bagaimana, rasanya menenangkan di tengah segala carut marut negeri ini akibat pandemi.
Kita semua berdoa dan berharap, semoga wabah ini segera berlalu.
Sebuah sunyi
meledak di tengah pandemi
Sebuah Indonesia
sedang dilahirkan kembali.
Jika pembaca membutuhkan hiburan bacaan saat sedang di rumah saja sekaligus untuk menguatkan agar betah di rumah saja dulu, buku kumpulan puisi ini akan menghibur sekaligus menguatkan.
No comments:
Post a Comment